Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi)
Awal diumumkan Covid-19 secara resmi oleh Presiden RI terjadi hanya di sekitar Jakarta, tetapi situasi ini telah meluas dan mulai menyebar ke berbagai daerah di negeri ini.
Bagi banyak kalangan, awalnya musibah ini terasa jauh dan tak terjangkau nyata. Apalagi asumsi penyebaran awalnya hanya pada mereka yang pernah bepergian ke luar negeri atau punya teman dari luar negeri. Namun faktanya, virus Covid-19 tiba-tiba telah massif, menyebar ke semua kalangan dan seola kemudian menyentakan kesadaran kita semua, virus itu bisa ada di sekitar kita, lewat siapa saja. Mereka yang kita kenal ataupu tidak.
Corona (Covid-19) telah ditetapkan WHO sebagai pandemi. Sebuah wabah global yang melintas batas negara, ras dan geografi. Kini virus corona (Covid-19) pun telah dianggap menjadi pemicu krisis. Krisis akibat wabah Covid-19 secara umum berdampak pada tiga aspek sekaligus.
Pertama, dampak psikologis seperti kepanikan dan ketakutan.
Kedua, dampak fisik yang membuat tubuh menjadi rentan tertular apalagi saat bekerja.
Ketiga, dan yang paling krusial, adalah dampak keuangan seperti adanya biaya tidak terduga untuk membeli produk sanitasi atau alat bantu proteksi diri. Kemudian dampak keuangan yang paling dikhawatirkan adalah kekurangan atau kehilangan pendapatan, terutama bagi mereka yang pendapatannya mengandalkan pemasukan harian seperti di sektor informal, maupun pedagang kecil dan lain sebagainya.
Bagi kelas atas hingga kelas menengah, bisa jadi situasinya lebih aman karena masih ada gaji dan sebagian memiliki tabungan. Namun, bagi pekerja lepas di berbagai sektor informal atau pedagang yang mengandalkan pendapatannya dari aktivitas bisnis harian, mereka tentu saja harus bekerja lebih keras untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk dari dampak krisis pandemi ini.
Mereka karena situasinya rentan, tentu saja bertambah kesulitannya. Sulit untuk mendapatkan penghasilan, ditambah sulit pula untuk memiliki kemampuan memproteksi diri dari ancaman Covid-19, termasuk untuk melindungi keluarga mereka di rumah.
Situasi krisis ini pada dasarnya berimbas pada semua sektor kehidupan, baik yang sifatnya individual maupun kolektif, termasuk pula lembaga zakat. Lembaga-lembaga zakat di tengah krisis ini tak tinggal diam, ia bergerak mengurangi dan membantu dampak krisis, dan saat yang sama, ia juga menjaga diri dan organisasinya dari terpaan krisis yang terjadi.
Secara ekonomi, prediksi sejumlah otoritas menyebutkan, akan ada kemungkinan pelambatan bahkan penurunan pertumbuhan ekonomi, baik di tingkat global maupun nasional. Dan hal ini tentu saja tak boleh diabaikan oleh lembaga zakat.
Lembaga zakat harus terus bekerja untuk umat yang membutuhkan, terutama menjaga kelompok rentan yang diisi para dhuafa yang umumnya fakir dan miskin dan tak punya kemampuan cukup untuk bisa survive dengan mudah.
Mereka yang selama tidak ada krisis Covid-19 saja tak leluasa ekonominya, kini semakin rentan dan bisa jatuh pada kesulitan yang lebih parah. Mereka yang sebelum krisis ini saja tak mudah menutupi kebutuhan dasarnya untuk keluarga mereka, terutama untuk biaya makan, minum, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan dasar mereka, kini semakin terpuruk situasinya akibat merebaknya krisis Covid-19 ini.