Batalkan Penghitungan Suara Aplikasi Sirekap di KPU

Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

KPU harus segera mengehentikan penghitungan suara melalui aplikasi Sirekap karena aplikasi ini ditemukan terhubung dengan pihak luar, yaitu server di China, Perancis dan Singapura. Menurut komunitas yang fokus pada isu keamanan siber (Cyberity) menemukan sistem pemilu2024.kpu.go.id dan sirekap-web.kpu.go.id menggunakan layanan cloud yang lokasi servernya berada di China, Prancis dan Singapura.

Menurut Bambang Widjojanto (?) hal ini telah melanggar Undang-Undang PDP (Data Pribadi) dan Peraturan Pemerintah (PP) No.71/2019.

Oleh karena itu, penghitungan perolehan suara melalui “Sirekap” KPU harus dihentikan sampai Aplikasi ini selesai diaudit forensik sehingga bisa normal kembali.

Percuma jika penghitungan diteruskan, karena akan terus terjadi penggelembungan suara untuk paslon 02. Bahkan menurut Ahli Hukum Tata Negara (salah satu aktor dan nara sumber film Dirty Vote) dia mengungkapkan kalau penggelembungan suara untuk paslon 02 mencapai 80 %. Sedangkan menurut Tim Amin penggelembungan sampai 65 x lipat di 36 Provinsi.

Maka jika itu benar, sungguh fantastis kejahatannya. Sebagai gambaran, jika perolehan paslon 02 di quick count itu menang 58%, maka suara asli Paslon 02 itu hanya : (100-65)/100 x 58% yaitu 20,3%?.

Maka wajar jika perolehan suara paslon 02 di Luar Negeri yang asli itu berada di peringkat ke-3 di bawah paslon 01 dan 03.

Dapat dibayangkan, bagaimana rapihnya upaya para lembaga survei istana yang harus memperoleh angka 58% untuk Paslon 02, ternyata harus dengan berbuat curang secara extra ordinary. Sehingga banyak muncul keanehan-keanehan, bahkan beberapa hari sebelum pencoblosan, beredar video para pekerja sedang mencoblos massal kertas suara asli form C1 yang tampak dikomandani oleh seseorang.

Paling tidak ada lima pola penggelembungan suara paslon 02 sehingga bisa muncul angka 58 %.

Pertama, sistem rekap KPU menggelembungkan angka paslon 02 beberapa kali lipat secara otomatis*l

Begitu data masuk ke rekap KPU, maka angka yang muncul tiba-tiba berubah, tapi yang bertambah drastis hanya paslon 02, sedangkan untuk paslon 01 dan 03 justru berkurang drastis.

Ini tentu saja bukan salah input atau kesalahan data, tapi sengaja sistemnya direkayasa demikian. Kalau hanya salah input, jumlahnya hanya satu dua bukan sampai ribuan data.

Kedua, Salah input Data

Istilah “salah input data” di lembaga besar dan profesional adalah alibi yang konyol dan tidak masuk akal (dicari-cari). Mereka adalah para pegawai profesional yang telah bekerja bertahun-tahun dan expert dalam hal IT. Salah input data dan jumlahnya bukan satu dua tapi ribuan, masihkan mau beralasan salah input data?

Ketiga, KPU dikendalikan dari Luar (Negeri)

Baik komunitas Ciberity, Tim Amin, maupun Roy Suryo mengungkapkan kalau Sistem Hitung KPU *Sirekap* terhubung ke Cloud Alibaba di Singapura,ke China, bahkan ke Perancis.

Lalu apa maksud semua itu ? Di mana independensi KPU ? Adakah semua data KPU dibocorkan ke pihak Asing ?

Keempat, Kecurangan sudah dirubah dari TPS-TPS penyelenggara sudah dicurangi di TPS, lalu berubah lagi di desa, di Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, lalu di KPU pun berubah lagi. Fakta ini hanya terjadi di era Jokowi

Kelima, penambahan suara siluman yang sangat besar jumlahnya

Ditemukannya 54 juta DPT siluman, 1 KK terdiri dari ratus bahkan ribu jiwa, pemilih berganda-ganda, pemilih tanpa identitas jelas, dan pemilih WNA China menjadikan Pemilu 2024 penuh manipulasi.

Jika KPU tidak segera merombak sistem penghitungan suaranya, sehingga tetap mencocok-cocokkan dengan hasil quick count, maka penghitungan suara KPU harus dibatalkan dan Pemilu 2024 dianggap tidak sah. Harus dilakukan Pemilu ulang dengan merombak sistem IT KPU dan mengganti seluruh personel KPU. Tanpa mengganti sistem IT KPJ maka kecurangan akan terus berulang.

Jangan mau dibodohi oleh antek-antek Jokowi yang sudah bertekad untuk curang. Kebenaran harus ditegakkan sampai bisa menghancurkan kebatilan.

Bandung, 9 Sya’ban 1445

Simak berita dan artikel lainnya di Google News