Gibran Rakabuming Raka (Gibran) harus dibatalkan menjadi cawapres setelah keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu atau DKPP yang menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum atau Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan sejumlah anggotanya melanggar etik karena menerima putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi pendamping Prabowo di Pilpres 2024.
“Menurut saya dengan jatuhnya putusan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) yang memberikan putusan peringatan keras Terakhir kepada Ketua KPU, menandakan bahwa secara moral dia berperilaku tidak baik. Otomastis produk yang dilakukan oleh orang yang cacat moral itu juga harus dibatalkan,” kata Pakar Hukm Pidana, sekaligus Ketua AAPI (Asosiasi Ahli Pidana Indonesia) Dr Muhammad Taufiq, SH MH, Rabu (7/2/2024) dikutip dari zonasatunews.
Taufiq menyadari bahwa mekanisme memang tidak bisa didapatkan karena antara Dewan Etik dan putusan KPU itu (merupakan) dua hal yang berbeda. Bahwa selain UU tertulis yang leih tinggi itu adalah etika.Karena etika itu berada di moral.
Kalau berdasarkan kepada itu maka dia berkeyakinan bahwa pencalonan Prabowo-Gibran yang sudah lewat, dan membuat peraturan tanpa konsultasi denan DPR, itu sebuah kesalahan yang disengaja.
Karena itu pelanggaran etik, kata Taufiq, kalau DKPP tidak bisa mengatakan “membatalkan” keputusan, tapi secara moral “kalau secara etik dia melanggar” semestinya Ketua KPU Hasyim Asyhari itu mengundurkan diri, dan Pencalonan Prabowo-Gibran dinyatakan batal.
“Mekanismenya dengan dasar putusan itu, karena belum 90 hari bisa dibawa ke pradilan Tata Usaha Negara (TUN), dengan mendasarkan sidang etik di DKPP yang menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU,” jelasnya.
Terakhir Taufiq berpesan jadilah masyarakat yang cerdas. Jangan memaksakan diri jadi presiden atau wakil presiden dengan menabarak UU. Itu adalah perilaku tercela yang tidak bisa dibenarkan.