Muhammadiyah dan NU dijadikan keset Rezim Joko Widodo (Jokowi) dengan menyetujui pengelolaan tambang. Selama ini pengelolaan tambang banyak merusak lingkungan.
“Menyetujui mengelola tambang Muhammadiyah dan NU hanya akan dijadikan keset oleh rezim Jokowi,” kata sastrawan politik Ahmad Khozinudin kepada redaksi www.suaranasional.com, Ahad (28/7/2024).
Kata Khozinudin, Muhammadiyah dan NU dijadikan sasaran kemarahan rakyat. Padahal, hanya menikmati secuil kue tambang, namun akan menggadaikan kewajiban amar Ma’ruf nahi mungkar.
“Lidah Muhammadiyah dan NU akan kelu, karena sudah disumpal suap duit tambang,” tegasnya.
Semestinya, Muhammadiyah dan NU mendorong Wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang berasal dari wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), diserahkan kepada BUMN sebagai badan usaha milik negara, hasilnya akan menopang APBN untuk melayani kepentingan seluruh rakyat.
“Bukan hanya Wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang berasal dari wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), seluruh konsesi dan ijin tambang baik batubara, emas, perak, nikel, migas, dan jenis tambang lainnya, baik Onshore (di permukaan bumi) maupun Offshore (diperut bumi), harus dikelola BUMN. Bukan dikelola Bumi Resourches, PT Kaltim Prima Coal, PT Toba Group Energy, PT Jholin Group, PT Adaro Group, PT Freeport, perusahan China, dan perusahan swasta lainnya,” tegasnya.
Semua hasil tambang itu masuk sebagai sumber pemasukan APBN. Bukan hanya membuat kaya raya oligarki tambang, sementara APBN diambil dari memalak pajak rakyat.
“Tambang itu milik umum, seperti laut, sungai, hutan. Tak boleh ada laut dikuasai ormas. Tak boleh ada hutan dikuasai ormas. Tak boleh ada sungai dikuasai oleh ormas. Semua harus dikelola negara, dan manfaatnya dibagikan kepada seluruh rakyat, bukan hanya untuk PBNU dan Muhammadiyah,” pungkasnya.