Forum Pembela Trah Walisongo: Habib Luthfi Membelokkan Sejarah Pembangunan Selokan Mataram Yogyakarta

Anggota Wantimpres yang juga ulama kharismatik Habib Luthfi bin Yahya membelokkan sejarah pembangunan selokan Mataram Yogyakarta.

“Saya baca buku berjudul berjudul Cahaya dari Nusantara: Maulana Habib Luthfi bin Yahya. Pada hal 350 ada judul “Karamah Habib Hasan Singobarong” tertulis Sri Sultan Hamengkubuwana I memerintahkan membuat Selokan Mataram untuk menampung lahar. Ini jelas pembelokan sejarah,” kata Forum Pembela Walisongo KRT Mangun Wiharjo Kusumo dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Sabtu (3/7/2024).

Menurut Mangun, sejarah pembangunan Selokan Mataram atas perintah Sri Sultan Hamengkubuwana IX. “Saya berharap pihak Keraton Yogyakarta melakukan somasi dan proses hukum kepada Luthfi bin Yahya,” tegasnya.

Kata Mangun, Luthfi bin Yahya berusaha memasukkan keluarganya dalam Keraton Yogyakarta. “Dalam sejarah Keraton Yogyakarta tidak ada nama Habib Hasan Singobarong. Ini karangan imajinasi Luthfi bin Yahya,” paparnya.

Mangun mengatakan, pembelokan sejarah oleh Luthfi bin Yahya telah melukai Keraton Yogyakarta. “Semoga ada yang berani mengungkap kebohongan-kebohongan Luthfi bin Yahya,” pungkasnya.

Dikutip dari Wikipedia, Selokan Mataram sepanjang 30,8 km ini dibangun pada masa pendudukan Jepang. Saat itu, Jepang menggalakkan romusha di Indonesia untuk mengeksploitasi sumber daya alam maupun untuk membangun sarana dan prasarana guna mendukung upaya perang Jepang melawan Sekutu di Pasifik.

Raja Yogyakarta saat itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX kemudian memikirkan cara untuk menghindarkan warga Yogyakarta dari romusha. Sultan lalu melaporkan kepada Jepang bahwa Yogyakarta adalah daerah yang minus dan kering, serta hasil buminya hanya berupa singkong dan gaplek.

Sultan pun mengusulkan kepada Jepang agar warga Yogyakarta diperintah untuk membangun sebuah kanal irigasi guna menghubungkan Sungai Progo di sisi barat dan Sungai Opak di sisi timur. Dengan kanal irigasi tersebut, lahan pertanian di Yogyakarta yang saat itu kebanyakan masih berupa lahan tadah hujan, diharapkan dapat diairi pada musim kemarau, sehingga dapat ditanami padi dan dapat memenuhi kebutuhan pangan dari warga Yogyakarta maupun pasukan Jepang.

Usul Sultan tersebut kemudian disetujui oleh Jepang, sehingga warga Yogyakarta tidak perlu mengikuti romusha, karena difokuskan untuk membangun sebuah kanal irigasi yang kemudian dikenal dengan nama Kanal Yoshiro dan kini dikenal dengan nama Selokan Mataram.