Duet Anies-Cak Imin sebuah Strategis atau Keputus-asaan?

Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Surya Paloh menyatakan duet Anies-Cak Imin belum diformalkan dan belum final. Sebelum diformalkan harus terjalin komunikasi yang baik antara partai-partai koalisi perubahan sehingga tidak ada pihak-pihak yang sakit hati. Terutama Anies harus berembuk dulu dengan semua partai koalisi. Katanya baru pekan depan akan diformalkan.

Wacana duet Anies-Cak Imin bukan saja membuat kecewa dan protes dari Partai Demokrat, tetapi juga banyak relawan Anies yang sangat kecewa dengan duet Anies-Cak Imin..

Banyak pihak yang belum bisa memahami keputusan Surya Paloh menduetkan Anies-Cak Imin. Seperti yang telah saya kemukakan di tulisan sebelumnya, bahwa duet Anies-Cak Imin bisa memunculkan 5 masalah:

Pertama, Cak Imin terjerat kasus korupsi “kardus durian” dan masih dalam radar pantauan penegak hukum

Kedua, Perjuangan Cak Imin di Koalisi Perubahan masih Nol dan belum jelas komitmennya tentang perubahan

Ketiga, Soal menambah elektabilitas dari pemilih Nahdhiyyin, figur Cak Imin tidak sepenuhnya dipilih kaum Nahdhiyyin

Keempat, Jika pencawapresan Cak Imin bukan murni pilihan Anies, ini sangat mengkhawatirkan ke depannya tentang kemandirian dan hak prerogatif seorang Presiden

Kelima, Duet Anies-Cak Imin belum tentu menambah suara secara signifikan, bahkan bisa menggerus sebagian pemilih yang anti Jokowi

Cak Imin dianggap bagian dari rezim Jokowi.

Namun dalam politik kadang fakta di lapangan tidak selalu linear dengan teori. Dalam penerapan strategi menghadapi musuh kadang diterapkan strategi : mundur selangkah untuk bisa menyerang sepuluh langkah. Apakah keputusan menduetkan Anies-Cak Imin juga bagia dari strategi ? Apa nilai positifnya jika Anies diduetkan dengan Cak Imin ?

Pertama, Koalisi Perubahan secara kekuatan elektoral bisa lebih kokoh karena koalisi perlu dukungan partai lagi untuk memberikan kekuatan suara di parlemen

Jika Anies menang tapi dukungan partai di parlemen kecil akan terus “direcoki” anggota DPR yang juga bisa menghambat kinerja Pemerintah. Dengan bertambahnya dukungan partai baru, kekuatan di DPR makin kuat.

Kedua, Dipilihnya Cak Imin untuk meredam hantaman badai yang sangat dahsyat dari rezim Jokowi dan Megawati yang sangat anti duet Anies-AHY.

Bagi rakyat, duet Anies-AHY sangat ideal, tapi memiliki tingkat resistensi yang sangat tinggi, sehingga mungkin akan merugikan Anies sendiri.

Ketiga, Walaupun Cak Imin bagian dari rezim Jokowi, tetapi secara ideologi jelas tetap mendukung umat Islam

Secara prinsip PKB tidak akan mendukung PKI dan kemaksiatan. Jika ada kader PKB yang menyimpang, itu sifatnya oknum atau pribadi bukan kebijakan partai.

Keempat, Cak Imin merupakan bagian penting dari Nahdhiyyin dan mendapat dukungan kuat dari para ulama dan jam’iyyah NU

Tahun 2019 suara PKB mencapai 9.36 dengan 58 kursi, mengungguli PKS dan Demokrat. Artinya, pendukung PKB masih sangat besar.

Kelima, Chemistry Anies-Cak Imin sangat rekat dan bisa saling mengisi dan melengkapi

Anies tentu sangat bisa bekerjasama dengan Cak Imin. Selain tingkat intelektualitas yang relatif berimbang, Cak Imin juga orangnya fleksibel.

Jika pilihan Cak Imin dinilai akan memuluskan langkah Anies untuk nyapres dibandingkan jika Anies dengan AHY, maka diperlukan sikap berbesar hati dari AHY dan Partai Demokrat. Tapi jika pemcawapresan Cak Imin karena keputus-asaan dan ciut nyali karena penolakan terhadap AHY, sebaiknya yang dipilih bukan Cak Imin karena jelas membuat Demokrat cemburu, murka dan salah paham. Sebaiknya cawapres Anies dari non partai : Gatot Nurmantyo, Susi Pujiastuti atau Yeni Wahid. Jika Anies diduetkan dengan ketiga nama tersebut insya Allah akan memenangkan kontestasi.

Harus ada kumpul bersama kembali antar partai koalisi perubahan, supaya tidak terjadi misunderstanding.

Semua keputusan harus demi bangsa dan negara dalam rangka melawan hegemoni oligarki taipan dan China komunis.

Wallahu a’lam

Bandung, 17 Shafar 1445