Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Hak Angket adalah Hak konstitusional DPR yang telah diatur dalam UUD 1945. Selain untuk memfungsikan Lembaga DPR yang selama rezim Jokowi telah mati suri, hak angket juga bisa digunakan untuk mengungkap berbagai penyelewengan Pemerintah (Presiden dan jajarannya) yang telah menyimpang dari garis konstitusi, Undang-undang dan berbagai aturan dalam menjalankan roda pemerintahan.
Tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi digulirkannya hak DPR ini, termasuk para tokoh bangsa dan para pakar hukum sekalipun.
Para pendukung paslon 02 tidak usah kebakaran jenggot dengan adanya hak angket ini. Jika dalam prosesnya nanti tidak ditemukan penyimpangan dan pelanggaran, tentunya semuanya akan baik-baik saja. Sebaliknya, jika ditemukan pelanggaran maka harus ada yang bertanggung jawab.
Berkaitan dengan terjadinya pelanggaran Pilpres, setelah KPU dan Bawaslu tidak bisa menyelesaikan, rezim Jokowi sudah berfikir bakal dibawa ke MK. Dan di MK Jokowi sudah menyiapkan perangkap dengan masuknya lagi “si iblis” Anwar Usman yang walaupun sudah dipecat tapi dengan ambisi dan gila jabatan akhirnya kembali mengendalikan MK setelah gugatannya di PTUN dikabulkan.
Membawa perkara kecurangan Pilpres ke MK sama saja keluar dari kandang singa lalu masuk ke kandang macan. MK sudah kehilangan marwah dan trust dari masyarakat.
Menggunakan Hak Angket di DPR adalah solusi terbaik untuk meluruskan berbagai penyimpangan Pilpres yang sudah sangat terstruktur, sistematis dan masif. Mulai dari sebelum Pencoblosan, selama pencoblosan, dan setelah pencoblosan.
Protes dengan berbagai elemen masyarakat melalui demo-demo sama sekali tidak diindahkan bahkan cenderung dianggap angin lalu.
Memang aneh jika ada tokoh masyarakat, terutama para die hard nya Jokowi dan pendukung paslon 02, yang nyinyir terhadap hak akan digulirkannya Hak Angket ini.
Kita menjadi heran, kenapa para pendekar hukum yang dulunya lantang menyuarakan kebenaran dan keadilan, tapi setelah bergabung dengan Jokowi semuanya jadi memble bahkan berbalik arah ?
Kita akui, kemampuan Jokowi untuk menundukkan lawan politik patut diacungi jempol. Orang-orang yang dulunya sangat hebat, lantang, dan berintegritas, yang selalu mengkritik Jokowi, tapi ketika berhadapan dengan Jokowi tiba-tiba langsung nglumpruk seperti krupuk tersiram air dan bahkan kini jadi pembela Jokowi mati-matian. Sebut saja ada nama : PS, YIM, FZ, FH, AH, ZH, dan baru-baru ini ada AH.
Barangkali Jokowi punya “ilmu sihir”, atau adakah mereka takluk karena tersandera suatu kasus atau karena haus jabatan ?.
Walaupun di mata mereka mungkin Jokowi sebagai dewa penolong, tapi di mata rakyat dan orang-orang yang masih berakal sehat Jokowi itu : pendusta, penipu, pengkhianat, pelanggar hukum dan etika.
Siapa yang bisa membuktikan ijazah Palsu Jokowi ? Siapa yang bisa membantah kalau Jokowi itu dikendalikan oleh oligarki taipan dan China komunis ? Siapa yang bisa menafikan masuknya TKA China secara besar-besaran ? Siapa yang bisa membantah kalau harta kekayaan alam itu sebagian besar dikeruk oleh Asing dan Aseng ? Siapa yang menguasai hutan-hutan dan perkebunan kelapa sawit ? Siapa yang bisa membantah kalau proyek-proyek infrastruktur itu bukan untuk kepentingan China ? Siapa yang bisa menjelaskan, kenapa hutang Indonesia sudah mencapai 8000 triliun tapi rakyat tetap sengsara, harga-harga BBM dan bahan pokok terus melambung ? Siapa yang bisa menjelaskan kenapa di era Jokowi kerja makin sulit, usaha lesu, dan daya beli masyarakat rendah ? Siapa bisa menjelaskan kenapa korupsi tidak diberantas ? Soal IKN dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung ? Untuk siapakah manfaat program raksasa itu ?
Semua itu hanya terjadi di era Jokowi.
Hanya segelintir elit pejabat yang bisa menikmati kemakmuran dengan berbagai cara halal dan haram, tapi selebihnya, jutaan rakyat berada dalam kesengsaraan. Dan sepertinya Jokowi sangat menikmati kemiskinan dan kesengsaraan rakyat ini. Dengan kondisi kemiskinan ini, rakyat mudah dikendalikan dengan cara dibodohi dan dibohongi.
Tengok tindakan bodoh Jokowi yang terus kampanye dengan bagi-bagi bansos yang kata Sri Mulyani hampir mencapai 500 triliun, sekarang setelah Pemilu, saatnya rakyat butuh beras, stok beras menghilang sehingga harga beras melambung sangat tinggi dan rakyat harus mengantri panjang untuk mendapatkan beras. Mirip pemandangan tahun 1948 dan 1965 ketika PKI meraja lela.
Di era Jokowi demokrasi mati, bahkan lebih buruk dari era Soeharto. Hampit seluruh saluran kritik ditutup baik yang datang dari kaum oposisi, partai politik, maupun rmasyarakat. Setiap ada yang demo Jokowi malah selalu kabur.
Jokowi hanya mau mendengar masukan dari para sengkuni dan penjilat di sekitarnya yang selalu memuji-muji dengan pujian kepalsuan. Sementara rakyat dibiarkan menerima akibat buruk atas kezaliman Jokowi dan para pejabat serakah.
Jokowi sudah tidak mungkin lagi bisa memperbaiki bangsa dan negara ini. Semakin dibiarkan akan semakin menghancurkan lebih parah lagi.
Hanya ada satu kata bagi Jokowi : Makzulkan
Jika Jokowi lengser insya Allah negara akan kembali baik-baik kembali. Insya Allah.
Bandung, 14 Sya’ban 1445