Tantangan SDM Amil di Tengah Industrialisasi Zakat

Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi & Associate Expert Forum Zakat)

Beberapa hari lalu (18-19/10), saya mengikuti HRD Forum Zakat (FOZ) di Jakarta. Agenda tahunan FOZ yang digagas sejak tahun 2017. Tahun pertama agenda ini berlangsung pada tahun 2017 dengan bertempat di Surabaya, Jawa Timur, bersamaan dengan Konferensi Zakat Nasional (KZN). Selanjutnya pertemuan kedua pada akhir tahun 2018 bertempat di Banten. Tahun 2022 berlangsung di Jakarta. Tahun 2023 ini, kembali dilangsungkan di Jakarta.

HRD Forum pertama di Surabaya tahun 2017 merupakan milestone sangat penting bagi gerakan zakat Indonesia. Di moment inilah sejumlah hal fundamental di sampaikan ke publik. Dan yang luar biasanya, bukan hanya menyampaikan, namun Sebagian sudah dilakukan.

Republika (08/02/2017) Ketika itu menulis :

“Forum zakat menggandeng Kementerian Agama menggelar sertifikasi untuk profesi amil zakat. Sertifikasi tersebut selain untuk mendata, juga untuk meningkatkan kapasitas amil zakat agar lebih profesional dalam bertugas. “Untuk menjadi amil zakat yang profesional, harus ada standar kemampuan yang dimiliki oleh seorang amil agar tidak asal asalan menyalurkan zakat,” kata Ketua Forum Zakat, Nur Effendy, saat Konferensi Zakat Nasional di Surabaya, Rabu (8/2/2017)”.

Harus diakui, ide-ide soal pengelolaan zakat sejak awal banyak bermunculan dari bawah (bottom up), baik dalam aspek kreativitas kampanye dan edukasi, maupun dalam aspek program penyaluran ZIS. Termasuk ide baru dalam hal sertifikasi amil. FOZ, sesuai mandat Munas Kelimanya di Bandung pada tahun 2015, memandatkan bahwa Gerakan zakat perlu secepatnya menyiapkan sertifikasi bagi amil zakat.

Tak lama setelah itu, mengalirlah proses sertifikasi ini, termasuk pengembangan-nya. Muncul-lah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Keuangan Syariah yang sejak awal FOZ terlibat dalam proses-nya, dari mulai rapat-rapat inisiasi awal, hingga kemudian berproses memiliki SDM yang memadai, ada asesor serta akhirnya bisa melakukan ujian sertifikasi. Langkah FOZ tak cukup di sana. Setelah LSP bersama sejumlah asosiasi melaksanakan pelatihan dan ujian untuk asesor LSP KS pada akhir tahun 2015, dimana Ketika itu FOZ baru bisa mengutus 1 orang pengurusnya untuk menjadi asesor. Selanjutnya, pada akhir tahun 2016, dilakukan secara khusus pelatihan asesor kembali untuk melahirkan generasi kedua asesor LSP KS dari unsur FOZ. Di tahun inilah ada 22 asesor yang dihasilkan LSP KS/FOZ dari pelatihan dan ujian sertifikasi saat itu.

Dengan begitu, saat itu, FOZ bukan saja mengantongi gagasan nyata untuk gerakan zakat Indonesia, lebih dari sekedar ide, FOZ setidaknya telah melakukan sejumah Langkah antara lain : 1) Membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi Keuangan Syariah Bersama Masyarakat Ekonomi Syariah, 2) Menyusun Standar Kompetensi Kerja Khusus Amil Zakat untuk sertifikasi amil zakat, 3) Membentuk dan mengaktivasi Sekolah Amil Indonesia (SAI) sebagai sarana belajar amil zakat.

Dalam tulisan yang dimuat Republika ketika itu juga disebutkan :

“Sertifikasi amil zakat, lanjut dia, akan melibatkan Lembaga Sertifikasi Profesi Keuangan Syariah dengan 22 assesor. Secara nasional, catatan forum zakat ada sekitar 6000 amil zakat dari 250 lembaga amil zakat yang siap disertifikasi”.

