Oleh: dr. Agung Sp. An
Injury Time pengesahan RUU dimanfaatkan dengan baik oleh Para Guru Besar Indonesia Lintas Profesi.
Bergerak spontan karena tuntutan hati nurani para guru besar ini membentuk Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) yang menghasilkan Petisi Penundaan Pengesahan RUU Kesehatan.
Hanya dalam waktu 2 hari para guru besar (GB) melakukan koordinasi dan hingga konferensi pers 10 Juli 2023 terkonfirmasi 88 GB menyatakan keberadaannya dalam forum tersebut.
Seakan sikap GB terlambat dalam merespon proses legislasi RUU Kesehatan yang memang berjalan ajaib, misterius prosesnya dan penuh dengan penumpang gelap.
Wajar kalau kemudian sekaliber para GB kehabisan akal untuk bisa memahami keanehan proses dan pada akhirnya memutuskan suatu langkah taktis dan strategis di injury time.
Petisi FGBLP direspon Kemenkes bagai sebuah serangan, melalui jubirnya dr. M Syahril menyesalkan sikap “beberapa” Guru Besar Ilmu Kedokteran dari Universitas ternama yang mengkritisi RUU Kesehatan hanya berdasarkan provokasi dan fakta sesat yang dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu.
Jubir melakukan kesalahan fatal atau terpeleset berkali-kali dengan istilah “hoax” dan “tabayun” bagai kaset yang diputar berulang-ulang menggambarkan kemampuan bernarasi yang terbatas dan sangat mungkin akibat minim literasi.
Catatan penting atas pernyataan jubir Kemenkes :
1. Guru Besar yang tergabung dalam FGBLP tidak hanya dari Universitas tertentu dan tidak semua berasal dari ilmu kedokteran.
Terbantahkan bahwa kehendak para GB tidak terkait dengan organisasi profesi (OP) atau sekedar kepentingan pragmatis.
Jubir hanya kembali menggiring opini penolakan hanya dari kelompok tertentu dan atau terkait dengan OP tertentu.
Penyebutan kata “beberapa” juga seakan menyebutkan para GB tersebut adalah oknum, padahal posisi GB tidak bisa diukur dalam jumlah atau prosentasi dari keseluruhan GB Indonesia.
Bahkan bukan tidak mungkin karena kesadaran akan tanggung jawab ilmiah maka bagai bola salju jumlah anggota forum akan makin bertambah.
2. Jubir tidak memiliki sensitivitas kesejawatan maupun penghargaan terhadap posisi tertinggi dalam dunia pendidikan.
Patut dipertanyakan etika moral bersangkutan yang tergadaikan dengan jabatan di Kemenkes.
Sikap Jubir sangat tidak profesional sebagai seorang dokter yang dididik untuk berpikir kritis, secara sadar menempatkan dirinya sekedar alat kekuasaan.
Jubir tidak paham bahwa Hoax sesungguhnya adalah RUU kesehatan sendiri dan tabayun menjadi gambaran tidak transparansinya proses legislasi.
Hilangnya Kepekaan atau antikritik jajaran Kemenkes makin terlihat saat ini setelah sebelumnya melakukan pemecatan Prof Dr. dr. Zainal Muttaqin SpBS Ph.D hanya karena bersikap kritis atas pernyataan Menkes.
3. Kalau pernyataan jubir mewakili lembaga Kemenkes artinya Kemenkes secara langsung menabuh genderang peperangan yang justru berakibat Kemenkes harakiri.
Keberadaan para GB secara struktural tidak dibawah Kemenkes namun secara esensi keberadaannya menjadi penting dalam pengembangan SDM kesehatan.
Segala kebobrokan Kemenkes akan makin terungkap akibat hilangnya partnership dengan berbagai lembaga pendukungnya terutama hilangnya dukungan tenaga kesehatan.
Bisa dibayangkan bagaimana kualitas pendidikan tenaga kesehatan tanpa keberadaan GB.
Menkes melakukan kesalahan berpikir (logical fallacy) berulang dalam mengejar target indikator kesehatan sehingga target tidak tercapai atau bahkan mungkin terjadi kesengajaan (dolus), ibarat pilot dalam mengarahkan pesawat terbangnya Pak Menkes sengaja tidak mengikuti guideline yang telah dibuat pabriknya dan berupaya mengendalikan secara manual tanpa mengindahkan arahan Menara ATC.
Pak Menkes sengaja keluar jalur dan melakukan berbagai pembenaran (dengan menyusun RUU OBL).
Kondisi seperti ini bisa dikatakan pembangkangan bahkan mungkin kategori pembajakan pesawat.
Berkedok demi rakyat, kualitas pelayanan kesehatan dijanjikan akan lebih baik dengan RUU OBL. Narasi sesat (misleading) dengan sengaja dan lugas disampaikan ke publik untuk melawan pihak-pihak yang dipastikan menentang RUU OBL.
Para awak pesawat (organisasi profesi, konsil dan kolegium) disekap, dilucuti peralatannya dan pilot sengaja bekerjasama dengan penumpang gelap (kapitalis) yang diselundupkan dalam penerbangan.
Menkes memasukkan sejumlah personal yang tidak memiliki kualifikasi di bidang kesehatan menjadi asisten, think tank atau sekedar pendukungnya, tidak berlebihan kalau kita curiga ketika background pembantunya lebih banyak ekonom terutama praktisi investasi.
Pantaslah kalau kemudian Menkes gagal memahami keberadaan guru besar dalam perannya mendukung Kementerian Kesehatan.
Detik-detik berarti menjelang pengesahan RUU Kesehatan merubah posisi kemenangan bagi rakyat.
Andaikan ketuk palu tetap terjadi maka konsekuensi telah diambil para GB melalui pernyataan lugas untuk konsisten berjuang.
Bagai pertandingan bola, para GB telah berhasil menunjukkan permainan terbaik disaat injury time.
Walaupun kalah tapi menjadi “pemenang sejati” ketika lawan melakukan berbagai kecurangan karena tidak mau dikalahkan.
Agung Sapta Adi @agungsaptaadi
Dokter Indonesia Bersatu (DIB)
#TolakRUUKesehatan #TolakRUUKesehatan
youtube.com/watch?v=VHqvJ0…