Penegakan Hukum Terhadap Penyebaran Ajaran dan Organisasi Zionisme di Indonesia

Oleh: Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H.

Konstitusi telah memberikan jaminan kebebasan beragama kepada semua orang. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 28E ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya”. Dengan demikian, setiap ajaran agama yang sah sebagaimana diakui oleh negara tentunya wajib dilindungi dalam hal pelaksanaan ajaran agamanya tersebut.

Setiap agama tentu di dalamnya mengandung dimensi ajaran, yang masing-masingnya terdapat perbedaan secara prinsipil. Dengan demikian tidak dapat dibenarkan adanya percampuran ajaran agama untuk menjadi satu kesatuan sebagaimana dikehendaki oleh paham liberalisme dan pluralisme. Paham demikian bertentangan dengan ajaran agama yang diakui di Indonesia dan bahkan dapat menimbulkan gangguan terhadap ketertiban umum.

Selain paham liberalisme dan pluralisme terdapat pula gerakan atas nama agama, yakni ajaran Yahudi hasil kerja Illuminati – Freemasonry. Patut dipahami bahwa ajarannya sudah tidak asli lagi dan banyak penyelewengan. Pemahaman ajarannya jelas berbeda dengan agama yang diakui di Indonesia. Selain itu, juga tidak dapat dipertemukan dengan agama lain yang ada di Indonesia, dan bahkan paham ajarannya hendak menghapus keberadaan agama lain. Terlebih lagi pemahaman ajarannya mengandung agenda politik internasional Zionis Israel guna penguasaan suatu negara. Jadi, tidak benar dikatakan bahwa Yahudi dewasa ini adalah termasuk ajaran agama yang sah dengan menunjuk pada Abrahamic Religions. Demikian itu adalah kebohongan.

Kita ketahui, bahwa konspirasi Zionis di Indonesia telah ada semenjak lama. Kehadirannya berbarengan dengan masa kolonialisme Belanda. Sebagai suatu komplotan rahasia, Zionis memiliki salah satu sayap yang diandalkan yakni Rotary Club. Rotary Club itu sendiri merupakan derivasi Freemasonry international. Infiltrasi Rotary Club adalah agar para anggotanya mengikuti agama yang dianut, namun juga menerima persamaan dengan agama yang lainnya. Tahap selanjutnya mendekatkan antaragama dan menghapus segala perbedaan keagamaan yang ada.

Sejarah mencatat Presiden Soekarno telah membubarkan dan melarang keberadaan Freemasonry di Indonesia. Melalui Keppres Nomor 264 Tahun 1962, keberadaan organisasi Rotary Club dinyatakan sebagai organisasi terlarang.

Saat ini kita dihadapkan dengan keberadaan American Jewish Committee (AJC). Organisasi advokasi Yahudi yang didirikan pada tahun 1906 ini merupakan Dekan Organisasi Yahudi Amerika dan menginginkan sebagai Pusat Advokasi Global Israel. Keberadaan organisasi ini harus diwaspadai dengan seksama. Kepentingan Zionis Israel masuk dan berkembang di Indonesia melalui organisasi tersebut. Berbagai lobi-lobi dan pendekatan lainnya, seperti kemanusiaan, pendidikan dan lain sebagainya hanyalah sebagai siasat belaka.

Gerakan Zionis Israel merupakan ancaman nirmiliter yang hendak mengubah keyakinan dan pandangan bangsa Indonesia terhadap Pancasila. Oleh karena itu fungsi deteksi dini harus diberdayakan dengan seoptimal mungkin.

Penyebaran atau pengembangan paham yang didasarkan dari ajaran agama yang menyimpang atau bertentangan dengan Pancasila dapat dipidana dan termasuk juga organisasinya. Hal Ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam kaitannya dengan paham ajaran Zionisme, maka aparat penegak hukum harus proaktif menyikapi masuk dan berkembangannya ideologi transnasional Zionis Israel yang sesat dan menyesatkan itu. Termasuk juga organisasi-organisasi yang berafiliasi guna kepentingan politik Zionis Israel.

Ajaran Yahudi tergolong suatu paham lain yang bertentangan dengan Pancasila dan oleh karenanya setiap orang yang menyebarkan dan mengembangkannya menurut ketentuan Pasal 188 KUHP ayat (1) KUHP dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. Rumusan ini menunjuk pada penyebaran dan pengembangan suatu paham lain yang bertentangan dengan Pancasila tanpa mensyaratkan adanya suatu akibat. Ketiadaan akibat menunjukkan rumusan ayat (1) ini adalah delik formil. Selain itu, tidak pula perlu dibuktikan unsur kesengajaan (mens rea), sebab tidak ada rumusan demikian.

Apabila perbuatan dimaksudkan untuk mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, maka berlaku ketentuan ayat (2) dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. Keberlakuan ayat ini berbeda dengan ayat sebelumnya. Unsur kesengajaan disebutkan secara tegas yakni “dengan maksud”, yang bermakna “perbuatan dan akibat” yang terjadi adalah memang “diketahui atau dikehendaki” oleh pelaku. Sifat delik pada ayat ini adalah delik formil dan oleh karenanya tidak memerlukan adanya akibat berupa terjadinya pengubahan atau penggantian Pancasila.

Selanjutnya menyangkut keberadaan organisasi Zionis yang ada di Indonesia maupun afiliasinya dapat dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 189 KUHP. Pemidanaan dikenakan terhadap perbuatan mendirikan organisasi dan termasuk mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada atau menerima bantuan dari organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri.

Pada perbuatan pendirian organisasi tidak dipersyaratkan terjadinya akibat. Cukup dengan “diketahui atau patut diduga” bahwa pendirian organisasi tersebut menganut paham lain yang bertentangan dengan Pancasila. Pada perbuatan mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada atau menerima bantuan dari organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri dipersyaratkan penilaian “sepatutnya diketahui” bahwa perbuatan mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan tersebut terhubung dengan paham lain yang bertentangan dengan Pancasila dan dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah. Rumusan demikian adalah juga termasuk delik formil. Namun demikian, unsur “dengan maksud” harus dapat dibuktian terkait dengan organisasi – baik di dalam maupun di luar negeri – dengan tujuan mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah. Ancaman terhadap perbuatan ini adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Patut dipahami bahwa ketentuan yang diatur dalam 188 KUHP dan Pasal 189 KUHP adalah bukan delik aduan. Dengan demikian tidak memerlukan adanya aduan. Poses penegakan hukum dapat dilaksanakan tanpa harus menunggu adanya laporan dari masyarakat terlebih dahulu. Indonesia harus mampu dibebaskan dari cengkeraman Zionisme yang sangat membahayakan Pancasila dan masa depan NKRI. Demikian, semoga bermanfaat.