Partai politik (parpol) Islam di Indonesia sudah menjadi budak oligarki. Mereka tidak ada keras menolak Proyek Strategi Nasional (PSN) Pondok Indah Kapuk (PIK) 2. Proyek ini membuat rakyat Indonesia terpinggirkan.
“Hampir secara keseluruhan partai-partai politik di Indonesia kini oligarkis dan sudah sangat feodal. Nyaris tidak ada parpol Islam yang Islami. Parpol Islam menjadi budak oligarki,” kata Koordinator Kajian Politik Merah Putih Sutoyo Abadi kepada redaksi www.suaranasional.com, selasa (10/9/2024).
Kata Sutoyo, parpol Islam menggunakan nama nasionalis-religius berdasarkan pada nilai-nilai keislaman. Hanya untuk membius dan mengelabui umat Islam.
Bagaimana kalau dipikirkan, apakah kalau partai Islam hanya satu, maka umat akan menjadi satu? Jawanannya tidak juga. Pada eranya Soeharto, ada satu partai, tetapi PPP selamanya kandas.
Sutoyo mengatakan, elite politik tersangkut kasus korupsi. Tidak ada bedanya antara partai yang berasaskan Islam maupun yang tidak. Sebab, mereka sebetulnya tidak bekerja di atas nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan. Mereka terus membual bahwa partainya bisa menjadi alat—bukan tujuan—untuk mewujudkan baldatun thayyibatun warabbun ghafur?
Meskipun Islam dan politik telah menyatu sejak awal, dimana Nabi Muhammad SAW bukan sekadar utusan Allah dan pemimpin agama, tetapi juga pemimpin bangsa dan negara, sebagai leader and ruler
“Politik Islam itu masa lalu, sudah lama mati, dan kini tinggal sejarah. Politik Islam sebagai aksi, proses, regulasi, maupun diskursus, semuanya menarik dikaji sebagai produk sejarah yang mungkin masih relevan dan mungkin tak relevan sama sekali dengan situasi sekarang ini,” pungkasnya.