Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)_
Tersentak gara-gara langkah Cak Imin jadi cawapres Anies, membuat Jokowi sangat panik dan kelimpungan. Kepanikan juga melanda Prabowo dan Megawati.
Dalam keadaan panik itulah, Jokowi buru-buru memanggil Ketua PBNU Yahya Staquf yang masih setia kepada Jokowi (malam-malam). Isi pembicaraan bisa ditebak tentang strategi “menjatuhkan’ Anies-Cak Imin dan menjauhkan Kaum Nahdliyyin dari Cak Imin (PKB).
Dari sinilah awal Staquf dan Yaqut bikin narasi-narasi blunder, lucu, dan menggelikan. Apa pun narasi yang dibangun oleh kedua manusia “pendukung fanatik” Jokowi ini, tidak bakal dipercaya masyarakat bahkan dijadikan bahan ledekan, terutama tentang capres pemecah belah, politik identitas, jual agama untuk politik, dan kata-kata bid’ah yang dukung Anies-Cak Imin.
“Kenekatan” Cak Imin gabung Anies adalah fakta yang sangat mengejutkan dan tidak terbayangkan sebelumnya oleh Jokowi. Langkah Cak Imin ini makin membuyarkan semua skenario Jokowi untuk menjegal Anies setelah sebelumnya Surya Paloh juga hengkang dari koalisi pemerintah.
Hengkangnya Cak Imin dari kendali Jokowi membawa pengaruh sangat signifikan terhadap kekuatan Jokowi :
Pertama, Cak Imin tahu betul segala kebusukan Jokowi dan rezimnya, terutama permainan kecurangan di Pilpres 2019
Jokowi tentu sangat khawatir kalau-kalau Cak Imin dan Surya Paloh buka-bukaan rahasia dapur Jokowi di Pengadilan dan membeberkan semua rahasia itu. Jika itu dilakukan Cak Imin, mampuslah sudah perjalanam politik Jokowi. Gertakan Jokowi melalui KPK Firly Bahuri untuk mentersangkakan Cak Imin bakal mental (gagal). Surya Paloh dan Cak Imin siap untuk “menghanxurkan” Jokowi jika sampai rezim Jokowi bikin ulah kepada Anies dan Cak Imin
Kedua, Cak Imin sebagai representasi NU kultural memiliki massa yang sangat besar di kalangan nahdhiyyin
Berbeda dengan PBNU Yahya Staquf yang didukung NU struktural yang tidak signifikan, kekuatan NU kultural jauh lebih besar daripada NU struktural yang saat ini arahnya sudah makin melenceng.
Jadi secara peta politik, bersatunya Anies – Imin telah menghimpun hampir seluruh kekuatan elemen bangsa : NU-Muhammadiyah, Cebong-Kampret, Nasionalis-Religius, dan berakhirnya pembelahan bangsa.
Ketiga, Bergabungnya Cak Imin dengan Anies menyempurnakan sisi kelemahan dan kekurangan Anies
Jika DKI, Banten, dan Jabar adalah basisnya Anies, maka Jateng dan Jatim dua propinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia adalah basisnya Cak Imin (Nahdhiyyin). Jadi duet Anies-Cak Imin hampir dipastikan akan memenangkan kontestasi Pilpres 2024 bahkan bisa satu putaran.
Keempat, Duet Anies-Cak Imin telah mematikan langkah Prabowo dan Ganjar
Prabowo yang telah “menelantarkan” Cak Imin sangat kecolongan dengan putusan Cak Imin gabung koalisi Perubahan. Sekarang mereka kelabakan dan sangat sulit untuk bisa menemukan cawapres yang bisa mengimbangi pipularitas Cak Imin. Tidak Yeni Wahid, tidak Mahfud MD, apalagi Eric Tohir. Siapa pun cawapres mereka dipastikan gagal.
Kelima, Anies-Cak Imin adalah takdir Allah untuk mengakhiri kekuatan rezim Jokowi yang penuh kepalsuan.
Pertemuan Anies-Cak Imin adalah keputusan takdir Allah Yang Maha Kuasa, sehingg dalam perjalanannya penuh keajaiban dan hal-hal yang tidak terduga.
Oleh karena itu, duet Anies-Cak Imin adalah skenario Allah yang bakal menghancurkan skenario Jokowi dan oligarki taipan.
Tahun 2024 adalah tahun perubahan. Skenario apa pun yang akan dilakukan Jokowi dan rezimnya dipastikan akan digagalkan Allah.
Insya Allah, tahun 2024 Anies menjadi Presiden RI yang ke-8.
Bandung, 27 Shafar 1445 H