Rakyat Indonesia Dipecah Rezim Jokowi Menjadi 2 Kelompok

Oleh : Memet Hakim, Pengamat Sosial & Wanhat APIB

Saya teringat pesan orang tua dahulu, “jangan berkumpul dengan yang malas, bertemanlah dengan yang rajin & pintar saja, supaya ketularan. Ternyata pesan itu tersurat dan tersirat pada hadits Riwayat al-Bukhaari dan Muslim, (Q.S. az-Zukhruf: 67), (Q.S. al-Furqan: 27-29), Surat Al-Hujurat: 6, surat an Nur: 26.

Coba kita perhatikan di Negara kita saat ini, kecenderungannya serupa banget. Ada 2 golongan penduduk dan elitenya yakni pendukung Jokowi & oposisi. Mayoritas rakyat masuk ke golongan tengah tapi tetap ini terbagi dua juga yang mendukung jokowi dan yang mendukung oposisi.

Jokowi punya sifat pembual, culas, licik, serakah dan kejam. Capres yang diendorsnya juga tidak jauh sifatnya. Misalnya buat mereka bohong dan pencitraan, korupsi itu bukan hal yang memalukan. Begitu juga tipikal Petinggi TNI, Polisi, para menteri yang terpilih umumnya mempunyai karakter yang sama. Pejabat yg terpilihpun karakternya tidak jauh dari itu. Kelompok Jokowi ini terkesan memusuhi rakyatnya yang ingin mempertahankan agama dan negara Indonesia. Tanpa disadari begitulah jadinya.

Para pendukung Jokowi dan ormasnya juga serupa, mereka tidak malu untuk menggunakan uang rakyat untuk kepentingannya. Terakhir kasus RG yang dianggap menghina presiden, yang melaporkannya dari relawan dan partai pendukung presiden. Artinya ada benang merah yang tersambung erat, karena karakter yang serupa.

Para buzzer Jokowi semuanya bertugas membuat opini dan menyerang oposisi agar mereka tunduk pada kemauan Jokowi. Mereka ini dibayar pake duit rakyat, untuk menyerang rakyat. Karakternya serupa semua. Aneh tapi nyata.

Di pihak oposisi, adalah kelompok yang kebanyakan cinta agama (Islam) dan cinta negara, demikian juga personal dan kelompok yang merapat dengan sendirinya karena memiliki pikiran dan karakter yang serupa. Partai dan capresnya terlihat memiliki karakter dan tujuan yang sama. Karakter kelompok ini antitesa dari kelompok Jokowi, orang-orang disi lebih mandiri dan merdeka.

Kelompok petisi 100 misalnya, bisa ketemu dan membuat kesimpulan serta menyuarakan hal yang dirasakan oleh semua anggota petisi ini. Sebenarnya Indonesia tidak mengenal oposisi, tapi jika hati sudah bicara, walau dihambat dan dihalangi, mereka akan menyatu dengan sendirinya.

Kelompok GNPR yang terdiri dari ratusan ormas dan dimotori oleh PA 212, FPI dan GNPF mereka kelompok agamis dan nasionalis bersatu untuk membela agama dan negara. Kelimpok ini terbentuk karena suara hati yang sama, ingin merdeka dari penindasan baik oleh bangsanya sendiri ataupun oleh bangsa aseng.

Kelompok emak-emak yang paling terdampak akibat adanya kebijakan presiden yang menyimpang. Mereka bergabung karena merasa sama perasaannya. Buruh & Nakes demikian juga terdampak buruk akibat adanya UU yang merugikan mereka.

Kelompok tengah merupakan kelompok paling besar, mereka takut bersuara, mereka ada dimana mana termasuk ada di ASN, TNI, Polisi, Mahasiswa, Siswa, emak-emak, Partai, Pedagang, Buruh, Petani/Nelayan, dst. Kelompok ini terbagi 2 juga yang hatinya mendukung Jokowi dan yang mendukung oposisi.

Uraian ini untuk.memperlihatkan betapa orang baik dan jahat itu sulit untuk bersatu. “Orang jahat selalu menang diawal” dan bisa dikalahkan orang baik di akhir. Al Quran memberi contoh betapa seorang Musa yang cadel bisa mengalahkan Fir’aun yang sangat berkuasa, seorang Daud bisa mengalahkan raja Jalut, nabi Muhammad sendiri bisa menang dalam peperangan, walau jumlah pasukannya kalah jauh dengan jumlah dg pasukan lawan. Ada Allah yang membantu.

Di negara kita walaupun Jokowi dengan seperangkat kekuasaannya ditambah dengan senjata & dana yang sangat kuat, jika akan berhadapan dengan oposisi yang merupakan rakyatnya sendiri yang tertindas tentu tidak akan menang. Jika rakyat sudah hilang rasa takutnya, tentu aparat bersenjatapun dapat dikalahkan. Polisi yang selama ini sering diperalat Jokowi, diprediksi kelak akan berpikir 2 x untuk mendukungnya.

Rakyat yang tertindas seringkali dibantu Allah, dalam “berperang” melawan Jokowi yang sangat berkuasa. Akankah sejarah melawan Belanda terulang ? Bambu runcing masih merupakan senjata rakyat yang mengerikan, mati ditembak peluru dan mati ditusuk bambu runcing sangat berbeda rasanya.

TNI masih bermain aman, tidak jelas sikapnya membela Jokowi atau negara dan rakyat ? Memang petinggi TNI terlihat tegak lurus pada Presiden walaupun presidennya telah menyimpang dari UUD 45 & Pancasila, tapi di level bawah mereka cenderung setia pada negara dan rakyat. Berbeda dengan Kepolisian yang hampir total loyal pada Jokowi & oligarki.

Buruh & mahasiswa baru saja turun demo tanggl 9 & 10 Agustus. Sangat mungkin suatu saat mereka bergabung dengan rakyat umum setelah mengetahui bahwa “sumber permasalahan di negeri ini adalah Jokowi”. Para purnawirawan dan Jawara sebagian telah bergabung dengan kelompok oposisi dan sebagian di kelompok Jokowi

Sayangnya kelompok Koalisi Perubahan beserta mesin dan sayap partainya masih wait and see. Kelompok partai pendukung pemerintah masih saling sandera, belum terpikir bagaimana nasibnya rakyat ini. Konon kabarnya dilapisan bawah sudah banyak yang mendukung oposisi, hanya saja tidak terbuka. Kelihatannya hanya partai PDIP yang sering turun membantu kadernya yang bermasalah atau pasang badan untuk Jokowi. Padahal Jokowi sendiri sering membangkang keinginan ketua partai tersebut.

Entah sampai kapan perang nir militer ini akan berhenti, ataukah mungkin jadi perang fisik ? Jika terjadi demikian siap2 saja yang merasa jadi penjahat ekonomi, politik dan hukum untuk lari ke luar negeri. Segala kemungkinan ini ada dalam genggaman Jokowi sebagai presiden.

Bandung 11:08.2023.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News