Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)
Momen pasca-Ramadhan harus menjadi perhatian- sekaligus tantangan-Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). Ada pekerjaan-pekerjaan rumah yang harus mendesak untuk diselesaikan.
Pertama, masalah penyadaran akan pentingnya zakat secara kontinu. Zakat bukan hanya ada saat Ramadhan, mustahik juga tak hanya hidup ketika Ramadhan. Penyadaran tentang substansi dan pentingnya zakat ini tak mengharuskan OPZ ber-budget besar dan mahal. Begitu banyak sarana komunikasi dengan muzaki dan calon muzaki. Apalagi kini media sosial secara perlahan menggantikan peran-peran komunikasi konvensional sebelumnya. muzaki yang baik pun akan sepakat bila OPZ memilih selektif mengambil media komunikasi dan tidak terkesan ngawur dalam belanja iklan dan promosi dengan alasan ingin dikenal dan menjaga imej. Bila ada OPZ yang tak menyadari hal ini, dan tak segera mengubah perilaku belanja iklannya, bukan tak mungkin muzaki dan calon muzaki akan “menghukum” dengan cara berhenti berdonasi atau malah melakukan black campaign pada OPZ tersebut.
Kedua, masalah pencatatan dan pendokumentasian aktivitas dan kinerja OPZ. Menurut saya, setelah lahirnya Undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan juga PP No. 14/2014 sebagai peraturan pelaksananya, relasi antara BAZNAS dan lembaga- lembaga amil zakat nasional (LAZNAS) masih mencari format yang ideal. Forum Zakat (FOZ) sebagai asosiasi LAZ dan BAZNAS angkat provinsi dan kota/kabupaten baru dalam taraf membuat Buta kesepahaman (MoU) dengan BAZNAS Pusat dan Dirjen Amberdayaan Zakat Kementerian Agama RI. MoU yang disepakati dan ditandatangani pada acara Munas VII FOZ di Bandung pada 5-7 Mei 2015 itu masih memerlukan langkah-langkah turunan untuk lebih nyata membangun sinergi ketiga pihak. Ketiga pihak ini bila aktif bersinergi bukan hanya akan memiliki rekam jejak yang jelas dan akurat mengenai seberapa besar dana zakat yang dikelola umat Islam di Indonesia, namun juga sangat mungkin akan mampu menghasilkan terobosan-terobosan besar bagi kepentingan dunia perzakatan Indonesia bahkan juga mungkin kawasan Asia. Perlu diingat bahwa di Asia, bahkan juga dunia, umat Islam Indonesia memiliki jumlah sangat signifikan, dan begitu pula potensi zakatnya. Masalahnya bukan sekadar semangat, namun juga harus ada langkah-langkah strategis menuju perbaikan dan peningkatan pengelolaan zakat yang ada.
Ketiga, diperlukan kajian fiqih zakat secara komprehensif yang menghadirkan para pemberi pertimbangan syariah dari masing- masing OPZ. Ini dibutuhkan mendesak untuk menjaga harmoni dan mengurangi perbedaan-perbedaan dari sisi pengambilan keputusan syariah. Selama ini kemanfaatan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) lebih banyak digunakan bagi dunia perbankan, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. Saat yang sama, masing-masing dewan syariah yang ada di OPZ belum tentu menjadi bagian DSN MUI. Di lapangan, praktiknya cara pengambilan kebijakan kadang berbeda satu dengan lainnya. Yang lebih dikhawatirkan pada masa yang akan datang adalah justru bila semakin besar tingkat pengelolaan OPZ, maka akan semakin sulit menyatukan perbedaan- perbedaan yang ada. Lebih jauh nantinya, bila terbentuk dan lahir dewan syariah atau badan pertimbangan syariah bersama yang menaungi seluruh OPZ, maka produk yang harus dihasilkan bukan urusan fikih zakat semata tapi juga bisa jadi-akan lahir fatwa-fatwa atau pertimbangan lain yang lebih strategis seperti standardisasi amil, etika amil, etika marketing zakat, aturan mengenai pendayagunaan atau pendistribusian zakat dan sejumlah hal strategis lainnya yang dibutuhkan OPZ.
Keempat, terus-menerus membangun kepercayaan masyarakat. Gerakan zakat yang berkembang selama ini memang memiliki keunikan. Di tengah terus bermunculan lembaga ataupun organisasi pengelola zakat pada satu sisi, dan tren perlambatan pertumbuhan ekonomi pada sisi berbeda, dari tahun ke tahun penghimpunan zakat malah berkembang signifikan. Rata-rata tumbuh 20-30 % setiap tahunnya. Ini mungkin dampak tumbuhnya kelas menengah Muslim di Indonesia, namun bisa saja hal ini dipengaruhi baiknya tingkat kepercayaan masyarakat pada gerakan zakat ataupun OPZ. Untuk itu, dengan semakin menyempurnakan manajemen organisasi dan kualitas layanan, OPZ diharapkan mampu semakin memberikan excellent service. Sudah saatnya OPZ tampil sebagai organisasi umat yang profesional dan modern. Bukan hanya dalam dunia perbankan Islam dan asuransi syariah saja. Bagaimanapun juga, OPZ merupakan wakaf umat sehingga harus terus didorong agar tumbuh hingga menjadi kebanggaan umat.
Kelima, meningkatkan kreativitas untuk mendorong agar zakat bisa menjadi life style. Perkembangan teknologi informasi telah menyatukan dunia dalam genggaman. Imbas teknologi ini seharusnya sampai pada gerakan zakat. Ketika kesadaran zakat semakin tumbuh dengan baik, OPZ seharusnya menyediakan diri menjadi bagian perkembangan ini. Praktiknya, siapa pun bisa berzakat semudah orang menggunakan aplikasi di gadget kesayangan. Dengan bantuan aplikasi yang tersedia, berzakat layaknya bermain game, tinggal tekan dan sangat aman. Ketika sampai pada situasi ini, tantangan terbesar OPZ adalah bagaimana mengelola program dengan cepat dan akurat. Ketika berzakat semakin mudah, OPZ juga harus menampilkan kemajuan aktivitasnya dengan mudah dan akurat. Betapa indah pada akhirnya ketika ini semua bisa berjalan dengan baik.