Wakil Katib Syuriah PWNU Jakarta Lebih Hormat Kiai yang Ajari Dirinya llmu Agama daripada Habib yang Alim

Para kiai NU yang mengajari berbagai llmu agama seperti fiqih, ushul, tafsir, nahwu, shorof harus lebih dihormati daripada seorang habib yang alim sekalipun.

“Ada Habib alim dan berakhlak baik, tentu saya hormati. Tp saya lebih hormat dan lebih memuliakan guru yg mengajari saya tentang Nahwu, Shorof, Fiqih, Ushul Fiiqih, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Tauhid, Tasawuf, dan lain-lain. Dan yg mengajarkan saya akan itu semua adalah para kiai,” kata Wakil Katib Syuriah PWNU Jakarta KH Taufik Damas di akun X, Selasa (2/7/2024).

Kiai Taufik mengingatkan adanya budaya feodalisme yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam meminta seseorang dihormati.

“Kita, dengan kesadaran kita, menghormati dan memuliakan orang lain yang baik dan berjasa, itulah AKHLAK. Tapi kalau orang lain menuntut kita menghormati dan memuliakannya, itulah feodalisme dan bahkan kolonialisme. Paham, Cung?” tegasnya.

KH Ahmad Ishomuddin dalam artikel berjudul “Jangan Berlebihan” yang dimuat di NU Jabar Online menilai penghormatan warga NU terhadap habaib terkadang berlebihan

Kata Kiai Ishomudddin, sudah berapa banyak pujian dan rasa kagum tetap dilontarkan kalangan awam muslim kepada orang yang digelari habib padahal ia bergelimang dalam dosa dan menyimpang terlalu jauh dari rel ajaran mulia kakeknya, Rasulullah SAW yang diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

“Lalu, orang-orang awam itu seenaknya menjawab bahwa tidak mengapa habaib melakukan dosa dan kesalahan, karena kelak Rasulullah SAW. pasti memberikan syafa’at (pertolongan) kepada mereka, barangkali tidak mengapa mereka itu berbuat dosa. Ucapan demikian ini sangatlah keji, pengucapnya mencelakai diri sendiri dan sangat merusak hati para habib yang kurang berilmu (jahil),” tegasnya.

Kiai Ishomuddin mengatakan, sesungguhnya nasab semata tidaklah bermanfaat dan tidak meninggikan martabat seseorang bila tidak diiringi oleh ketakwaan.

Bila nasab orang yang mulia itu tidak mampu menunjukkan kemuliaan jiwa seperti para pendahulunya, maka patutkah seseorang itu hanya membangga-banggakan nasab sepanjang hayatnya?

“Nasab termasuk salah satu dari tujuh sebab kesombongan. Sombong (merasa lebih baik) adalah penyakit Iblis, yakni menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Sesungguhnya yang paling mulia menurut Allah hanyalah yang paling takwa kepada-Nya,” pungkasnya.