Penyanderaan pilot Susi Air Philips Mark Methrtens yang belum dibebaskan kelompok OPM harus menjadi tanggung jawab Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR.
“Presiden dan Senayan bertanggung jawab penuh pada kasus penyanderaan pilot karena sampai sekarang tidak ada penugasan khusus pada TNI untuk menghadapi OPM,” kata pengamat sosial Memet Hakim kepada redaksi www.suaransional.com, Kamis (6/7/2023).
Kata Memet, OPM telah banyak membunuh warga sipil dan militer di Papua. Akan tetapi sampai sekarang tidak pernah disebut pemberontak atau separatis bersenjata, semestinya mereka adalah Pemberontak bersenjata yang ingin merdeka, maka tidak perlu takut dikatakan TNI melakukan pelanggaran HAM.
Sampai saat ini masih ditangani oleh Kepolisian, Kepolisian tentu saja tidak mampu menghadapi OPM, walau Densus 88 yang dikirim, karena mereka dilatih dan ditugaskan untuk menghadapi orang yang tidak bersenjata.
Berbeda dengan TNI, kata Memet dilatih untuk bertempur dan memenangkan pertempuran tentunya dengan senjata. Julukan tentara Indonesia yang masuk terbaik di dunia seperti Kopassus, Marinir, Paskhas, tentulah merupakan pasukan khusus yang mematikan. Masalahnya tentara ini diikat oleh aturan hanya boleh berperang lawan musuh dari luar (fungsi pertahanan), sehingga sulit menghadapi OPM yang disebut saudaranya Dudung sebagai Kasad, tentu tidak boleh.
“Celakanya Polisi selalu membawa tentara sebagai pembantunya, persoalan muncul jika tentaranya ditembaki OPM tapi tidak boleh memburu penembaknya kan jadi susah. Seharusnya tentara yg menjadi komandonya, ini yg benar. Polisi cukup membantu di bidang ketentraman dan ketertiban masyarakat saja . Memang idealnya sebelum masuk lapangan tentara dibantu operasi intelijen terlebih dahulu, sehingga operasi militernya secara cepat bisa diselesaikan,” ungkapnya.
Kemungkinan lain menyelesaikan di Papua, menurut Memet, kasus OPM dipelihara agar anggaran terus mengalir. Pihak TNI dapat bagian juga dari kepolisian, tapi tentunya berbeda jika punya anggaran sendiri.
“Logikanya kan lebih baik dana subsidi kendaraan listrik, renovasi JIS, IKN, KA cepat kan lebih baik digunakan untuk biaya operasi militer di Papua dan para petani/nelayan,” pungkas Memet.