Masyarakat tidak perlu berlebihan berziarah kubur terlebih lagi banyak makam palsu diklaim pihak tertentu dari kalangan Ba’alawi. Masyarakat lebih baik berziarah makam ke orang tua, guru dan orang-orang yang jelas jasanya.
“Katanya ada maqam-maqam palsu ya? Makanya jangan berlebihan soal ziarah kubur. Utamakan ke maqam orangtua, guru dan orang-orang yang jelas jasanya bagi masyarakat. Cukup,” kata Wakil Katib Syuriah PWNU Jakarta KH Taufik Damas di akun X, Ahad (4/8/2024).
Budayawan dan Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar, Raden Tumenggung Dr. Arif Muzayin Shofwan Dwijodipuro, M.Pd menyatakan bahwa fenomena “ronsen kuburan” atau pemalsuan makam oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab adalah ancaman serius bagi integritas sejarah lokal.
“Fenomena ini terkadang tidak hanya berasal dari kelompok yang mengaku habib, tetapi juga dari kelompok lainnya. Jika tidak ditangani dengan hati-hati, bisa menimbulkan kebencian dan perpecahan di antara kelompok-kelompok masyarakat,” ujarnya, Selasa (25/6/2024).
Arif Muzayin Shofwan mengapresiasi kebijakan Pemkab Blitar yang telah menerapkan Peraturan Bupati Blitar nomor 43 tahun 2015. Peraturan ini membahas Hak Asal Usul dan Kewenangan Desa, yang mencakup perawatan makam atau petilasan cikal-bakal desa, serta pelestarian tradisi dan seni budaya lokal.
“Dalam merawat situs bersejarah, Pemkot Blitar perlu mencontoh Pemkab Blitar. Peraturan ini sangat komprehensif dalam melindungi makam-makam leluhur dan tradisi budaya desa. Langkah-langkah seperti ini sangat penting untuk mencegah klaim sepihak dan pemalsuan makam oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” jelas Arif.
Peraturan ini mencakup berbagai aspek penting seperti perawatan makam atau petilasan cikal-bakal (proklamator) desa, kegiatan budaya seperti sedekah bumi, sedekah laut, ziarah kubur, dan pelestarian seni budaya lainnya. Menurut Arif, inisiatif semacam ini harus diadopsi oleh Pemkot Blitar untuk melindungi warisan budaya yang ada.