Jangan Salahkan PKS Anies Gagal Maju Pilgub Jakarta, Demokrasilah yang Bermasalah

Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik

Deadline pendaftaran Cagub – Cawagub Jakarta, tanggal 27-29 Agustus 2024, tinggal beberapa hari lagi. PKS, tak mampu berbuat banyak jika akhirnya tak memiliki mitra untuk mendaftarkan Anies sebagai Cagub di Pilgub Jakarta. Sebabnya sederhana, 18 kursi yang dimiliki PKS, kendati perolehan kursi terbesar di Pemilu DKI Jakarta, tetap saja tak cukup untuk membeli tiket maju Pilgub.

KPUD Jakarta telah menetapkan, bahwa syarat minimum dukungan pencalonan adalah 22 kursi. PKS masih butuh tambahan kursi, meskipun hanya kurang 4 kursi.

NasDem memang mendukung Anies, tapi dengan syarat Cawagubnya bukan dari PKS. Jadi sebenarnya, NasDem tidak sedang mendukung Anies, malah sedang ‘Menjegal Anies’.

10 Kursi yang dimiliki NasDem, tidak digunakan untuk menambah 18 kursi yang dimiliki PKS, agar Anies bisa maju Pilgub. Tetapi NasDem berdiri sendiri dengan 10 kursinya, mengusung Anies.

Posisi Anies, makin terpuruk. Maju dengan 18 kursi PKS tak bisa, maju dengan 10 kursi Nasdem juga tak cukup. Lebih Tak mungkin, mengkondisikan Surya Paloh agar 10 kursi NasDem diberikan kepada Anies untuk melengkapi 18 kursi PKS.

Syarat Cawagub diserahkan ke Anies, itu cuma basa basi NasDem untuk menjegal Anies dan merebutnya dari PKS. Faktanya, Anies tak memiliki kedaulatan untuk menentukan Cawagubnya. Akhirnya, Surya Paloh yang berkuasa.

Sama seperti saat Pilpres dulu. NasDem mendukung Anies, Cawapres diserahkan ke Anies. Faktanya, cak Imin menjadi Cawapres itu bukan pilihan Anies, tetapi pilihan Surya Paloh.

Saat ini, PKS tidak bisa disalahkan jika akhirnya mendepak Anies dan gabung ke KIM Plus. Sejumlah dalih legitimasi pilihan itu, sudah dipersiapkan PKS, bahkan oleh influencer PKS.

Misalnya saja, beredar tulisan yang mempersoalkan narasi ‘Anies selalu Protagonis, PKS selalu antagonis’. Memang tak adil, kalau Anies gagal maju yang disalahkan selalu PKS. Padahal, Anies sudah diberi 18 kursi, tinggal mencari 4 kursi, tapi hingga 4 Agustus Anies tak mampu membawa 1 pun kursi tambahan untuk mendukung pencalonannya.

Anies sendiri bukan tak mau, tapi memang tak mampu dan tak berdaya. Anies bukan Ketum Parpol, tak punya fraksi. Jadi, tak punya kursi untuk memenuhi 4 kursi tambahan yang diminta PKS. Jadi, tak bisa juga menyalahkan Anies.

Klo NasDem, bisa disalahkan. Kenapa NasDem tak deklarasikan Anies Plus Sohibul Iman, sehingga 10 kursi milik NasDem di DKI Jakarta, bisa melengkapi 18 kursi PKS untuk mencalonkan Anies.

Tapi tunggu dulu, NasDem juga tak bisa disalahkan. Terserah NasDem, mau mengusung Anies saja, atau dengan Wakil lainnya. NasDem puna AD ART sendiri, AD ART NasDem berbeda dengan AD ART PKS, juga berbeda dengan visi misi Anies.

Sehingga, jika NasDem punya syarat tersendiri dalam mengusung Anies, kendati itu sebenarnya manuver NasDem untuk membegal Anies dari PKS, itu hak NasDem. NasDem adalah partai mandiri, independen, tidak dibiayai PKS atau Anies.

Hasto PDIP yang menyebut ada upaya menjegal Anies di Pilkada DKI Jakarta, itu juga hanya menunggangi perpecahan ini. Klo pro Anies, PDIP semestinya merapat ke PKS dan bersama PKS mengusung Anies. Selesai. Karena, suara PDIP dan PKS cukup untuk mengusung Anies. Bukan hanya jadi tukang kompor.

Sebaliknya kita, rakyat, para pembaca artikel ini, juga jangan terlalu ke-PD-an, mengatur parpol agar ikut keinginan kita, karena kita statusnya hanya pemilih. Kita, hanya bisa memilih calon pemimpin yang disediakan oligarki dan partai politik. Jadi, yang berdaulat menentukan pemimpin itu oligarki dan parpol, bukan kita, kita rakyat cuma dijadikan kerbau yang dicucuk hidungnya, masuk TPS dan memberikan legitimasi atas formula kepemimpinan yang telah ditentukan oligarki dan partai politik.

Jangan salahkan PKS, jika akhirnya merapat ke KIM plus. Dengan kompensasi bergabung dengan Kabinet Prabowo Gibran. Wong di Pilgub Sumut saja PKS mendukung Bobby Nasution. Hak PKS, menjadi pragmatis dan berburu kekuasaan. Karena partai dibentuk memang untuk tujuan berburu kekuasaan.

Jangan salahkan pula KIM yang mengusung Ridwan Kamil dan menggoda PKS dan PKB agar satu gerbong dalam Pilkada Jakarta. Itu adalah konsekuensi politik dalam demokrasi, serba oportunis, serba pragmatis.

Mulai saat ini, salahkan kita sendiri. Salahkan rakyat, yang mau ditipu berulangkali oleh sistem politik demokrasi.

Oh maaf, jangan pula salahkan rakyat. Salahkan kita, yang tidak berdakwah, mengedukasi rakyat, bahwa peta jalan perubahan itu bukan dengan demokrasi. Melainkan, dengan dakwah Islam dengan target menegakkan Khilafah untuk menerapkan hukum Al Qur’an dan as Sunnah.

Sudah saatnya, kita ingatkan rakyat agar jangan tertipu dengan demokrasi. Semua partai dalam sistem demokrasi, pasti akan pragmatis, oportunis, mengecewakan. Tidak akan pernah ada partai konsisten dalam sistem demokrasi.

Sudah saatnya, kita arahkan rakyat konsisten dengan dakwah Islam. Konsisten dengan seruan syariah dan khilafah. Konsisten menapaki jalan dakwah yang meneladani thariqoh dakwah Rasulullah Saw. [].