Oleh: Agusto Sulistio
Dalam novelnya, penulis terkenal Harper Lee melalui karakter Atticus Finch yang berjudul “To Kill a Mockingbird” mengajarkan pentingnya keberanian moral dalam kepemimpinan. Pesan ini sangat relevan bagi pemimpin masa kini yang dihadapkan pada berbagai tantangan dan tekanan. Keberanian untuk membuat keputusan yang sulit demi kesejahteraan rakyat adalah mengambil keputusan yang benar demi kesejahteraan masyarakat, meskipun tidak populer.
Mari kita bandingkan prinsip ini dengan kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi untuk melihat bagaimana keberanian moral diimplementasikan dan dampaknya terhadap rakyat.
Keputusan Infrastruktur Besar-besaran
Jokowi telah menggalakkan pembangunan infrastruktur besar seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, dan kereta api. Salah satu contoh adalah proyek Jalan Tol Trans Jawa yang dimulai pada tahun 2015 dan selesai pada tahun 2019, diresmikan pada Desember 2018.
Proyek ini bertujuan meningkatkan konektivitas dan pertumbuhan ekonomi. Namun, kritik muncul bahwa proyek ini lebih menguntungkan investor daripada masyarakat umum. Biaya tol yang tinggi memberatkan masyarakat menengah ke bawah, sementara keuntungan besar diraup oleh perusahaan konstruksi dan operator tol.
Meskipun pembangunan infrastruktur merupakan langkah strategis untuk pertumbuhan jangka panjang, beberapa pakar dan pengamat berpendapat bahwa kebijakan ini kurang memperhatikan kebutuhan mendesak dari masyarakat miskin dan marginal yang segera membutuhkan perbaikan dalam kesejahteraan sehari-hari. Empati terhadap kebutuhan langsung rakyat terabaikan dalam prioritas pembangunan yang lebih bersifat fisik dan jangka panjang.
Omnibus Law Cipta Kerja
Pada Oktober 2020, pengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) atas usulan Jokowibuntuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja bertujuan meningkatkan daya saing ekonomi. Namun faktanya UU ini dikritik banyak pihak karena mengurangi perlindungan bagi pekerja dan merusak lingkungan. Banyak pihak merasa kebijakan ini lebih menguntungkan investor asing dan pengusaha besar daripada pekerja lokal dan masyarakat kecil.
Penghapusan Subsidi Bahan Bakar
Pada akhir 2014 hingga awal 2015, dilakukan kebijakan penghapusan subsidi bahan bakar untuk mengurangi beban anggaran negara. Langkah Jokowi ini dianggap berani untuk mengurangi beban fiskal dan mengalokasikan dana untuk proyek infrastruktur dan program sosial. Namun hasilnya banyak masyarakat menengah ke bawah merasakan dampak negatifnya, kenyataan yang dihadapi dari kenaikan harga bahan bakar justru mempengaruhi biaya hidup rakyat sehari-hari.
Reklamasi Teluk Jakarta
Proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta bertujuan mengembangkan kawasan perumahan, komersial, dan rekreasi baru. Proyek kontroversi ini banyak dikritik karena dampak lingkungan yang parah dan penggusuran warga pesisir. Banyak nelayan kehilangan mata pencahariannya, dan reklamasi ini lebih menguntungkan pengembang besar daripada masyarakat umum. Protes dari nelayan dan aktivis lingkungan menyoroti dampak buruk dari proyek ini.
Kartu Prakerja
Program Kartu Prakerja yang diluncurkan pada April 2020 untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja dan membantu mereka yang terkena dampak ekonomi pandemi COVID-19. LSM dan aktivis menyoroti dan mengkritisi program karena dianggap kurang efektif dan tidak tepat sasaran. Banyak peserta mengeluhkan pelatihan yang tidak relevan atau berguna dalam mendapatkan pekerjaan. Beberapa penyedia pelatihan diduga memiliki konflik kepentingan, menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas.
Relokasi Ibu Kota Negara
Rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur diumumkan pada Agustus 2019. Keputusan ini bertujuan mengatasi masalah di Jakarta seperti kemacetan dan penurunan tanah. Namun, kritik muncul terkait biaya yang sangat besar, dampak lingkungan yang negatif dan keputusan Jokowi terkait HGU 190 tahun bagi investor IKN. Proyek ini dinilai ambisi Jokowi serta menguntungkan kontraktor besar dan pengembang properti daripada rakyat biasa. Kritik dari ahli lingkungan, ekonom, dll mempertanyakan biaya yang tinggi, dampak lingkungan, dampak sosial proyek dan panjangnya masa Hak Guna Usaha selama 190 tahun bagi investor dapat mengancam kedaulatan negara.
Menyemai Simpatik Menuai Derita
Beberapa kebijakan Presiden Jokowi menunjukkan keberanian moral dalam mengambil keputusan sulit yang tidak populer, mirip dengan sikap Atticus Finch dalam novel “To Kill a Mockingbird”. Namun, dampaknya kerap merugikan rakyat secara langsung, salah satunya pembangunan infrastruktur yang ugal-ugalan, meningkatkan konektivitas tetapi bea masuk tol tinggi, menimbulkan pembiayaan dan hutang yang tinggi, korupsi, penyelewengan kekuasaan atas lahan warga, penggusuran, serta aksesibilitas yang terbatas mengurangi manfaatnya bagi masyarakat umum.
Dari fakta diatas dapat dimaknai bahwa kebijakan Jokowi hanya menyemai simpatik diawal, namun akhirnya menuai derita rakyat yang tak berdosa. Jokowi telah melanggar pesan Atticus Finch, tokoh utama dalam novel terbitan tahun 1960 “To Kill a Mockingbird” karya Harper Lee. Mockingbird adalah
burung yang hanya bernyanyi untuk menyenangkan orang lain dan tidak merugikan siapa pun. Membunuh mockingbird adalah tindakan yang kejam dan tidak beralasan karena mereka tidak melakukan apa pun selain memberikan kebahagiaan.
Penutup
Keberanian moral dalam mengambil keputusan sulit oleh Presiden Jokowi memang tampak dalam beberapa kebijakan dan proyek besar. Namun, hasil akhirnya sering kali tidak sesuai harapan, mengakibatkan penderitaan rakyat, khususnya yang terdampak langsung proyek, namun disisi lain menguntungkan investor atau pihak tertentu daripada masyarakat luas. Dampak negatif, baik dalam bentuk kerugian biaya negara maupun dampak sosial dan lingkungan, perlu diperhatikan agar kebijakan-kebijakan tersebut benar-benar membawa kesejahteraan bagi rakyat, sesuai dengan prinsip-prinsip keberanian moral yang diajarkan oleh Atticus Finch dalam novel “To Kill a Mockingbird” yang menggarisbawahi pentingnya melindungi dan menghargai kepolosan dan kebaikan rakyat, dan alam semesta dalam dunia yang sering kali tidak adil.
Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu 28 Juli 2024, 08:36 Wib.
(*)