Raharja Waluyo Jati, Sang Mawar Merah Kuncup Lalu Pergi

By Eko S Dananjaya

Pagi ini saya mendapat kabar melalui grup WA aktivis. Raharja Waluya Jati meninggal dunia di Jakarta.

Tak lama selang dengan Nirwan Ahmad Arsuka, yang lebih dulu dua hari lalu dijemput oleh malaikat Izrael untuk dibawa kesingga sananya Tuhan yang maha kuasa.

Hidup dan mati adalah misteri. Tak satu orangpun dapat memprediksi tentang kematian. Itulah pentingnya manusia percaya pada Tuhan. Ada orang tak percaya pada Tuhan, tapi percaya akan kematian, demikian sebaliknya. Kematian adalah penghabisan dalam hidup (the end of life ) . Pasca covid hingga hari ini, beberapa teman telah mangkat mendahului kita. Ada yang sakit kemudian meninggal. Tapi ada juga yang terlihat sehat tiba- tiba wafat. Itulah misteri dan sejatinya kematian. Tidak semua orang meninggal membawa catatan perjalanan dalam sejarah hidupnya.

Banyak orang menjalani laku kematian secara linier. Yakni kematian yang ditempuh oleh orang kebanyakan. Tapi tidak untuk Waluya Jati. Waluya Jati meninggal dengan mewariskan sejarah pada bangsa ini. Ia salah satu sekian orang yang menanam sejarah perubahan di negri ini. Ia adalah satu diantara sekian aktivis mahasiswa yang diculik dan disiksa oleh anggota ABRI dari kelompok tim Mawar dari Kopassus.

Perjuangan demokrasi dan cita- cita perubahan yang ia perjuangkan telah berhasil meruntuhkan penguasa yang otoritarian dan fasistis. Tahun 1997-1998 team Mawar bentukan Kopassus telah menculik beberapa aktivis. Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras) mencatat tidak kurang dari 23 aktivis diculik dan sebagian hilang.

Di antara 23 yang diculik disitu ada tercatat nama Waluyo Jati. Memang hidup kadang harus ditempuh dengan terjalnya pendakian dalam perjuangan. Tidak ada perjuangan yang ringan untuk menghasilkan sebuah cita-cita. Tidak semua orang berhasil dan sukses dalam mendaki dan menancapkan tongkat perubahan. Demikian yang dijalani oleh teman- teman Waluyo Jati yang ditangkap aparat hingga hari ini belum kembali. Mereka telah menjadi pelopor perubahan dan mengobarkan semangat juang di antara sekian ribu aktivis pembawa obor reformasi. Tapi Waluyo Jati tampaknya masih punya nasip baik dari pada teman- temannya yang diculik hingga hari ini entah kemana mereka berada.

Saya cukup lama tidak bertemu dengan Waluyo Jati. Sembilan tahun yang lalu ketika teman- teman mendirikan Seknas Jokowi Jusuf Kalla di jalan Brawijaya Jakarta Selatan, saya sering masih bertemu.

Seknas Jokowi yang dinahkodai Dadang Yuliantara dan M Yamin, Untoro Hariyadi itu adalah relawan pelopor di garis depan untuk mengusung Jokowi JK duduk di kepresidenan. Dan telah terbukti bahwa Waluyo Jati dan teman- teman Seknas berhasil membawa kesuksesan Jokowi sebagai kepala negara.

Beberapa fungsinaris Seknas, seperti (Almarhum M Yamin), Budiman Sudjatmiko, (Almarhum Dedy Mawardi), (Almarhum Anung) semasa hidupnya mendapat tempat jabatan komisaris di beberapa BUMN. Ini sebuah perwujudan yang baik oleh pemerintah untuk menempatkan organ-organ relawan Jokowi duduk sebagai dewan komisaris.

Hidup di dunia politik tidak selamanya ajeg. Karena politik itu berjalan dinamis. Demikian pula yang dijalani Waluyo Jati. Dirinya memilih jalan yang berbeda ketika Jokowi berkuasa. Waluyo Jati memilih jalan dipersimpangan dengan teman-teman Seknas.

Waluyo Jati memilih bersama- sama Anies Baswedan menapak jalan baru untuk ikut berkiprah membenahi Ibu Kota Jakarta. Waluyo Jati sebagai staf Anis di gubernuran DKI. Sedang istrinya Waluyo Jati harus pamit dari Kantor Staf Presiden (KSP) Jokowi untuk kembali ke Yogyakarta.

Dari rangkaian sedemikian banyak kawan yang sudah kembali ke haribaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Aktivis hendaknya menyatukan kembali marwah cita- cita perjuangan masa lalunya. Karena bukan semakin banyak dan tambah kawan kita tapi terasa berkurang satu demi satu hilang tak terbilang.

Penulis sahabat almarhum. Pendiri Lembaga Kebudayaan dan Lingkungan Hidup Yogyakarta.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News