Komisi Yudisial (KY) harus memeriksa Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Erintuah Damanik yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Selama ini Ronaldo Tannur didakwa sebagai pembunuh kekasihnya.
“Ronald Tannur divonis bebas. KY harus segera memeriksa Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Erintuah Damanik. Keputusan ini sangat tidak masuk akal,” kata praktisi hukum Damai Hari Lubis kepada redaksi www.suaranasional.com, Rabu (24/7/2024).
Kata Damai, keputusan Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik sangat jauh dari rasa keadilan. “Fakta persidangan Ronald Tannur mengakui menganiaya kekasihnya,” tegasnya.
Ia mengatakan, vonis bebas Ronald Tannur justru membuat citra buruk pengadilan di Indonesia. “Masyarakat makin pesimis terhadap pengadilan di Indonesia,” papar Damai.
Damai meminta netizen untuk membongkar jejak digital keputusan Erintuah Damanik. “Termasuk harta kekayaan yang dimiliki Erintuah Damanik,” ungkapnya.
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Ronald Tannur dibebaskan dari segala dakwaan terkait kasus penganiayaan yang membuat kekasihnya, Dini Sera Afrianti, tewas.
Dilansir detikJatim, Rabu (24/7/2024), Dalam amar putusannya, ketua majelis hakim PN Surabaya Erintuah Damanik mengatakan Ronald dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki. Baik dalam pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP maupun ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
“Terdakwa Gregorius Ronald Tannur anak dari Ronald Tannur tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama, kedua, dan ketiga,” kata Erintuah saat membacakan amar putusannya di Ruang Cakra PN Surabaya, Rabu (24/7/2024).
“Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan, memberikan hak-hak terdakwa tentang hak dan martabatnya,” imbuhnya.
Putusan ini membuat pengunjung sidang yang hadir terkejut. Sebab, jaksa dalam sidang sebelumnya menuntut Ronald hukuman 12 tahun dan ganti membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp 263,6 juta.