Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
“Indonesia mau ganti khilafah namanya makar ,sebab sudah punya dasar negara Pancasila yg merumuskan para founding fathers of nation” [Mariana Sofiana, GWA Tokoh Nasional, 7/4]
Ada yang masih keliru memahami dakwah. Bahkan, secara serampangan menyamakan dakwah dengan makar. Misalnya, dalam konteks mendakwahkan Khilafah.
Dakwah itu seruan, ajakan, kepada materi yang disampaikan. Dakwah Islam, berarti seruan dan ajakan untuk memeluk Islam. Dakwah Islam tanpa paksaan, tidak ada satupun manusia dipaksa untuk memeluk Islam.
Rasulullah Saw saat berdakwah, juga tidak pernah memaksa masyarakat Quraisy di Mekah untuk masuk Islam. Rasulullah hanya menyeru dan mengajak, ada yang menerima dan ada yang menolak.
Hanya saja, karena seruan dakwah Rasulullah argumentatif, tidak bisa dibantah, maka seolah-olah orang kafir merasa dipaksa untuk meninggalkan kekufuran mereka dan masuk kepada Islam. Karena tak mampu melawan argumentasi dakwah Rasulullah, mulailah kaum kafir menyerang dakwah Rasulullah.
Sejumlah stigma negatif dialamatkan. Dari menuduh Rasulullah gila, tukang sihir, pemecah belah, tidak terikat dengan agama nenek moyang, tidak menghargai kesepakatan nenek moyang yang menyembah latta dan uzza, dan seterusnya.
Hari ini pun seruan dakwah kembali mengalami fitnah seperti dakwah yang dilakukan Rasulullah Saw.
Dakwah Khilafah, itu seruan dan ajakan untuk menegakkan sistem Islam (Khilafah). Dalam dakwah Khilafah, itu tidak ada paksaan. Tidak ada berita, yang mengabarkan kepada kita ada orang yang babak belur dihajar pengemban dakwah Khilafah, karena menolak seruan Khilafah.
Para pengemban dakwah Khilafah itu juga santuy. Hanya menyampaikan, mau ikut alhamdulilah. Tidak mau, ya sudah. Cari orang lain yang mau mendengar bahkan menerima seruan Khilafah.
Tapi orang yang menolak Khilafah ini mulai main kasar seperti orang kafir Quraisy, dengan mengedarkan fitnah dan tuduhan. Diantaranya, menuduh dakwah Khilafah Makar karena tidak menyepakati Pancasila yang dirumuskan Founding Fathers (baca: kakek moyang).
Padahal, definisi makar berbeda dengan dakwah. Makar adalah kejahatan pengkhianatan dan atau pemberontakan kepada penguasa, dengan melakukan kekerasan, ancaman dan paksaan, yang dilakukan secara melawan hukum.
Dakwah Khilafah itu dijamin. Karena pasal 29 UUD 45 menjamin kemerdekaan beragama dan menjalankan ibadat sesuai dengan keyakinannya. Dakwah Khilafah juga bagian dari kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, yang dijamin pasal 28 UUD 45.
Adapun apakah segenap elemen anak bangsa setuju dengan Khilafah, itu perkara lain. Yang jelas, proses dakwah dilakukan dengan pemikiran, politik, tanpa kekerasan dan tanpa paksaan.
Dakwah khilafah, itu mirip mosi integral Natsir. Dulu, Natsir tidak memaksa RIS agar kembali menjadi Republik kesatuan. Tapi terus menyeru, mengajak dengan argumentasi, dan akhirnya disepakati.
Hari ini pun, dakwah Khilafah juga hanya menyeru dengan argumentasi. Mengajak meninggalkan sistem demokrasi, dan membangun kesepakatan baru dengan sistem Khilafah.
Bahkan, dakwah Khilafah esensinya melanjutkan perjuangan para Founding Fathers dahulu yang komitmen dengan Piagam Jakarta, untuk menerapkan syariat Islam. Esensi Khilafah itu penerapan syariat Islam, ukhuwah dan persatuan.
Para pendahulu kita, para ulama dan mujahid yang memerdekakan negeri ini, tentu akan bangga melihat cucu cucunya memperjuangkan Khilafah, yang visinya adalah untuk menerapkan syariat Islam, menjaga ukhuwah dan persatuan.
Para pendahulu kita, para ulama dan mujahid yang memerdekakan negeri ini, tentu akan kecewa dan bersedih, ketika melihat cucu cucunya, generasi saat ini hanya berebut kekuasaan dalam sistem demokrasi dan menelantarkan syariat Islam.
Lagipula, apa sich yang mau dipertahankan dari demokrasi rusak yang telah merusak negeri ini? Kenapa tidak mau terbuka untuk menerima Khilafah, padahal itu adalah masa depan terbaik untuk umat Islam.
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan”. (QS. Al-Anfal : 24).