Disampaikan Oleh Yusuf Blegur
Dibalik entah rasa percaya diri yang tinggi atau tidak tahu malu yang akut. Paslon Prabowo-Gibran berpesta dini dan mendeklarasikan kemenangan, saat hasil akhir pemilu resmi belum diumumkan KPK dan bahkan kemenangannya beraroma busuk kecurangan dan kejahatan pemilu. In syaa Allah, bukan pelantikan presiden dan wakil presiden, Prabowo-Gibran sesungguhnya sedang menanti diskualifikasi dan sanksi hukum.
Negara yang dikuasai rezim dengan segelintir manusia-manusia durjana perusak konstitusi dan demokrasi berupaya memanipulasi pemilu. Tuna kehormatan dan martabat, presiden telah menjadi dalang dari kecurangan dan kejahatan pemilu. Memaksakan kehendak dan menggunakan segala cara, Presiden yang seharusnya menjadi teladan kini tak lagi bisa membedakan halal dan haram. Membangun konspirasi jahat, presiden begitu telanjang menghancurkan tatanan regulasi, aparatur pemerintahan dan suara rakyat. Terang benderang dan nyata telah terjadi “manipulation of regulation, manipulation of resourcesman and manipulation of vote”.
MK, KPU, Bawaslu dan lembaga survey menjadi alat permainan yang efisien dan efektif merekayasa data pemilih, menggelembungkan suara hingga pada upaya menggiring dan membentuk opini untuk kemenangan paslon nomor dua Prabowo-Gibran. Begitu telanjang dengan tanpa malu dan tanpa harga diri melakukan perilaku keji menghianati konstitusi dan demokrasi. Terbukti daya rusak yang tinggi namun begitu rendah dan nista melecehkan kedaulatan rakyat membahayakan kedaulatan dan eksistensi masa depan NKRI.
Pelaksanaan pilpres 2024 didominasi politik uang, politik sandera dan politik distorsi. Sebagian kelembagaan negara mulai dari kementerian hingga kepala desa, ketua umum partai politik, pemimpin-pemimpin stage holder, lembaga survey hingga tak terkecuali media mainstream, telah diperalat dan pada akhirnya menjadi persekongkolan busuk menjadi kelompok hipokrit. Karena uang dan jabatan, karena penjara dan kematian akibat dosa politik serta kebencian dan permusuhan, semua bercampur melakoni peran menjadi “safety player”. Telah paripurna membangun citra dan karya bahwasanya kepentingan diri dan keluarga serta kelompok jauh diatas dan lebih utama dari kepentingan rakyat, negara dan bangsa.
Produk dari rezim tirani dan diktator telah menjadi dominasi dan hegemoni dalam pilpres 2024. Pasangan Prabowo-Gibran dengan segala kenaifannya berhasil diendors oleh politik dinasti, monopoli oligarki dan kemiskinan hati nurani sebuah bangsa. Kasihan Prabowo menjadi lelucon dan olok-olokan bahkan gunjingan kritis akal sehat publik. Begitu bangga menjadi capres-cawapres boneka namun bergeming ketika terus dibopong kecurangan dan kejahatan pemilu. Pembuktian kecurangan dan kejahatan untuk memenangkan paslon Prabowo-Gibran kini sudah ada dalam genggaman publik. Sebagian besar rakyat secara langsung telah melihat, memahami dan menyadari langsung dan tidak langsung di TPS dan rekapnya di KPU. Banyak orang memiliki data dan fakta terkait dari kehadiran langsung saat pencoblosan dan perhitungan suara, dari gadget di tangan yang mengeksplorasi di media sosial hingga sebaran informasi dari mulut ke mulut di ranah publik.
Angka tujuh puluh menjadi tujuh ratusan, delapan puluh menjadi delapan ratusan dan bahkan ada yang lebih dari seribu perhitungan suara di satu TPS. Sangat brutal dan barbar, padahal dalam satu TPS hanya ada maksimal 300 suara atau pemilih. Seperti tidak ada malu dan bermuka tembok atau rezim menganggap seluruh rakyat Indonesia telah buta, tuli dan tidak waras, sehingga tidak bisa mengikuti pemilu dengan sadar, terhormat dan bermartabat. Penggelembungan atau “mark up” suara pemilih, telah menjadi kunci dari kebuntuan rangkaian strategi rezim dengan pelbagai cara memenangkan pasangan Prabowo-Gibran yang tak bisa mengalahkan suara rakyat dan suara Tuhan. Meskipun didukung dengan sistem resikap KPU yang sarat rekayasa, manipulatif dan distortif, kedzoliman dan kebobrokan “grand desain” rezim memenangkan paslon Prabowo-Gibran akhirnya terbongkar di hadapan rakyat. Begitu nista dan menjadi aib yang tak terkira bagi paslon Prabowo-Gibran percaya diri atau memang sudah “mati rasa” berbangga mendeklarasikan kemenangannya atas versi quick qount berbayar sebelum perhitungan riil selesai dilakukan, terlebih semua klaim kemenangan itu disusun dari bangunan kecurangan dan kejahatan publik.
Meski kecurangan dan kejahatan pemilu itu tidak dilakukan langsung oleh paslon Prabowo-Gibran, tapi sangat urghens demi penyelamatan konstitusi dan demokrasi harus ada langkah administratif dan langkah hukum yang tegas dari KPU sebagai penyelenggara pemilu. Atas dasar kecurangan dan kejahatan pemilu itu, paslon Prabowo-Gibran telah menjadi irisan sekagus berada dalam frame konspirasi penyimpangan pelaksanaan pilpres 2024.
Harus ada keberanian moral dan mental, harus ada keberanian sikap berasas konstitusi dan demokrasi dari KPU untuk melakukan diskualifikasi pencalonan capres-cawapres Prabowo-Gibran. Penghentian paslon Prabowo-Gibran dari kontestasi pilpres tak cukup sekedar didiskualifikasi, lebih dari itu layak dan pantas mendapatkan hukuman. Perbuatan kecurangan dan kejahatan pemilu yang secara luas bukan hanya melanggar konstitusi dan demokrasi semata, melainkan juga merugikan dan membahayakan rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Secepatnya KPU harus mengambil tindakan administratif berupa diskualifikasi dari keikutsertaannya dalam pilpres 2024 dan tentunya langkah-langkah hukum untuk paslon Prabowo-Gibran. Untuk yang lain yang terlibat dalam konspirasi jahat pemilu dan utamanya pemimpin tertinggi yang bertanggungjawab, biarlah sejalan dan seiring waktu bisa diselesaikan perlahan entah dengan hukum positif negara, entah dengan pengadilan rakyat.
Kebenaran dan keadilan betapapun mengalami kedzoliman dan penindasan tak akan pernah bisa hilangkan karena pada akhirnya itu menjadi hak pererogatif Tuhan. Pun demikian, Kejahatan yang berselimut keabaikan yang manis dan menipu, tetap seiring waktu akan terbongkar, itupun pada akhirnya menjadi hak pererogatif Tuhan.
Bekasi Kota Patriot.
7 Sya’ban 1445 H/17 Februari 2024.t