Masyarakat Masih Terbiasa Gunakan Kental Manis untuk Susu Anak, Penyebab Prevalensi Stunting Sulit Turun

PP Muslimat Nahdlatul Ulama (PPMNU) bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) kunjungi keluarga dengan anak terindikasi stunting di Kecamatan Sukarami, Kota Palembang. Tiga dari lima anak terindikasi stunting mengkonsumsi kental menis 2-3 sachet per hari.

Palembang, 30 Agustus 2024 – Sebanyak tiga dari lima anak terindikasi stunting di Kec. Sukarami, Kota Palembang mengkonsumsi kental manis sebagai susu. Hal tersebut merupakan hasil temuan kunjungan keluarga yang dilakukan oleh Pengurus Pusat (PP) bersama Pengurus Wilayah (PW) Muslimat Nahdlatul Ulama dan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), pada Kamis 29 Agustus 2024.

Kunjungan keluarga adalah bagian dari program kolaborasi YAICI bersama PP Muslimat NU yang bertujuan menggali informasi mengenai kebiasaan konsumsi keluarga yang memiliki anak yang terindikasi stunting ataupun gizi buruk. Selain itu, dilakukan juga edukasi langsung untuk orang tua mengenai pemenuhan kebutuhan gizi untuk anak.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan, temuan-temuan selama kunjungan keluarga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dan stakeholder terkait agar penanganan stunting di masyarakat menjadi lebih efektif.

“Kami mengunjungi lima keluarga yang memiliki anak terindikasi stunting di Lorong Bambu Kuning, Kec. Sukarami Kota Palembang untuk mencari tahu penyebabnya. Diantara yang dapat disampaikan adalah masih ada kebiasaan orang tua yang memberikan kental manis sebagai minuman susu untuk anak. Hal ini juga berkaitan dengan pola asuh yang diterapkan keluarga,” jelas Arif Hidayat, Sabtu (31/8).

Kekeliruan dalam pemberian susu tersebut pada umumnya terjadi karena kebiasaan keluarga yang mengkonsumsi kental manis secara rutin. “Ada satu anak masih berusia 2 tahun akhirnya ikut mengkonsumsi kental manis sebagai susu karena kakaknya sudah terlebih dahulu minum kental manis. Satu pouch biasanya mereka habis dalam 3-4 hari. Ada juga yang mencampur susu formula dengan kental manis, dengan alasan agar lebih ekonomis,” beber Arif.

Dalam kesempatan terpisah, PP Muslimat NU bersama YAICI juga diterima oleh jajaran Pemprov Sumatera Selatan. Dalam kesempatan itu, Kabid Kesmas Dinkes Propinsi Sumsel Dedi Irawan mengakui kebiasaan konsumsi kental manis oelh masyarakat menjadi salah satu penyebab prevalensi stunting sulit turun.

“Mungkin karena sudah tertanam dari lama bahwa kental manis itu adalah susu, masyarakat belum menydari kental manis itu tidak baik. Kami bahkan menemukan anak dibawah enam bulan ada yang diberi kental manis. Setelah dilakukan pengecekan ternyata sudah stunting,” jelas Dedi Irawan.

Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, Erna Yulia Sofihara mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti temuan persoalan dari kunjungan keluarga tersebut, salah satunya melalui pendampingan keluarga. “Saat ini kami juga sedang menggencarkan program Ibu Asuh stunting. Kelima keluarga tersebut selanjutnya akan didampingi oleh satu kader yang akan memonitor, mengedukasi dan memastikan keluarga tersebut menerapkan pemberian gizi yang cukup untuk anak dan keluarga dan PHBS. Keluarga juga akan mendapat sejumlah bantuan untuk pemenuhan gizi anak,” jelas Erna.

PP Muslimat Nahdlatul Ulama (PPMNU) bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) kunjungi keluarga dengan anak terindikasi stunting di Kecamatan Sukarami, Kota Palembang. Tiga dari lima anak terindikasi stunting mengkonsumsi kental menis 2-3 sachet per hari.

Palembang, 30 Agustus 2024 – Sebanyak tiga dari lima anak terindikasi stunting di Kec. Sukarami, Kota Palembang mengkonsumsi kental manis sebagai susu. Hal tersebut merupakan hasil temuan kunjungan keluarga yang dilakukan oleh Pengurus Pusat (PP) bersama Pengurus Wilayah (PW) Muslimat Nahdlatul Ulama dan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), pada Kamis 29 Agustus 2024.

Kunjungan keluarga adalah bagian dari program kolaborasi YAICI bersama PP Muslimat NU yang bertujuan menggali informasi mengenai kebiasaan konsumsi keluarga yang memiliki anak yang terindikasi stunting ataupun gizi buruk. Selain itu, dilakukan juga edukasi langsung untuk orang tua mengenai pemenuhan kebutuhan gizi untuk anak.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan, temuan-temuan selama kunjungan keluarga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dan stakeholder terkait agar penanganan stunting di masyarakat menjadi lebih efektif.

“Kami mengunjungi lima keluarga yang memiliki anak terindikasi stunting di Lorong Bambu Kuning, Kec. Sukarami Kota Palembang untuk mencari tahu penyebabnya. Diantara yang dapat disampaikan adalah masih ada kebiasaan orang tua yang memberikan kental manis sebagai minuman susu untuk anak. Hal ini juga berkaitan dengan pola asuh yang diterapkan keluarga,” jelas Arif Hidayat, Sabtu (31/8).

Kekeliruan dalam pemberian susu tersebut pada umumnya terjadi karena kebiasaan keluarga yang mengkonsumsi kental manis secara rutin. “Ada satu anak masih berusia 2 tahun akhirnya ikut mengkonsumsi kental manis sebagai susu karena kakaknya sudah terlebih dahulu minum kental manis. Satu pouch biasanya mereka habis dalam 3-4 hari. Ada juga yang mencampur susu formula dengan kental manis, dengan alasan agar lebih ekonomis,” beber Arif.

Dalam kesempatan terpisah, PP Muslimat NU bersama YAICI juga diterima oleh jajaran Pemprov Sumatera Selatan. Dalam kesempatan itu, Kabid Kesmas Dinkes Propinsi Sumsel Dedi Irawan mengakui kebiasaan konsumsi kental manis oelh masyarakat menjadi salah satu penyebab prevalensi stunting sulit turun.

“Mungkin karena sudah tertanam dari lama bahwa kental manis itu adalah susu, masyarakat belum menydari kental manis itu tidak baik. Kami bahkan menemukan anak dibawah enam bulan ada yang diberi kental manis. Setelah dilakukan pengecekan ternyata sudah stunting,” jelas Dedi Irawan.

Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, Erna Yulia Sofihara mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti temuan persoalan dari kunjungan keluarga tersebut, salah satunya melalui pendampingan keluarga. “Saat ini kami juga sedang menggencarkan program Ibu Asuh stunting. Kelima keluarga tersebut selanjutnya akan didampingi oleh satu kader yang akan memonitor, mengedukasi dan memastikan keluarga tersebut menerapkan pemberian gizi yang cukup untuk anak dan keluarga dan PHBS. Keluarga juga akan mendapat sejumlah bantuan untuk pemenuhan gizi anak,” jelas Erna.