Tantangan Digitalisasi Dunia Zakat

Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi)
Amil zakat dalam transformasi digital dituntut untuk mampu beradaptasi, yakni dengan mengembangkan kompetensinya. Hal ini berupa kompetensi teknis (technical skills) dan nonteknis (soft-skills).
Technical skills diperoleh melalui pendidikan vocation, pelatihan, dan program sertifikasi teknis. Namun, yang sering ketinggalan adalah pengembangan soft-skills yang sangat terbatas diajarkan dan dilatih di lingkungan organisasi pengelola zakat.
Soft-skills amil yang dibutuhkan dalam era digital antara lain adalah agility, self learning, leadership, dan collaboration. Setiap amil zakat dituntut untuk mampu beradaptasi dengan pasar atau lingkungan muzaki yang memiliki latar belakang yang beragam. Amil dalam hal ini harus terus menjadi seorang pembelajar. Mereka harus siap menyesuaikan diri terhadap hal-hal yang baru dan mampu menerapkan pengetahuan serta keterampilan dalam bekerjasama yang bersifat kolaboratif.
Sebagai amil yang terus belajar, ia harus memiliki keahlian teknis dalam menciptakan atau mengembangkan produk atau layanan dalam organisasi pengelola zakat. Hal ini tiada lain untuk menjadikannya sarana menumbuhkembangkan organisasi. Dalam lingkup ini, selain amil harus menguasai kompetensi digital, ia tetap juga harus menguasai dengan seperti marketing (penghimpunan), pendayagunaan, keuangan, teknologi IT, manajemen SDM, dan lainnya.
Keahlian tadi harus terus diperbaharui dan di-upgrade agar bisa terus meningkat dengan baik. Saat yang sama, kebutuhkan soft-skills dalam bidang leadership dan collaboration harus dipupuk agar bisa terus menjadi semakin baik. Ini semua dilakukan agar mampu menggerakkan roda organisasi pengelola zakat secara efektif dan efisien.
Setiap amil, harus menunjukkan dengan baik keterampilan soft-skills, antara lain cepat beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan, berupaya menjadi amil sejati (role model), memahami tujuan zakat dan berkontribusi nyata terhadap pencapaiannya serta memiliki nilai-nilai pribadi yang terus berkembang.
Amil juga harus menjadi pembelajar secara terus-menerus, karena berbagai tantangan yang ada juga terus berkembang. Saat yang sama secara alami terjadi juga kompetisi antar-OPZ yang makin ketat. Dengan demikian, sesungguhnya setiap amil, bahkan OPZ-nya dalam posisi yang tidak aman untuk selamanya.
Semua pengetahuan dan keterampilan yang selama ini telah dimiliki perlahan akan menjadi usang dengan munculnya pengetahuan dan teknologi baru. Setiap amil dan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)-nya juga jangan berpuas diri dengan performansi kerjanya di masa lalu atau saat ini. Siapa pun kita yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan perubahan dunia zakat, memahami perkembangan teknologi terkini, dan selalu inovatif dalam mengembangkan layanan OPZ-nya punya potensi besar untuk bisa tumbuh dan berkembang di masa depan.