Gibran Rakabuming Raka (Gibran) makin menguat menjadi cawapres setelah pernyataan pemerintah diwakilkan oleh Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Togap Simangunsong bahwa ada kesamaan hak warga terkaait pembatasan usia capres dan cawapres.
Demikian dikatakan pengamat politik Muslim Arbi dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (1/8/2023). “Mahkamah Konstitusi (MK) kelihatnnya akan mengabulkan uji materi bahwa batas minumal capres dan cawapres 35 tahun bukan 40 tahun sebagiamana dalam undang-undang sekarang,” ungkapnya.
Kata Muslim, ketika MK memutuskan usia capres dan cawapres minimal berusia 35, ada perubahan perubahan koalisi di Gerindra. “Gerindra akan menggandeng Gibran menjadi cawapres Prabowo,” papar Muslim.
Muslim mengatakan, Gibran sendiri dalam wawancara dengan Rosianna Silalahi Kompas TV juga memberikan sinyal bersedia menjadi cawapres. “Gibran akan mengambil momentum ketika dipinang menjadi cawapres,” jelasnya.
Pemerintah memberikan pandangannya atas uji terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya soal batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Dalam sidang perkara 29/PUU-XXI/2023 itu, pemerintah diwakilkan oleh Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Togap Simangunsong.
Dia menyebut bahwa Pasal 28D Ayat 3 UUD 1945 memberikan hak yang sama dalam pemerintahan. Togap mengatakan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan ketatanegaraan perlu dipertimbangkan dalam kebijakan penentuan batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden.
“Siapapun warga negara memiliki hak yang sama untuk mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pemerintahan,” kata Togap dalam persidangan yang digelar di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023).
Meski begitu, dia menyebut perlunya penalaran logis atas kemampuan seseorang dalam menjalani tugas kenegaraannya.
Dalam dinamika berbangsa dan bernegara, lanjut dia, batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden merupakan hal yang adaptif dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan ketatanegaraan.
“Mungkin saja batas usia bagi keikutsertaan warga negara dalam jabatan atau aktivitas pemerintahan diubah sewaktu-waktu oleh pembentuk undang-undang sesuai kebutuhan perkembangan yang ada. Hal itu sepenuhnya kewenangan pembentuk undang-undang yang tidak dilarang,” tutur Togap.