Presiden Joko Widodo (Jokowi) diduga biang kekacauan bangsa termasuk pemilu. Mantan Wali Kota Solo itu dianggap ingin ikut berpengaruh dalam mengambil kebijakan setelah tidak berkuasa termasuk meneruskan berbagai program pemerintah.
“Jokowi diduga biang kekacauan dan kekisruhan bangsa dan negara termasuk Pemilu. Pemilu khususnya Pilpres akan rawan dalam cengkeraman dan cawe-cawe Jokowi. Karenanya tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan dan menyehatkan bangsa maupun proses demokrasi selain stop Jokowi. Pemilu tanpa Jokowi,” kata Pemerhati politik dan kebangsaan Rizal Fadhillah kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (1/9/2023).
Saat ini partai politik ada pilihan untuk berada di bawah kendali atau bebas termasuk mengusulkan memakzulkan Presiden Jokowi.
“Partai politik tinggal memilih apakah akan berkompetisi di bawah cengkeraman dan ancaman Jokowi atau keadaan yang bebas dan merdeka ? Jika ingin bebas dan merdeka maka pilihan strategisnya adalah makzulkan Jokowi secepatnya. Alasan konstitusional untuk itu sudah cukup memadai. Sangat memadai,” ungkapnya.
Betapa leluasa dan sehatnya demokrasi jika Jokowi sudah tidak ada. Tahun 2024 akan menjadi pertaruhan apakah tahun malapetaka atau bahagia ? Tergantung pada pilihan partai politik sendiri.
Rakyat akan membersamai untuk pilihan pemakzulan cepat.
Kata Rizal, pemilu tanpa Jokowi adalah untuk kebaikan ke depan. Jokowi merupakan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) demokrasi. Perjuangan mengembalikan asas kedaulatan rakyat sesuai Pancasila dan UUD 1945 harus dimulai dengan Pemilu tanpa Jokowi. Ini adalah urgensi negeri.
“Jokowi asalnya rakyat kemudian mengatur rakyat dengan pola berpura-pura merakyat maka cepat atau lambat akan kembali menjadi rakyat. Semakin cepat kembali semakin baik bagi rakyat.
Tinggal apakah kembalinya selamat atau penuh dengan tamparan dan kutukan dari rakyat,” pungkas Rizal.