Sejauh langkah itu, Baznas dan juga Kementrian Agama baru level memberikan dukungan berupa surat dukungan atas proses sertifikasi ini. jadi, bila kita telusuri secara historis soal urusan sertifikasi ini, maka kita akan bertemu fakta-fakta yang secara gamblang menunjukan bahwa gerakan zakat sejak awal sangat dinamis dan terus bergerak tanpa menunggu arahan, kebijakan dan tuntutan regulasi yang ada ketika itu.

Di Forum KZN di Surabaya juga diperkenalkan secara resmi para asesor FOZ/LSP KS, juga dilaunching Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKK Khusus) FOZ. Sehari sebelum KZN juga dilaunching Syarikat Amil Indonesia (AMILIN) sebagai perkumpulan amil yang pertama di Indonesia.

***

Kembali ke soal HRD Forum, sejak awal, ketika forum ini digagas, ia membawa misi besar dan strategis, terutama untuk peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) amil zakat yang sejak awal mendapat sorotan agar menjadi perhatian dan didukung perbaikan-nya oleh banyak pihak.

HRD Forum sendiri secara urgensi memainkan peran penting dalam pengembangan kapasitas SDM amil. Termasuk didalam-nya soal peningkatan dan pengembangan kepemimpinan dalam pengelolaan OPZ anggota FOZ. Dalam forum ini juga diharapkan mampu menjadi “bridging” dalam rangka menyiapkan para amil untuk memerankan posisi-posisi strategis dalam kepemimpinan di OPZ-nya masing-masing.

Tahun 2023 kali ini, FOZ Kembali menggelar HRD OPZ Forum yang ke-4, dimana fokus utama-nya tetap pada agenda strategis menguatkan kualitas pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) amil zakat. Agenda ini sendiri dilaksanakan di Hotel Amarossa, sejak Rabu sampai Kamis (18-19/10/2023) dengan melibatkan manajer, penanggungjawab, atau pengambil kebijakan SDM di OPZ dengan para expertise sebagai pembicara & fasilitator.

***

Dunia zakat hari ini tidaklah sama dengan 10 atau 20 tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena dunia zakat hidup dan berkembang bukanlah di ruang hampa. Ia terus bergerak senafas dengan dinamika peradaban manusia. Dan hari ini kita tahu, bahwa telah terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam kehidupan manusia. Peradaban manusia hari ini telah memasuki masa dimana perkembangan digital kian pesat. Di seluruh sektor kehidupan mulai bergeser mengarah pada proses digital, hal ini dimulai dari meningkatnya perkembangan dari teknologi sensor, interkoneksi, big data, hingga terus disempurnakan-nya penggunaan teknologi pada berbagai bidang industri dan kehidupan manusia lainnya.

Perkembangan kehidupan manusia seperti disebutkan tadi, kemudian dikenal dengan era revolusi industri 4.0 atau yang biasa juga disebut sebagai era industri digital. Di fase ini kehidupan manusia telah banyak dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi serta digital. Karena dunia zakat adalah juga bagian tak terpisahkan dari perkembangan jaman, maka ia pun tak terlepas dari pengaruh era digital ini. Termasuk dampak yang signifikan terjadi pada aspek pengelolaaan SDM amil di sejumlah Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ).

Tulisan sederhana ini, bermaksud membawa kita pada sebuah pertanyaan yang ada, yaitu : “Bagaimana dampak dan tantangan pengelolaan SDM amil zakat di era digital ini?, bagaimana pula langkah strategis untuk menjawab tantangan yang ada ini, sehingga OPZ bisa sustain membawa lembaga-nya melewati “turbulensi” yang terjadi di gerakan zakat yang justru kian mengarah pada situasi “industrialisasi” pengelolaan zakat?.

Geliat Gerakan Zakat

Pandemi baru saja beberapa tahun berlalu. Ekonomi dunia dan lokal pun perlahan bangkit kembali. Satu dua industri yang terpuruk mulai menata dan memulihkan kemampuan-nya untuk tumbuh dan bergerak kembali. Dengan daya dukung teknologi, pesatnya sosial media memenuhi ruang publik serta layanan yang kian cepat berbasis teknologi digital, dunia zakat pun makin meneguhkan posisinya. Menjadi sebuah “industri” yang justru makin kokoh berdiri bahkan meningkat, justru ketika situasi sulit seperti ketika pandemi dan saat perkembangan ekonomi meluncur ke bawah, nyaris tak terkendali.

