Kgeturunan Wali Songo di Indonesia tidak ada secara historis dan tercatat dalam sebuah manuskrip yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
“Wali Songo keadanya itu ada ya waktu itu ada tapi apakah keturunannya dari di mana sampai sekarang itu masih diperdebatkan secara historis,” kata Guru Gembul di YouTube beberapa waktu lalu.
Guru Gembul mengutarakan, belum ada kesepakatan terkait asal mula Wali Songo seperti Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim.
“Wali Songo yang paling tua itu adalah Maulana Malik Ibrahim iya Sunan Gresik dari manakah dia ada yang mengatakan dia dari China ada yang mengatakan dia dari Kamboja dari champa gitu ya ada yang mengatakan dia itu dari Iran dan sebagainya ada yang orang mengatakan itu adalah orang lokal. Kita tidak menemukan bukti konklusif atas hal itu,” paparnya.
Pakar sejarah dari Universitas Indonesia, Muhammad Iskandar mengatakan bahwa garis keturunan wali songo bersambung hingga Nabi Muhammad Saw yang berasal dari putri Rasulullah Saw yakni Sayyidina Fathimah RA. Menurutnya, garis keturunannya bermula dari Sunan Gresik atau yang lebih dikenal dengan Maulana Malik Ibrahim.
Iskandar menjelaskan, Nasab As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim berada di catatan As-Sayyid Bahruddin Ba’alawi Al-Husaini yang dibukukan dalam Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa jilid.
Dalam masyarakat santri Jawa, Maulana Malik Ibrahim dipandang sebagai gurunya-guru tradisi pesantren di tanah Jawa juga merupakan Spiritual Father Wali Songo, dan ternyata baik dari sisi sanad atau nasab, tidak sedikit pesantren-pesantren tua di Indonesia terindikasi memiliki ketersambungan kepada Rasulullah Saw melalui jalur wali songo.
Selain di pesantren, para keturunan wali songo dan semangat berislam ala wali songo juga bisa kita jumpai di jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Menurut Choirul Anam dalam bukunya Pertumbuhan dan Perkembangan NU mengatakan: “(NU) adalah kelanjutan dari gerakan wali songo dan ulama penyebar Islam lainnya. Selama ratusan tahun, sambung-menyambung, para ulama bergerak mempertahankan Islam di Nusantara,” katanya.
Meski demikian, kebanyakan dari mereka yang memiliki nasab yang tersambung kepada wali songo kurang berkenan mengakui apalagi mendeklarasikan diri kepada khalayak ramai bahwa dirinya adalah keturunan wali songo, apalagi mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw atau bahkan sekedar mengaku sebagai anak kiai-pun tak sedikit yang merasa malu, karena khawatir tak mampu menjaga kehormatan orang tuanya, selain alasan atau faktor lainnya.
Di Nahdlatul Ulama dan pesantren-pesantren NU orang-orang yang memiliki nasab yang bersambung kepada orang-orang mulia atau wali songo, sekedar disebut “Gus”, “Lora”, “Kang Ayip” atau “Ceng” saja, itu sudah paling keren dan dibalik panggilan penghormatan tersebut tentu ada tanggung jawab yang berat sebagai tanda bahwa beliau adalah anak kiai/ keturunan kiai, bahkan sebagian dari mereka ada yang tidak terlalu peduli dengan sebutan-sebutan penghormatan.
Seperti almarhum almaghfurlah KH Abdurrahman Wahid cucu al-‘Alim al-‘Allamah Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari (Pendiri NU) beliau adalah dzurriyah Wali Songo (Sunan Giri) tapi publik lebih akrab menyebutnya “Gus Dur” saja, juga Abuya KH Said Aqil Siradj (Mantan Ketua Umum PBNU) beliau adalah keturunan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) tapi beliau tidak pernah mendeklarasikan diri kepada publik bahwa dirinya adalah seorang Habib, jika merujuk sebutan habib adalah orang yang memiliki nasab dari jalur ayah yang bersambung kepada Rasulullah SAW.