People Power: Buruh, Mahasiswa dan Rakyat Bersatu?

Oleh : Memet Hakim (Pengamat Sosial, Wanhat APIB)

Petisi 100 masih bergulir, beberapa hari lagi buruh akan turun ke jalan. Suara people power makin ramai saja. People power semula dianggap makar, padahal sama dengan demo atau aksi. Aksi 212 fenomenal yang jumlahnya sampai sekitar 10 jutaan pun, merupakan people power. Biasa saja damai dan sejuk.

Buruh, mahasiswa dan rakyat secara umum memang sampai sekarang belum bisa bergabung di dalam 1 aksi bersama, apalagi menyatu dalam visi, masing2 punya agenda sendiri. Padahal sumber segala sumber permasalahan di negeri ini adalah sama yakni presiden Jokowi.

Buruh dengan “baju buruh” akan tetap buruh, paling yang dituntut naik UMR, UU Cipta Kerja atau apapun yang terkait dengan kesejahteraan buruh. Tapi jika buruh menggunakan “baju rakyat”, karena memang buruh adalah bagian dari rakyat tentu akan berbeda berpikirnya. Tuntutannya akan sama dengan rakyat pada umumnya, sehingga lebih mungkin bersatu dengan elemen rakyat lainnya.

Baca juga:  People Power Juga Takdir

Mahasiswa begitu juga, jika menggunakan “baju mahasiswa” sulit bergabung atau bersatu. Mahasiswa takut ditunggangi rakyat, takut ditunggangi umat Islam, takut ditunggangi buruh, dll. Ketakutan ini muncul akibat cara berpikir sempit, bukan cara berpikir sebagai calon pemimpin.

Jika menggunakan “baju pemuda”, “generasi muda” atau “pemimpin di masa depan”, tentu akan bisa bersatu dengan rakyat bahkan bisa menjadi pemimpin rakyat. Dengan demikian mahasiswa punya arti dalam perjuangan rakyat.

Rakyat juga terdiri dari berbagai elemen, seperti emak2, umat Islam, umat agama2 Kristen, Hindu, Budha, pedagang, pemuda, dll tentu saja dapat bergabung dan bersatu dengan para mahasiswa dan buruh sebagai bagian dari rakyat. Jika tujuannya sama kenapa tidak ? Semua komponen bagsa Indonesia ini janganlah mudah dikotak kotak. Mempertahankan ego dan identitas masing masing hanya akan memperlemah persatuan saja.

Baca juga:  Jangan Memperalat Mahasiswa di Jawa Barat

Lebih dari itu potensi membebaskan diri dari ketidak adilan, bisa diperankan di dunia nyata. Misalnya ada buruh, mahasiswa bahkan siswa sekolah menengah atas dan santri yang menguasai IT, komunikasi, bidang teknik, hukum, kesehatan, bela diri, memasak, dll bisa dimanfaatkan dalam banyak hal. Perjuangan itu memerlukan berbagai keahlian bukan hanya demo atau people power.

Demo atau people power parsial, sulit mendapatkan hasil, demo atau people power gabungan belum tentu berhasil juga, tapi ada kemungkinan tuntutannya lebih didengarkan.

Bandung, 01.08.2023