Orang-orang miskin merasakan betul, siapa “penyelamat” mereka ketika negara saja tak mudah melewati krisis pandemi yang berujung nyaris krisis ekonomi. Para dhuafa tahu betul, lembaga-lembaga zakat hadir bak para malaikat yang memberikan bantuan, bahkan seolah “brutal” tanpa memperhitungkan ganasnya pandemi ketika itu. Mereka (amil) seolah punya nyawa rangkap, yang tetap bekerja menolong dan membantu para mustahik, bahkan ketika larangan ke luar rumah seperti PPKM sedang gencar-gencarnya, termasuk dengan ancaman sanski bagi mereka yang tak mematuhinya.

Sayangnya, paska kurang lebih dua tahun pandemi. Situasi dunia zakat berubah seolah “memasuki” situasi kurang cerah. Ada perlambatan laju penghimpunan ZIS yang “nyaris” dialami sejumlah besar OPZ di Indonesia. Ini dirasakan baik di level OPZ tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten/kota. Situasi ini memang belum pada level hasil survei mendalam, namun dari wawancara dan interaksi penulis dengan setidaknya lebih dua puluh OPZ yang beragam tingkat dan penyebaran lokasinya, hal ini untuk sementara, dapat dianggap mewakili situasi umum gerakan zakat.

Konsekuensi dari hal ini tentu saja tak sederhana. Ada peyesuaian-penyesuaian program, aktivitas hingga mulai merambah pada “rasionalisasi” jumlah amil di beberapa OPZ. Dengan situasi ini bagi OPZ, tantangan paska pandemi justru makin tak mudah.

Ada sejumlah hal yang kini harus kembali dihitung ulang, dikaji dan juga dipertimbangkan dengan bijak untuk dilakukan segera. Semua milestone menuju digitalisasi OPZ pada dasarnya butuh anggaran yang tak sedikit. Dengan penghimpunan ZIS beberapa OPZ yang “nyaris” landai, langkah-langkah yang harus disiapkan harus dirasionalisasi. Dalam perbincangan penulis dengan beberapa pimpinan OPZ, mereka banyak yang memilih jalan aman dengan menunda sementara rencana OPZ mereka untuk belanja sistem dan SDM yang berkaitan dengan pengembangan digital.

Keinginan awal sejumlah OPZ yang berencana untuk segera memasuki era digital dengan penuh persiapan, lalu beradaptasi dengan teknologi terkini, termasuk dengan mengadopsi teknologi berbasis Artificial Intelligence (AI), hingga penggunaan Internet of Things (IoT) banyak yang dikaji kembali langkah teknisnya. Termasuk angka yang harus disiapkan untuk belanja pemenuhan-nya. Walau para pimpinan OPZ mengerti dengan jelas bahwa digitalisaasi ini sangat penting adanya. Namun menyelamatkan keseluruhan lembaga dalam jangka pendek tetap jauh lebih penting. Memang untuk peningkatan layanan dan sekaligus menghubungkan berbagai ekosistem yang ada agar saling terkoneksi dan mampu mempercepat pertumbuhan dan kemajuan OPZ ini “menggiurkan” OPZ untuk segera mengeksekusi proses-nya, namun menjaga SDM saat ini agar tetap gajian dan aman kehidupan-nya justru lebih prioritas untuk saat ini.

SDM Amil adalah “Koentji”

Dalam film G30S/PKI (1984) garapan almarhum. Arifin C Noer, ada kalimat “Djawa adalah Koentji (Jawa adalah kunci) yang merupakan kalimat yang diucapkan dengan tegas oleh almarhum Syubah Asa ketika berperan sebagai tokoh PKI, Dipa Nusantara Aidit. Kalimat ini bermakna bahwa untuk menguasai Indonesia harus lebih dulu menguasai pulau Jawa. Dengan demikian, betapa pentingnya Jawa.

