Komplain Muzaki Merupakan Aset Penting Lembaga Zakat

Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)

Organisasi pengelola zakat janganlah kecil hati bila dapat komplain muzaki. Sesungguhnya komplain-komplain ini adalah proses peningkatan lembaga yang harus dilalui.

Muzaki yang komplain pada sebuah Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) sebenarnya adalah aset penting organisasi. Terdengar aneh, bukan? Namun, begitulah yang terjadi. Kebanyakan muzaki yang tidak puas jarang menyampaikan keluhan mereka. Tanpa sepengetahuan kita, tiba-tiba mereka sudah berpindah donasi atau zakatnya ke OPZ lain.

Lain halnya bila ada komplain dari muzaki langsung, kita dapat mengevaluasi dan meningkatkan pelayanan dan program. Karena itulah, muzaki yang mau komplain sebenarnya aset penting organisasi. Memang tak semua muzaki merasa senang dan puas dengan layanan kita.

Sayangnya, tak semua muzaki bersedia mengungkapkan apa-apa yang dirasakannya pada kita. Untuk itulah kita harus mampu memahami dengan benar siapa sebenarnya muzaki kita; apa dan bagaimana latar belakangnya.

Demikian juga, soal-soal apa saja yang muzaki tidak sukai dari organisasi atau layanan lembaga kita. Memang perlu keseriusan untuk bisa mengetahui dengan baik apa dan siapa masing-masing muzaki kita sehingga kita bisa memberikan layanan yang sesuai dengan mereka, dan bisa pas pula ketika menghadapi mereka.

Selain itu, sampai hari ini banyak lembaga zakat yang menganggap marketing atau pemasaran adalah urusan jualan belaka. Padahal, pengertian dari pemasaran sendiri tidak semata berjualan. Pada dasarnya setiap OPZ harus memikirkan strategi marketing apa yang harus dijalankan oleh para marketer lembaga. Di tengah makin ketatnya kompetisi sesama OPZ, lembaga kita berkiprah seyogianya memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan lembaga lainnya. Termasuk keunggulan di sini adalah dari sisi strategi marketing. Hal ini dilakukan agar lembaga kita bisa berbeda dari kompetitor sekaligus mampu mendapatkan nilai tambah atas program yang dijalankan.

Dalam menyusun dan mendesain strategi pemasaran, seorang pimpinan OPZ harus mampu mengetahui dengan baik apa keinginan dari konsumen sehingga lembaganya mampu menghadirkan produk atau program yang diinginkan oleh muzaki dan calon muzaki. Untuk sampai ke arah sana, peta atau pola marketing yang menjadi sangat urgen dibuat. Dari peta tersebut, misalnya, ditemukan kecenderungan bahwa ternyata-menurut muzaki-program yang dimiliki OPZ kita dinilai tidak mampu memberdayakan dhuafa. Bila demikian, maka segeralah evaluasi program tersebut. Bila ada ketidaksempurnaan atau malah memiliki banyak kesamaan dengan program sejenis milik OPZ lain, maka diperlukan langkah inovasi demi mendapatkan produk terbaik.

OPZ akan sulit berkembang jika amil atau pengelola zakatnya tidak mengetahui bagaimana caranya memasarkan suatu produk. Bertambah parah jika sang pimpinan OPZ ternyata tak punya strategi marketing untuk dijalankan oleh para marketernya. Strategi marketing bukan semata urusan penambahan jumlah donasi, namun lebih dari itu, yakni untuk membangun hubungan dengan muzaki dan para stakeholder zakat lainnya.

Selain itu, strategi marketing juga bisa menerapkan strategi retensi pelanggan (customer retention) sehingga konsumen OPZ (yakni muzaki) bisa menjadi loyal dan tidak berpindah ke lembaga lainnya. Strategi marketing zakat juga bermanfaat untuk mengomunikasikan tentang informasi produk yang dihasilkan kepada muzaki dan masyarakat secara umum. Strategi marketing ini jug akan mengedukasi muzaki dan calon muzaki agar memahami dan mau bekerja sama demi tercapainya kebaikan bersama.