OlehK KRT Purbonagoro, pemerhati sosial budaya
Mendengar nama Hotel Majapahit, mungkin orang hanya akan mengingat sebagai hotel yang lokasinya ada di pusat keramaian Kota Surabaya. Namun, bila orang menyebut Hotel Yamato, orang pasti akan ingat peristiwa insiden Yamato, yaitu perobekan warna biru pada bendera Belanda, sehingga bendera tinggal warna merah putih sebagai bendera Indonesia.
Hotel Majapahit, sebelumnya memang sempat bernama Hotel Yamato. Penamaan Yamato terjadi pada 1942 saat Jepang datang dan melakukan pendudukan. Sementara peristiwa perobekan bendera tersebut terjadi saat hotel ini masih biasa disebut dengan Hotel Yamato, tepatnya pada 19 September 1945.
Sebelum terjadi peristiwa perobekan, sebenarnya sudah ada perundingan antara Residen Surabaya Sudirman dengan Victor Willem Charles Ploegman untuk menurunkan bendera Belanda yang terpasang. Ploegman adalah orang yang memiliki inisiatif untuk memasang bendera Belanda. Sayang perundingan tersebut buntu dan Ploegman tak mau menurunkan bendera Belanda.
Melihat bendera Belanda berkibar di atas Hotel Yamato, rakyat Surabaya marah dan merasa hal tersebut merupakan bentuk pelecehan. Sebab, Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaan. Akibat peristiwa pengibaran bendera tersebut, terjadi keributan di Hotel Yamato. Ploegman mengalami luka tusuk dan sehari setelahnya meninggal dunia.
Setelah terjadi keributan di Hotel Yamato, dua arek Surabaya yaitu Hariyono dan Kusno Wibowo naik ke atap hotel dan merobek warna biru bendera Belanda hingga tertinggal warna merah putih sebagai bendera Indonesia.
Setelah insiden perobekan bendera dan kerusuhan yang terjadi di Hotel Yamato, terjadi ketegangan antara tentara Sekutu dengan TKR yang didukung arek-arek Surabaya. Suasana panas tersebut akhirnya berujung pada pertempuran pertama yang terjadi pada 27 Oktober 1945. Berawal dari pertempuran-pertempuran kecil, kemudian meletuslah serangan umum yang memakan banyak korbain dari pihak Sekutu maupun Indonesia.
Setelah meletus pertempuran, Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan ketegangan dan mengadakan gencatan senjata. Namun, gencatan senjata tersebut gagal setelah Brigadir Jenderal Mallaby tewas. Setelah tewasnya petinggi tentara Inggis ini, akhirnya dikeluarkan ultimatum agar rakyat Surabaya meletakkan senjata.
Ultimatum tersebut tidak dipenuhi oleh rakyat Surabaya hingga terjadi pertempuran di Surabaya yang dikenal sebagai yang terbesar dalam sejarah perang kemerdekaan Indonesia. Korban dari Pertempuran Surabaya ini sangat besar, baik dari pihak Indonesia maupun dari pihak tentara Sekutu. Dari pihak Indonesia jumlah korban diperkirakan 20 ribu yang mayoritas adalah rakyat sipil.
Sebagai bentuk penghormatan atas perjuangan rakyat Surabaya tersebut Presiden Sukarno mengeluarkan Keppres Nomor 316 tahun 1959 pada 16 Desember 1959 dan menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Selain simbol perjuangan di masa revolusi kemerdekaan, Hotel Majapahit juga jadi simbol perjuangan di era modern saat ini. Tanggal 2 September 2023, hotel ini dijadikan tempat deklarasi pencalonan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai calon presiden dan wakil presiden.
Anies-Muhaimin adalah bakal calon presiden dan wakil presiden yang melakuan deklarasi pertama kali. Pendeklarasian tersebut akan menjadi awal perjuangan pasangan ini menuju kursi presiden dan wakilnya pada pemilu 2024.