Jika tetap Adili Pelanggaran Pilpres Bersifat TSM, Praktisi Hukum: MK Melanggar UUD 45

Mahkamah Konstitusi (MK) melanggar UUD 45 jika tetap mengadili pelanggaran pemilihan presiden (pilpres) bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

“Adapun kewenangan MK hanya terkait sengketa perolehan suara, sebab jika masih dilanjutkan proses persidangan maka hal ini dapat dikategorikan melanggar UUD 1945,” kata praktisi hukum Ali Lubis, SH kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (29/3/2024).

Kata Ali Lubis, berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat 1 UUD 1945 kewenangan MK hanya mengadili Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), bukan pelanggaran administrasi yang bersifat TSM.

Menurut pendapat Manahan Sitompul (mantan hakim MK) di tahun 2019 saat menjawab gugatan Tim Hukum Paslon 02, bahwa kewenangan untuk menyelesaikan pelanggaran administrasi yang bersifat TSM adalah kewenangan Bawaslu.

“Menurut pendapat Aswanto (mantan hakim MK) selanjutnya dalil Pemohon soal Pelanggaran Pemilu bersifat TSM itu merujuk yurisprudensi yang lama yang diputus berdasarkan UU Pemilu dan UU Pilkada yang lama sebelum berlakunya UU Pemilu No. 7 Tahun 2017, nyata-nyata sudah tidak relevan dijadikan dasar hukum untuk diterapkan dalam PHPU Presiden 2019. saat membacakan putusan MK nomor No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019 di ruang sidang Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.

Pendapat Suhartoyo (Hakim Ketua MK) pada tahun 2019, bahwa Perselisihan hasil pemilu didefinisikan sebatas perselisihan antara KPU dengan peserta pemilu mengenai penetapan hasil perolehan suara secara nasional, perselisihan itu pun dibatasi hanya perselisihan hasil suara yang dapat mempengaruhi perolehan kursi baik dalam pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD maupun pemilu presiden dan wakil presiden hanya dapat diajukan terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi hasil perhitungan suara.

“Bahwa selanjutnya di dalam Pasal 475 ayat 2 UU Pemilu tahun 2017 yang menyebutkan permohonan keberatan terkait hasil pemilu presiden hanya terhadap hasil perhitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilih nya Paslon atau penentuan untuk terpilih kembali pada pemilu presiden,” tegas Ali Lubis.

Kata Hanya menunjukkan kewenangan dan kompetensi mahkamah konstitusi secara limitatif hanya menyelesaikan sengketa hasil pemilu termasuk pemilu presiden, bukan memeriksa hal-hal lain seperti dugaan pelanggaran dan kecurangan yang bersifat TSM.

“Oleh sebab itu berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum diatas khususnya Pasal 24C ayat 1 UUD 1945 dan UU Pemilu tahun 2017 sebaiknya Mahkamah Konstitusi (MK) agar *tidak melanjutkan proses persidangan terkait mengadili pelanggaran Pilpres yang bersifat TSM karena bukan kewenangannya,” pungkasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News