Rezim Jokowi fasis dan anti-kritik dengan teror yang menimpa Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Koentjoro Soeparno setelah terlibat aksi “Kampus Menggugat: Tegakkan Etika & Konstitusi, Perkuat Demokrasi” pada Selasa, 12 Maret 2024 yang digelar di Balairung UGM.
“Prof Koentjoro diteror setelah terlibat aksi “Kampus Menggugat: Tegakkan Etika & Konstitusi, Perkuat Demokrasi”. Ini menunjukkan Rezim Jokowi fasis dan anti-kritik,” kata pengamat politik Muslim Arbi kepada redaksi www.suaranasional.com, Rabu (20/3/2024)
Menurut Muslim, Rezim Jokowi tidak ingin semua pihak termasuk guru besar mengkritik penguasa. “Rezim Jokowi ingin meniru Soeharto melakukan pendekatan keamanan demi pembangunan,” jelasnya.
Kata Muslim, Prabowo berkuasa, pemerintah lebih represif kepada kelompok sipil yang mengkritik penguasa. “Prabowo akan mengikuti jejak mertuanya yaitu Soeharto yang kejam dan anti-kritik,” paparnya.
Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Koentjoro Soeparno mendapat teror melalui pesan WhatsApp (WA) ke nomor pribadinya, pada Sabtu, 16 Maret 2024. Teror itu datang setelah ia terlibat aksi “Kampus Menggugat: Tegakkan Etika & Konstitusi, Perkuat Demokrasi” pada Selasa, 12 Maret 2024 yang digelar di Balairung UGM.
“Dia mengatakan saya sudah tua. Curang-curang, saya dibilang pembela 03, mau cari jabatan, dan jenggot saya sudah putih tua,” kata Koentjoro, menirukan isi pesan itu, pada Selasa, 19 Maret 2024 dikutip dari Tempo.
Isi pesan itu berbunyi, “Pemilu curang, pemilu curang. Mbah mu u u u. Koe arep mbelo koncomu 03 to, oalah pak tue pak tue… Aku wong jateng ae ora srek kok karo Ganjar. Kok koe mbelo mbelo ngomong pemilu curang, arep jatah jabatan to nek menang…isin karo jenggotmu kui lo..,” tulis pesan yang dikirim pukul 06.45 WIB itu.
“Maturnuwun, namun saya lebih menghargai panjenengan kalau jantan. Jangan memalsukan diri dengan KPK,” katanya.