Dalam dunia zakat, kalimat-nya menjadi “SDM Amil adalah Kunci”. Dengan mengurus, mengelola dan mengembangkan SDM aml secara baik, maka ini akan menjamin pertumbuhan dan perkembangan lembaga menjadi baik. Kemunculan teknologi digital memang bisa untuk memudahkan aktivitas manusia. Namun bagaimana teknologi ini bisa sesuai bagi kebutuhan lembaga, tentu saja memerlukan sentuhan yang baik dari manusia yang ada di dalam lembaga. Seberapa hebat dan mahal-nya keunggulan teknologi digital yang dimiliki sebuah OPZ, bila SDM-nya tak berkualitas bisa jadi justru akan menjadi bumerang bagi kemajuan OPZ.

Menyadari betapa pentingnya soal SDM Amil ini, sejumlah OPZ mulai memastikan kembali road map mereka soal SDM ini. Sambil tentu saja menyesuaikan dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, digital dan sekaligus tata kelola dan regulasi yang ada. Sejumlah OPZ melihat kembali rencana mereka soal SDM ini, dari mulai rencana sistematis yang komprehensif, sekaligus futiristic dengan tetap mempertimbangkan karakteristik yang : 1). Struktur organisasi OPZ yang adaptif, bisa tumbuh kuat, sehat, dan ber-orientasi kekinian, 2). OPZ yang bisa terus bermanfaat, berdampak luas bagi masyarakat, serta memberikan kemampuan memberdayakan dan mendorong sinergi di ekosistem lokal, regional bahkan global, dan 3). OPZ yang berbasis inovasi dan teknologi.

Sebelum kita mencari jawaban untuk memenuhi kebutuhan SDM amil di masa depan, kita perlu juga melihat ke belakang, mencermati apa saja hambatan yang terjadi di aspek SDM amil ini.

Pertama, kurangnya teknologi

Sebelum saat ini, kurangnya perluasan dan penggunaan teknologi terkini menjadi penghambat efektivitas dan kemampuan organisasi OPZ. Dalam soal teknologi terkini (digital) OPZ, setidaknya ada 2 problem besar yang ada, yaitu : pertama minimnya keahlian digital SDM amil dan kedua, sulitnya mencari mitra teknologi yang tepat. Kalau hari ini pengelolaan zakat disebut “Industri”, maka untuk terus bertumbuh dengan baik, OPZ harus memastikan tersedianya SDM yang secara kuantitas dan kualitas sesuai dengan skenario pengembangan teknologi digital lembaga. Sayangnya, belum cukup banyak OPZ yang SDM amilnya memiliki pemahaman digital yang menyeluruh.

Hambatan pertama soal kurangnya teknologi karena terbatasnya keahlian digital pada OPZ tersebut diakibatkan pada keterbatasan anggaran dana, juga adanya beberapa OPZ yang masih berasumsi belum saatnya lembaganya berinvestasi untuk melakukan tambahan SDM amilnya dengan merekrut dan mengembangkan SDM amil mereka dalam urusan digital. Sedangkan hambatan kedua soal kurangnya teknologi justru terkait dengan mencari mitra teknologi yang tepat. Sejak awal harus dipastikan, bahwa untuk bisa sukses bertransformasi ke ranah digital, sebuah OPZ tidak bisa hanya melakukan digitalisasi secara internal saja, tapi juga membutuhkan bantuan dari eksternal lembaga. Selain itu, diperlukan juga kerjasama dengan banyak pihak dalam membangun kerjasama teknologi ini. Hal ini secara signifikan akan dapat membantu OPZ dalam melakukan penghematan biaya untuk investasi tambahan. Karenanya, OPZ perlu memastikan bahwa mereka memilih mitra teknologi yang tepat yang akan membantu mereka tumbuh dan berkembang dengan baik di era digital ini.

Kedua, kualitas sumber daya manusia

Harus diakui bahwa SDM amil yang profesional, berpengalaman serta berdedikasi tinggi terbatas adanya. Padahal, industri zakat memerlukan banyak SDM terampil, yang sekaligus juga kreatif dan inovatif. Karena hal ini sejalan dengan kebutuhan industri di era revolusi industri 4.0 yang mencerminkan memiliki daya saing yang tinggi serta penuh kreatifitas.

