Oleh: Agusto Sulistio*
Kekuatan militer suatu negara tidak hanya ditentukan oleh jumlah pasukan atau kecanggihan senjata, tetapi juga oleh strategi yang diterapkan. Seiring perkembangan teknologi, pertempuran modern melibatkan penggunaan alat komunikasi yang canggih, yang tak jarang menjadi sasaran serangan. Salah satu contoh yang menarik untuk dianalisis adalah kejadian ledakan serempak alat komunikasi Pager yang terjadi di Libanon pada September 2024, yang menewaskan sembilan orang dan melukai ratusan lainnya.
Peristiwa ini melibatkan kelompok Hizbullah, sebuah kelompok milisi yang sudah lama menjadi bagian dari konflik berkepanjangan di kawasan tersebut, dan diduga serangan ini dilakukan oleh Israel. Penulis berpendapat bahwa penggunaan Pager oleh Hizbullah menunjukkan pilihan strategis yang cerdik. Alat ini, meski tergolong teknologi yang kuno dibandingkan dengan ponsel cerdas atau perangkat berbasis internet, tetap memiliki nilai tersendiri dalam konteks peperangan modern. Pager tidak mudah dilacak melalui platform berbasis internet seperti Google Maps, menjadikannya pilihan yang tepat bagi Hizbullah untuk berkomunikasi secara rahasia dan menghindari deteksi.
Namun, strategi ini rupanya tak lepas dari perhatian musuh. Dugaan muncul bahwa Israel berhasil menyusupkan perangkat peledak ke dalam sistem Pager yang digunakan oleh anggota Hizbullah. Ledakan yang terjadi secara serempak di berbagai wilayah Libanon mengindikasikan adanya pemicu yang diaktifkan melalui pesan massal yang dikirim ke semua pengguna Pager. Serangan ini tampaknya bertujuan untuk melumpuhkan kekuatan Hizbullah dengan meminimalisir korban sipil, mengingat Pager bukanlah alat komunikasi yang umum digunakan oleh masyarakat luas.
Efektivitas dan Dampak Serangan
Dalam perspektif militer, serangan ini dapat dilihat sebagai langkah yang cukup cerdik. Serangan yang menyasar alat komunikasi yang terbatas penggunaannya menunjukkan bahwa Israel berupaya untuk menargetkan Hizbullah secara spesifik, mengurangi kemungkinan jatuhnya korban di kalangan warga sipil. Penggunaan Pager, yang tidak populer di kalangan umum dan kurang relevan dengan perkembangan teknologi modern, menjadi faktor yang menguntungkan pihak penyerang untuk membidik target dengan lebih presisi.
Namun, meskipun tujuan awal serangan tampaknya adalah meminimalisir korban sipil, kenyataannya tidak sepenuhnya demikian. Berbagai laporan internasional menyebutkan bahwa di antara sembilan korban tewas dan ratusan orang yang terluka, terdapat sejumlah korban sipil. Hal ini menandakan bahwa serangan tersebut, meski terencana dengan baik, belum sepenuhnya mencapai harapan dalam hal meminimalisir dampak terhadap populasi non-militan.
Analisis Taktis Pelacakan Hizbullah
Kejadian ini juga membuka wacana lebih lanjut mengenai kesulitan Israel dalam melacak keberadaan Hizbullah. Selama ini, posisi Hizbullah sering kali tersembunyi dan sulit dideteksi oleh teknologi pengintaian berbasis internet. Inovasi penggunaan Pager oleh Hizbullah menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh Israel dalam operasi militernya. Tidak seperti ponsel yang bisa dilacak melalui jaringan GPS atau teknologi berbasis internet lainnya, Pager relatif lebih sulit diikuti jejak komunikasinya.
Dalam konteks ini, penggunaan peledak yang diaktifkan melalui alat komunikasi Pager menunjukkan adanya pergeseran dalam cara Israel beroperasi di medan tempur. Serangan jarak jauh, dengan menggunakan perangkat yang terhubung pada alat komunikasi lawan, merupakan inovasi taktik yang patut diperhatikan. Hal ini tidak hanya menunjukkan kecanggihan teknologi militer Israel, tetapi juga ketelitian dalam memilih target operasi.
