By, Syafril Sjofyan *)
Ada kesan pada masyarakat tergambarkan dari kegiatan persiapan dan upacara kemerdekaan ke 79 “muncul” kerajaan Nusantara yang rajanya Jokowi dengan ibukota yang terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara di Kabupaten Kutai Kartanegara, di Kalimantan Timur, dengan nama IKN.
Disisi lain ada Republik Indonesia NKRI dengan ibukota Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Semua pusat kegiatan eksekutif, legislatif, yudikatif, pusat kegiatan keamanan Kepolisian dan TNI, semua kantor pusat Orpol, Ormas serta Kantor Kedutaan Negara di Dunia berada di DKI Jakarta.
Kenapa ada kesan demikian?. Pertama, Pada kegiatan baik persiapan maupun penyelenggaraan di IKN narasi maupun logo ataupun penulisan yang dimunculkan di media, khususnya pada media TV mainstream. Ibu Kota Nusantara Baru, tanpa embel-embel tulisan Indonesia.
Kedua, di IKN baru ada Istana dengan segala atribut pestanya. Jika disaksikan melalui layar kaca melalui pakaian kebesaran “seorang raja” Jokowi muncul melangkah dari Istana Ibu Kota Nusantara dengan latar Garuda? Atau Kelelawar?. Dari bentuk visualnya menurut berbagai kalangan termasuk para ahli, arsitek, seniman dan masyarakat umum serta viral.
Latar Istana Nusantara sama sekali tidak menggambarkan Burung Garuda sebagai lambang Negara NKRI. Lebih kelihatan sebagai latar raksasa kelelawar. Secara faktual saksikan foto dan video Istana Ibu Kota Nusantara (Baru?).
Ketiga, Apa yang dilakukan rejim Jokowi terhadap penampilan dan pencitraan Ibu Kota Nusantara Baru (IKN). Merubah tata cara baku yang tidak lagi Pancasilais. Melalui Yudian Wahyudi sebagai Ketua Badan kelembagaan yang berada langsung dibawah Presiden Jokowi. Barisan Pengibar bendera diharuskan membuka jilbab.
Jokowi mengetahui?. Yudian tentu tidak gegabah. Sebagai bawahan dipastikan berkonsultasi kepada atasannya. Apa tujuan tanpa jilbab. Tentunya visualisasi melalui barisan Pengibar Bendera. Menjadi titik utama perhatian pada saat upacara. Di Ibu Kota Nusantara barisan tersebut tidak satupun yang “beragama” khususnya Islam. Tergambarkan barisan tanpa ada yang berjilbab. Pada “kerajaan” Nusantara?. Skenario visual untuk diperlihatkan kepada masyarakat dunia?.
Karena Kabupaten Penajem Paser Utara masih berada dalam kekuasaan NKRI dengan dasar Pancasila. Kegiatan blunder tersebut mendapat reaksi sangat keras dari ormas Islam di Indonesia termasuk kepala-kepala daerah di Indonesia.
Pernyataan protes dari Muhammadiyah, PBNU, bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terdiri dari 87 ormas Islam. Sangat keras. Menyatakan tindakan pelarangan jilbab tersebut melanggar aturan, UU, UUD 45 serta Pancasila. Sehingga Yudian Wahyudi harus dipecat!.
Walaupun Yudian sudah minta maaf. Pelanggaran konstitusi sudah terjadi. Menampilkan barisan Pengibar Bendera tanpa jilbab sewaktu Jokowi melakukan pengukuhan. Skandal yang meresahkan masyarakat di seantero Republik Indonesia. Jokowi sama sekali tidak berkomentar. Walaupun langsung menjadi tanggung jawabnya.
Jika berkaca kepada ketatanegaraan. Pelanggaran konstitusi secara kasat mata. Tidak saja Yudian dipecat. Tetapi Jokowi sebagai atasan Judian juga harus bertanggung jawab. Pemakzulan sebagai Presiden Indonesia sesuai ketentuan UU yang berlaku di Indonesia. Mudah-mudahan Jokowi menjadi “raja betulan” di Kerajaan Nusantara Baru.
Selamat HUT Kemerdekaan ke 79 Republik Indonesia. Merdeka!
Bandung, 17 Agustus 2024
*) Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen APPTNI