Jokowi Harus Diadili, Minta Maafnya Hanya Lip Service

Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Pernahkah Jokowi berkata benar, walau sekali ? Sepertinya belum pernah Setiap perkataan Jokowi harus selalu ditafsirkan terbalik. Itu saking terlalu seringnya berdusta sehingga telah membentuk image di masyarakat kalau perkataan Jokowi selalu bohong. Jika tidak bohong dan benar-benar menyesalinya, pasti Jokowi langsung mengundurkan diri. Tapi di akhir pemerintahannya justru Jokowi terus secara simultan tindakannya menjerumuskan bangsa dan negara.

Jika pun meminta maafnya benar-benar tulus, semua itu tidak akan menggugurkan segala tuntutan hukum yang bakal dikenakan kepada dirinya

Perbuatan memaafkan hanya berlaku untuk kesalahan yang bersifat personal dan tanpa berkaitan dengan hal-hal yang merugikan orang lain, baik berupa pengambilan hak orang lain, kedzaliman, maupun pelecehan orang lain secara fisik, martabat, dan kehormatan diri.

Segala hal yang berhubungan dengan kedzaliman, pengambilan hak, pelecehan fisik, martabat dan kehormatan diri harus diberlakukan hukum balas (had dan qishash) sampai seluruh hak-haknya terpulihkan.

Dari seluruh perbuatan Jokowi selama 10 tahun telah melakukan semua bentuk kejahatan dan kedzaliman, baik yang berkaitan dengan pengambilan hak orang lain, pelecehan fisik, martabat dan kehormatan bahkan telah melanggar dan merusak tatan hukum dan etika yang selama ini selalu dijunjung tinggi.

Jokowi tidak memiliki kebaikan sedikit pun, karena dari awal iktikadnya sudah buruk dengan memaksakan kehendak dan merekayasa aturan persyaratan administrasi untuk mendapatkan sebuah jabatan, mulai dari memalsukan ijazah, memalsukan gelar, memalsukan identitas diri, dan memalsukan latar belakang keluarga.

Jabatan adalah amanah yang menuntut konsekuensi pemenuhuhan kewajiban dan pertanggungjawaban kepada publik. Tapi semua itu tidak ada yang dipenuhi Jokowi, sehingga di akhir masa jabatannya Jokowi mau lari dari tanggung jawab, lepas tangan, dan seolah tidak melakukan kekajahatan yang super besar.

Jika diklasifikasikan, kejahatan Jokowi bisa terhimpun kedalam 7 bentuk kejahatan :

Pertama, Kejahatan administarasi
baik berupa pemalsuan ijazah, gelar, sampai asal-usul keluarganya

Kedua, Kejahatan konstitusi
Baik perupa pembuatan Undang-undang yang tidak prosedural dan mengabaikan tata tertib, penggantian pasal-pasal yang semula untuk melindungi rakyat diganti jadi melindungi oligarki taipan dan kroninya, juga terjadinya konstitusi secara berulang-ulang tapi terbebas dari jerat hukum

Ketiga, Kejahatan moral dan etika
Jokowi benar-benar telah membuang jauh moral dan etika, termasuk moral dan etika hukum. Pelolosam Gibran dan Kaesang sebagai cawapres dan cagub/cawagub telah menginjak-injak norma dan etika.

Keempat, Kejahatan kemanusiaan
Pembantaian 6 laskar FPI, Pembunuhan para ulama, tragedi Kanjuruhan, kematian 894 petugas KPS, dll. semuanya diduga dalangnya adalah Jokowi.

Kelima, Kejahatan Tata Kelola Negara
Diberlakukannya sistem ordal, KKN, pengangkatan orang-orang bermasalah, merajalelanya mafia, korupsi, perjudian, lgbt, prostitusi telah merusak sistem tata negara yang telah dipertahankan para presiden pendahulunya

Keenam, Kejahatan Pengkhianatan kepada Negara
Jokowi telah membiarkan sumber days Alam dikeruk Asing dan Aseng, menjual negara kepada China, dan menyusupkan pejabat China di berbagai instansi strategis, sertar membiarkan TKA China eksodus ke Indonesia adalah bentuk pengkhianatan Jokowi kepada negara.

Ketujuh, Kejahatan syariat Agama Islam
Baik memelihara islamopobia, menghapus berbagai aturan hukum bersyariah, memusuhi ulama garis lurus, mengadu domba umat Islam, dan membiarkan kesesatan meraja lela, dll.

Terlalu banyak dosa dan pelanggaran konstitusi. Di tangan Jokowi, negara telah dibuat hancur lebur karena kebodohan, kesombongan, dan ketamakan. Jokowi harus diadili dengan dihukum seberat-beratnya, jika memungkinkan dengan hukuman mati untuk menjadi pelajaran bagi para perusak negara.

Minta maaf Jokowi hanya pura-pura, maka tidak perlu ditanggapi.

Bandung, 28 Muharram 1446

Simak berita dan artikel lainnya di Google News