Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)
Bagi gerakan zakat, Ramadhan adalah masa puncak orang berzakat. Berdasarkan pengalaman, juga catatan dari Forum Zakat (FOZ), saat Ramadhan terjadi peningkatan delapan hingga sepuluh kali lipat penghimpunan reguler bulanan organisasi pengelola zakat (OPZ).
Fenomena maraknya orang berzakat saat Ramadhan menunjukkan dua hal. Pertama, tingginya kesadaran umat untuk menunaikan kewajiban zakat. Kedua, kuatnya kepedulian pada sesama yang kurang beruntung hidupnya.
Fenomena puncak orang berzakat ketika Ramadhan bukan hanya ditangkap OPZ, namun juga organisasi lainnya yang mengenalkan diri untuk mengelola zakat. Mereka juga mengatakan “siap menyalurkan zakat, infak, dan sedekah”. Salahkah fenomena ini? Tentu saja tidak. Sampai saat ini belum ada pihak yang merasa dirugikan dengan maraknya pengelola zakat di bulan Ramadhan. Apalagi Undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan juga PP No. 14/2014 diyakini banyak pihak belum efektif berlaku. Yang berjalan kemudian adalah logika ekonomi, yakni di mana ada supply di situ ada demand.
Di tengah bermunculan organisasi penerima zakat saat Ramadhan, justru menjadi tantangan bagi OPZ. Setiap OPZ harus punya acara jitu untuk out of the box di tengah kerumunan penawaran sejenis. Kreativitas dituntut muncul dari mereka, baik dari sisi pendekatan ke calon muzaki ataupun memunculkan program yang kreatif. Umumnya ada tiga perilaku yang dilakukan oleh OPZ. Pertama, membuat tagline semenarik mungkin agar terlihat beda dan tidak terjebak dalam keseragaman.
Kedua, dengan menggandeng tokoh publik atau selebritas. Dan ketiga, dengan memperbanyak iklan dan media kampanye. Tak jarang pasukan cyber digunakan untuk melipatgandakan informasi yang ingin disebarluaskan. Semua kegiatan ini untuk mengoptimalkan penghimpunan potensi zakat yang sedemikian besar.
Sampai saat ini memang belum ada penelitian berapa potensi zakat di bulan Ramadhan. Yang baru ada, data dari Bank Indonesia yang menyebutkan potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 217 triliun per tahun. Dari potensi ini, baru satu persen (Rp 2,17 triliun) saja yang berhasil dikelola oleh OPZ; artinya, ada gap yang amat lebar antara potensi dan penghimpunan zakat. Hanya saja, perlu dicatat bahwa angka Rp 2,17 triliun itu sesungguhnya angka administratif dan formal; jumlah sebenarnya, zakat jauh lebih banyak yang dikelola secara tradisional, yaitu di pesantren, masjid, mushala kampung, guru mengaji, kyai, dan yayasan-yayasan sosial atau panti asuhan.
Momen Ramadhan ditandai dengan semaraknya aktivitas OPZ. Sebut saja: buka puasa bersama, santunan anak yatim, pemberian bingkisan Ramadhan, belanja bareng anak yatim, serta sejumlah aktivitas lainnya. Sayangnya, banyak kegiatan yang ada terlihat seragam dan terbatas kreativitasnya. Program-program tersebut juga lebih banyak bersifat karitas dan kurang mempertimbangkan manfaat jangka panjang. Padahal, alangkah lebih baik lagi bila program yang diberikan bisa berperan mengubah mustahik menjadi muzaki. Program yang baik dan memberdayakan akan berimplikasi pada tumbuhnya muzaki baru dan melahirkan kuatnya kepercayaan (trust). OPZ tidak seharusnya berlomba di tagline dan iklan, namun cukuplah memperbagus kualitas program masing-masing. Sudah saatnya alokasi iklan atau promosi yang cukup besar dialihkan bagi seluas-luasnya kepentingan mustahik.