Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Jokowi terlalu banyak menanam benih kehancurannya sendiri. Kebohongan dan tipuannya selama ini sudah terbuka, tersisa hanya bisa membela diri dan inferior.
Kepribadian yang terbentuk di seputar kelemahan, cacat karakter yang selama ini merasa dirinya unggul saat saat berkuasa, kini sedang berada dalam kondisi ketakutan dan kekacauan.
Gelombang demo kebencian, caci maki, hujatan, ancaman agar segera seret ke pengadilan tidak mungkin lagi bisa dikendalikan dengan rekayasa apapun untuk mengendalikannya selain harus melarikan dari keadaan terburuk yang akan menimpanya
Semua kedoknya sudah menjadi bekas luka yang menganga menyingkap kesombongan, keangkuhan yang selama ini disembunyikan.
Tidak ada lagi pertahanan diri yang memadai selain mundur, bahkan bisa jadi peluangnya bunuh diri. Dalam posisi seperti ini Napoleon Bonaparte mengatakan : “Jangan pernah ikut campur dengan musuh sedang dalam proses bunuh diri”.
Pertahanan dan perlindungan yang telah di persiapkan selama ini, seperti Gibran sebagai Wakil Presiden, membangun politik dinasti, cetak biru membentuk KIM – Plus, memperkokoh relawan dengan macam macam bentuk garda sudah terlihat semua mulai berantakan.
Tersisa kekuatan taipan oligarki dan bantuan Xi Jinping ( RRC ) begitu lengser dari kekuasaannya di pastikan semua akan meninggalkannya.
Wajar mengeluh bahwa merasa mulai ditinggalkan para penjilatnya pada saat peralihan kekuasaan mereka semua sedang bermigrasi mencari tempat menggantung kembali sebagai penjilat pada penguasa yang baru.
Penguasa terburuk adalah adalah mereka yang egonya terlalu tinggi menyangka segala yang mereka lakukan benar dan layak di puji dan di sembah.
Titik nadir Firaun Jawa akan berahir sangat mengenaskan lahir dari got akan kembali ke got lorong gelap-gelap
Balas dendam rakyat yang lebih manis pada penguasa tiran adalah tindakan memberi *Firaun Jawa* tertawa yang terakhir sebagai manuver ahir sebelum gelombang demo akan menyapu bersih para penghianat negara.