Salah satu faktor yang terhambatnya perkembangan SDM amil diantaranya adalah masih banyak amil zakat yang hanya mengandalkan kemampuan mereka yang didapat secara otodidak. Selain itu, masih sedikitnya lembaga-lembaga pelatihan dan pendidikan untuk amil zakat yang ingin mengembangkan kapasitas dan pembelajaran-nya. Selain itu hambatan soal kualitas SDM amil ini ternyata belum optimalnya fungsi manajemen SDM amil yang ada di OPZ.

Sejumlah OPZ mengatakan bahwa SDM adalah aset paling berharga lembaga-nya, namun faktanya, banyak yang belum cukup baik dan serius dalam pengelolan SDM-nya. Dari aspek perencanaan, perekrutan, dan pelatihan SDM mereka belum bisa mengarah pada pembentukan SDM amil berkualitas. Terkadang, belum ada pula berbagai program yang mampu menunjang keahlian dan keterampilan SDM amil masing-masing OPZ. Termasuk ke dalam hal ini, adalah belum sistematisnya program pendidikan dan pelatihan SDM amil.

Kita tahu, bahwa melatih dan mengembangkan kapasitas SDM amil memang tidak mudah. Proses ini memerlukan manajemen yang baik dari OPZ, termasuk dukungan manajemen-nya. Karena pelatihan dan pengembangan SDM amil secara strategis bukan hanya akan meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan keterampilan SDM, saja, namun saat yang sama, akan juga mendorong keunggulan dan kemajuan OPZ.

Ketiga, keterbatasan dana

OPZ pada dasarnya bukan tidak mau memajukan lembaga-nya. Juga memberikan kesejahteraan maksimal bagi amil-amilnya, namun lebih pada adanya prioritas distribusi anggaran yang ada. OPZ berharap bisa secara proporsional mendistribusikan dana-nya sehingga, kebutuhan-kebutuhan utama tetap bisa terpenuhi walaupun terbatas secara jumlah dan sebaran-nya.

Sebagai bagian dari entreuprener sosial, OPZ juga harus kreatif secara finansial. Satu sisi ia adalah bagian langsung dari fungsi sosial, namun jangan salah, ada juga fungsi “sustainability bisnis” dalam menjaga kelangsungan OPZ-nya. Artinya, tetap OPZ harus mengoptimalkan “keuntungan” dalam koridor kepatuhan yang ada, baik secara regulasi dan juga syar’i. “Keuntungan” yang besar, bukan hanya akan mendorong kemanfaatan program yang lebih luas dampaknya, juga akan berimplikasi pada keberlangsungan SDM yang ada.

Selain harus terus kreatif menjaga agar terjadi kesinambungan dalam finansial, OPZ juga perlu menjaga dan mengelola perputaran arus kas dengan tepat. Hal ini agar usaha dalam pelayanan bagi umat bisa terus berlangsung, sekaligus juga ada dampak signifikan pada kesejahteraan amil. Bila amil-nya mampu terurus dengan baik, harapan-nya, akan semakin produktif OPZ-nya.

Menuju Optimalisasi Pengelolaan SDM Amil

OPZ yang ingin berkembang dan maju tentu menjadkan SDM amilnya adalah asset berharga yang ia lindungi dan pelihara dengan baik. Dibawah ini 3 strategi menuju optimalisasi pengelolaan SDM amil yang baik.

Pertama, hargai dan dengarkan aspirasi SDM amil

Amil ini manusia istimewa, mereka kalau betul niat dan orientasinya, sanggup hidup layaknya pejuang. Berkorban banyak untuk sesama, dan tak banyak mengeluh saat bekerja. Penghargaan bagi amil bukan selalu harus uang. Namun justru dalam arti yang luas. Berikan mereka penghargaan atas setiap capaian, prestasi dan jasa mereka dalam sejumlah Batasan dan tahapan yang telah disusun. Misalnya, ketika ada SDM amil yang mencapai target tertentu, maka OPZ dapat saja memberikan reward berupa bonusa, insentif atau kenaikan jabatan. Bisa juga sekedar pemberian barang-barang tertentu atau sesuatu yang walau kecil tetapi memberikan mereka perasaan dihargai. Penghargaan ini secara tidak langsung akan mengasah motivasi amil serta keinginan memberikan yang terbaik bagi OPZ. Mereka juga akan terpacu untuk berjuang lebih keras dalam mencapai target serta tujuan-tujuan Lembaga yang telah ditetapkan sebelumnya.

