Kasus Timah, MAKI Desak Kejagung Gercep Ungkap Dugaan Keterlibatan Robert Bono dan Jerat TPPU

JAKARTA – Kejaksaan Agung hingga kini telah menetapkan 21 tersangka dan menyita sejumlah aset terkait dugaan korupsi timah, termasuk smelter PT Refined Bangka Tin (RBT).

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera menyita seluruh aset, termasuk yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kasus tersebut, termasuk mengungkap dugaan keterlibatan Robert Bonosusatya.

Menurutnya, hal itu dilakukan untuk memulihkan kerugian negara akibat dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

“Semua harta yang terkait kasus harus disita untuk pulihkan kerugian negara. Gercep jangan pakai lama, termasuk mengungkap dugaan keterlibatan Robert Bonosusatya,” kata Boyamin kepada wartawan, Kamis 9 Mei 2024.

Selain itu, Boyamin juga mendesak agar penyidik Direktorat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) segera menetapkan tersangka baru dari unsur pemerintah pusat.

“Iya (segera ditetapkan tersangka) dari oknum pemerintahan pusat, yang diduga bantu korupsi tersebut,” ujarnya.

Sosok Robert Bonosusatya (RBS) yang disebut-sebut sebagai “mafia besar” di balik skandal PT Timah yang menjerat suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, hingga crazy rich Helena Lim.

Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar menilai bahwa penyitaan harus segera dilakukan agar tidak terjadi peralihan kepemilikan.

“Dalam konteks penegakkannya, penyitaan harus sesegera mungkin dilakukan meski juga akurasi objeknya harus diperhatikan denagn benar,” kata Fickar.

“Peralihan kepemilikan sekalipun hanya dengan bukti selembar kwitansi. Jika sangkaannya TPPU ya harus disegerakan agar tidak terjadi peralihan kepemilikan secara cepat,” lanjutnya.

Karena menurutnya, semua aset yang dialihkan bentuknya dari hasil kejahatan dapat disita, sekalipun keberadaan aset itu ada sebelum terjadinya kejahatan.

“Seluruh aset yang menjadi alat kejahatan, tujuan kejahatan dan hasil kejahatan dapat disita dalam konteks penanganan kasusnya, artinya bisa banyak lagi yang dusita jika berkaitan dengan kejahatan tersebut,” katanya.

Namun, ia mengatakan bahwa aset yang dapat dibuktikan tidak terkait dengan tindak kejahatan tak boleh disita, meskipun dikuasai oleh tersangka.

“Intinya bisa dibuktikan dengan adanya perolehan kepemilikan sekalipun belum balik nama,” ujarnya.

Diketahui, Kejagung telah menetapkan 21 orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Mereka adalah crazy rich Pantai Indak Kapuk (PIK) Helena Lim (HLN) selaku Manajer PT Quantum Skyline (QSE) dan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan dari PT RBT hingga 19 orang lainnya.

Penyidik juga telah menyita uang tunai senilai Rp83 miliar hingga 55 unit alat berat yang diduga kuat merupakan milik tersangka TN.

Kemudian, melakukan penggeledahan di tiga tempat mulai dari kantor PT QSE, PT SD, dan rumah tinggal Helena Lim di Jakarta pada Rabu 6 Maret 2024.

Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita barang bukti elektronik, kumpulan dokumen terkait, serta uang tunai sebesar Rp10 miliar dan SGD 2.000.000 yang diduga kuat berhubungan dengan hasil tindak kejahatan.

Kemudian, menyita mobil Rolls Royce dan Mini Cooper milik tersangka Harvey Moeis, usai melakukan penggeledahan di rumahnya yang berada di Pakubuwono, Jakarta Selatan pada Senin 1 April 2024.

Penyidik juga menyita satu unit mobil Lexus RX300 dan satu unit Mobil Toyota Vellfire milik Harvey Moies. Lalu, ada surat berharga, satu unit mobil Toyota Zenix dan satu unit Mobil Mercedes Benz E250 yang terafiliasi dengan tersangka RI.

Terbaru, Kejagung menyita lima smelter di Bangka Belitung milik CV VIP, PT SIP, PT TI, PT SBS, dan PT RBT.

Berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo diperkirakan nilai kerugian kerusakan lingkungan dalam kasus ini mencapai Rp 271 triliun. Sementara kerugian keuangan negaranya masih dihitung.

Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News