Implikasi Strategi di Masa Depan
Serangan ini membuka ruang diskusi yang luas mengenai penggunaan alat komunikasi dalam konflik modern. Di satu sisi, teknologi yang lebih kuno seperti Pager terbukti masih memiliki nilai strategis dalam peperangan, terutama dalam hal menghindari deteksi. Namun di sisi lain, kemampuan negara-negara seperti Israel untuk memanfaatkan kerentanan dalam teknologi lawan memperlihatkan bahwa kecanggihan tak hanya terletak pada alat yang digunakan, tetapi juga pada cara alat tersebut dapat dieksploitasi.
Meski demikian, perlu dicatat bahwa strategi ini belum sepenuhnya berhasil dalam meminimalisir korban sipil. Dengan adanya laporan bahwa beberapa korban adalah warga non-militan, ini menimbulkan pertanyaan etis yang harus dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Bagaimana cara menggabungkan efektivitas operasi militer dengan upaya melindungi nyawa warga sipil adalah tantangan yang masih harus dijawab oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perang di Libanon.
Pandangan Sepihak Penulis
Perlu diingat bahwa analisis mengenai strategi dan dampak serangan ini merupakan pandangan sepihak penulis yang mendasarkan kesimpulan pada data dan laporan yang ada. Pandangan ini tidak menutup kemungkinan adanya perspektif lain, baik dari pihak Israel, Hizbullah, maupun komunitas internasional yang terlibat atau mengamati peristiwa ini. Dalam konflik yang begitu kompleks seperti ini, seringkali terdapat berbagai sudut pandang yang perlu dipertimbangkan.
Strategi penggunaan alat komunikasi seperti Pager oleh Hizbullah dan serangan yang diduga dilakukan oleh Israel terhadap alat tersebut mungkin berbeda dalam interpretasi dari masing-masing pihak. Sebagai penulis, pandangan ini berfokus pada upaya untuk memahami logika militer yang terlibat, namun tetap terbuka terhadap kritik dan pandangan berbeda yang mungkin melihat situasi ini dari perspektif kemanusiaan, politik, atau bahkan teknis yang lebih mendalam.
Tantangan Pertahanan Indonesia di Era Prabowo
Melihat situasi di Libanon, Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto juga akan menghadapi tantangan besar dalam pertahanan nasional. Ancaman global dan konflik regional memerlukan pendekatan strategis yang cerdas, terutama dengan perkembangan teknologi yang pesat.
Seperti halnya di Libanon, teknologi komunikasi merupakan titik kunci. Ancaman siber dan sabotase teknologi menjadi isu penting. Prabowo telah berfokus pada modernisasi alutsista, namun peningkatan sistem komunikasi dan keamanan siber juga krusial. Sistem militer berbasis teknologi harus dipastikan aman dari potensi penyusupan yang bisa melemahkan pertahanan nasional.
Indonesia juga perlu memperkuat diplomasi pertahanan, membangun aliansi dengan negara-negara tetangga dan kekuatan global. Mengingat ketegangan di Laut China Selatan dan ancaman lintas batas, kerjasama intelijen dan pertahanan siber sangat penting untuk menjaga kedaulatan dan stabilitas kawasan.
Kesimpulan
Kejadian ledakan serempak Pager di Libanon pada September 2024 memberikan banyak pelajaran penting tentang perang modern, terutama terkait penggunaan teknologi komunikasi dalam konflik. Di satu sisi, teknologi sederhana seperti Pager bisa menjadi aset strategis dalam menghadapi musuh yang memiliki kemampuan deteksi tinggi. Di sisi lain, kecerdikan dalam mengeksploitasi kerentanan lawan memperlihatkan bagaimana teknologi militer dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang lebih presisi.
Bagi Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo, tantangan yang dihadapi tak kalah berat. Di tengah ancaman global dan dinamika kawasan, penguatan pertahanan di berbagai lini, terutama dalam teknologi komunikasi dan keamanan siber, sangatlah penting. Strategi pertahanan yang cerdas dan kolaborasi internasional akan menjadi kunci dalam memastikan Indonesia tetap aman di era yang penuh ketidakpastian ini.
*Penulis: Agusto Sulistio – Praktisi IT – SEO Google, Konseptor Transmitter Rekayasa Sound System GNPF 212 MUI, Mantan Kepala Aksi & Advokasi PIJAR era 90an, Mantan Ketua GM-FKPPI Candisari, Kota Semarang._