Selain aspek, penghargaan, berikan juga para amil perhatian dan kesempatan. Tidak ada salahnya, buat moment untuk para amil mengekspresikan ide, gagasan atau masukan-nya untuk perbaikan dan kemajuan OPZ. Dengan memberikan kesempatan kepada mereka, OPZ akan semakin tahu SDM mana yang potensial dan aktif. Dengan memberikan kesempatan kepada para amil, mereka dapat ikut berkontribusi dalam memajukan Lembaga-nya.

Kedua, latih dan kembangkan terus SDM Amil

Pelatihan atau training adalah penting. Apalagi kalau hal ini selaras dengan kebutuhan organisasi. Training atau pelatihan merupakan langkah yang umumnya ditempuh oleh OPZ untuk meningkatkan skill para amilnya. Jika memiliki skill atau ketrampiilan yang mumpuni, maka setiap amil dapat memberikan kinerja yang terbaik bagi OPZ-nya.

Bahkan, melalui training inilah OPZ dapat menggali potensi para amilnya. Setiap OPZ dapat menerapkan training khusus, sehingga kemampuan para amilnya dapat lebih dioptimalkan.
Selain pelatihan, SDM amil perlu juga untuk ditingkatkan Pendidikan-nya. Hal ini untuk meningkatkan kemampuan serta wawasan-nya serta untuk punya portofolio Pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan ini bisa diberikan dalam bentuk informal atau bida juga dalam bentuk formal berupa beasiswa untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Alasannya yaitu agar pengetahuan dan kemampuan para amil bisa lebih terarah, sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik.

Ketiga, bina dan dorong SDM amil menjadi leader

Pembinaan bagi amil penting. Apalagi bagi OPZ yang sudah besar dan kian kompleks dalam pengelolaan lembaga-nya. Salah satu cara untuk mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia di lingkungan amil adalah melalui pembinaan. Langkah yang dapat diterapkan yaitu dengan membina dan mengatur SDM amil melalui program penilaian maupun perencanaan. Project pembinaan SDM amil di OPZ bertujuan untuk mensosialisasikan value lembaga, kode etik atau aturan dan SOP OPZ. Selain itu, hal ini juga dilakukan untuk mengembangkan kemampuan SDM amil.

***

Optimalisasi SDM amil dengan seluruh upaya yang dilakukan, akan membangun kemajuan OPZ secara keseluruhan. Nantinya diharapkan akan lahir para amil yang berkualitas, memiliki kreativitas, keterampilan, dan kemampuan kerja, serta loyalitas kerja kepada suatu OPZ. Strategi optimalisasi SDM amil yang baik, akan memberikan dampak yang positif bagi gerakan zakat di Indonesia.

Di Tengah semakin kuatnya gelombang revolusi industri 4.0 atau yang biasa juga disebut sebagai era industri digital, gerakan zakat harus terus hadir dan semakin memperluas dampak positif bagi umat dan bangsa. Walau saat ini terjadi perkembangan yang sangat pesat dari teknologi sensor, interkoneksi, dan analisis data di berbagai bidang industry, tetap saja soal SDM amil ini penting.

Salah satu cara optimalisasi pengembangan SDM adalah melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan sangat penting dalam mengembangkan SDM karena orang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah cenderung tidak memilik kemampuan bekerja yang baik. Disamping pendidikan, pelatihan juga sangat penting karena untuk dapat membentuk SDM amil yang kompeten dan terampil.

#Ditulis sembari menikmati beragam perbincangan soal SDM di HRD Forum FOZ, 18-19 Oktober, lalu lanjut di moment refleksi soal SDM amil.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News