Oleh: Ahmad Basri, Ketua K3PP Tubaba dan Alumnus HI UMY
Penetapan Ketua KPK Firli Bahuri oleh Polda Metro Jaya, atas dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian SYL, yang kini sudah ditahan oleh KPK, sebenarnya tidak mengagetkan publik, semua itu hanyalah menunggu waktu dan itu terbukti. Prilaku Firli Bahuri sejak awal terpilih sebagai ketua KPK 2019 sudah menunjukan watak prilaku kontroversi.
Dalam menangani kasus korupsi Firli Bahuri dianggap banyak melanggar aturan, melanggar etik kepatuhan sebagai pimpinan KPK. Berapa kali mendapatkan peringatan tertulis dari badan pengawas – bawas, namun tidak menjadi sikap prilakunya berubah.Jika sedikit menoleh kebelakang sejak awal pemilihan rekrutmen ketua KPK tahun 2019, Firli Bahuri sudah mendapatkan banyak tanggapan negatif. Para aktivis penggiat anti korupsi misalkan, sesungguhnya sudah memberikan catatan hitam, masuknya Firli Bahuri kedalam seleksi tahapan pemilihan ketua KPK.
Namun sepertinya panitia seleksi – pansel tidak merespon hal tersebut. Sebaliknya memilih dan terpilih sebagai ketua KPK 2019 – 2023. Menariknya jabatan pimpinan KPK kini telah diperpanjang hingga 2024. Perpanjangan jabatan pimpinan KPK hingga lima tahun ( Berakhir 2024 ) menimbulkan aroma bau busuk yang menyengat. Ada apa dengan perpanjangan jabatan pimpinan KPK hingga lima tahun.
Dengan penetapan ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka pemerasan, oleh Polda Metro Jaya mempertegas, bahwa ini merupakan satu bentuk kegagalan yang dilakukan oleh panitia seleksi – pansel, dalam memilih pimpinan KPK 2019 – 2023. Setidaknya menimbulkan asumsi terpilihnya Firli Bahuri, sebagai pimpinan KPK mengandung unsur – unsur “ pesanan “ bukan menyeleksi dengan sungguh – sungguh. Seleksi hanyalah formalistik namun format siapa yang akan dipilih jauh hari telah dikondisikan.
Banyak ditemukan panitia seleksi – pansel tidak lagi menjalankan fungsi tugasnya dengan moralitas kejujuran dalam memilih setiap peserta seleksi.Kasus ketua KPK Firli Bahuri, sesungguhnya mencerminkan gambaran umum, tentang berbagai macam seleksi yang ada selama ini dilakukan, tidak hanya di dalam seleksi pimpinan KPK, yang ada di seleksi KPU – Bawaslu hingga sampai provinsi dan daerah, setidak perlu dipertanyakan kualitas mereka yang terpilih.
Kecenderung mereka yang terpilih selama ini merupakan produk “ pesanan – lobby “ atau jalan kongkalikong diantara panitia seleksi dan yang terpilih. Itulah mengapa banyak kasus oknum KPU atau Bawaslu, terjerat kasus pemerasan dalam setiap hajatan pemilu, atau ikut terlibat mengatur suara untuk memenangkan calon tertentu. Ini menjadi fenomena setiap pemilu menjadi kekhawatiran, bahwa pemilu berjalan tidak netral dan tidak fair.
Bagi gerakan anti korupsi tentu penetapan tersangka ketua KPK Firli Bahuri, menjadi catatah hitam dalam sejarah pemberantasan korupsi di indonesia. Betapa tidak harapan publik yang begitu besar terhadap keberadaan KPK, yang diberi kekuasaan besar untuk menjalankan pemberantasan korupsi, kini tercoreng oleh tindakan amoral di dalam internal KPK sendiri.Tentu ini menghilangkan kepercayaan publik terhadap KPK. Kekuasaan kewenangan KPK yang besar untuk memberantas korupsi, di tangan ketua KPK Firli Bahuri disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Sedikit mengulas kebelakang hadirnya KPK tahun 2003, diera kepemimpinan presiden Megawati, sesunggunya merupakan refleksi publik, atas ketidak kepercayaan terhadap penegak hukum lainnya yang sudah ada. Publik tidak percaya bahwa kejaksaan – kehakiman dan kepolisian memiliki spirit moral untuk memberantas korupsi dengan serius. Inilah filosophis ideologis mengapa KPK dibentuk tidak lain untuk memberi kepercayaan publik, bahwa negara pemerintah serius melawan korupsi.
Hari ini publik mungkin sedang meluapkan emosi kemarahannya, yang begiti keras terhadap KPK, khususnya pada prilaku kotor Firli Bahuri. Sumpah serapah menjadi bahasa yang mudah kita llihat diruang publik ( baca medsos ) dengan kata – kata yang mungkin kurang pantas. Tapi itulah hukum publik atas pejabat publik yang tidak amanah, tidak jujur, menyalahgunakan kekuasaaan jabatan, untuk kepentingan pribadi.
Namun satu yang menarik terhadap ketua KPK Firli Bahuri, bahwa penetapan tersangka dilakukan oleh kepolisian ( Polda Metro Jaya) dimana dirinya dibesarkan sebagai seorang polisi. Tentu ini memberilan arti dan makna yang dalam, bahwa komitmen kepolisian tetap tidak berubah, siapapun melanggar hukum, apapun bentuknya, terlepas apakah dari kalangan internal kepolisian atau sipil tetap harus diproses. Ini menunjukan komitmen Kapolri Listyo S Prabowo untuk menjaga marwah baik institusi kepolisian. Bagaimana kita lihat ketegasan Kapolri terhadap kasus Sambo beberapa waktu lalu.
Harus menjadi catatan kita bersama prilaku ketua KPK Firli Bahuri, sesungguhnya mencerminkan apa yang terjadi dipenegak hukum kita hari ini, bahwa penyalahgunaan kekuasaan jabatan, untuk memeras mereka yang diduga melakukan praktek korupsi, masih menjadi fenomena yang tumbuh subur. Mereka ada di Kejaksaan, Kepolisian, Kehakiman, oknum – oknum seperti Firli Bahuri.Termasuk dikalangan oknum awak media jurnalis dan LSM, banyak kita temukan watak menyimpang, yang menyalah gunakan profesi yang mulia untuk memeras.