Manajemen bencana secara baik bisa mengurangi sesuatu yang tidak diinginkan termasuk korban. Manajemen bencana melibatkan para pakar, ahli yang ahli di bidangnya serta orang-orang yang berpengalaman dalam menangani bencana.
“Padahal kita tahu bahwa dengan melakukan manajemen bencana dengan baik, dengan melibatkan para pakar, ahli serta mereka yang memiliki pengalaman memadai insyallah akan bisa sedini mungkin diketahui atau diprediksi kawasan rawan bencana dan kemungkinan-kemungkinan lain,” kata Direktur Utama Akademizi dan Associate Expert Forum Zakat (FOZ) Nana Sudiana di artikel berjudul “Optimalisasi Manajemen Bencana”
Para pakar hidrologi bisa memperkirakan suatu kawasan yang memungkinkan terjadinya luapan air, bisa mengetahui penyebab dan memberi solusi untuk mengatasi atau mereduksi dampak surplus air akibat tingginya curah hujan.
“Pakar pertanahan bisa meneliti dan mengetahui dampak curah hujan yang tinggi pada struktur tanah. Sehingga bisa memberi peta sebagai ‘warning’ kepada para warga dan pejabat mengenai kawasan yang rawan longsor,” tegasnya.
Kata Nana, pakar bangunan dan pakar tata kota bisa memperkirakan daya tahan suatu bangunan, kondisi riol, struktur bangunan dan perkiraan daya tahannya. Walaupun begitu, terkadang ada sebagian bencana yang terjadi tanpa bisa diprediksi terlebih dahulu, misalnya tiba-tiba sebuah tempat yang mengalami longsor. “Ini terjadi bisa saja karena curah hujan yang tiba-tiba sangat tinggi, karena pusaran angin yang membawa awan bisa tiba-tiba berubah arah dengan kecepatan yang tinggi,” papar Nana.
Manajemen bencana yang memadai, menurut Nana diperlukan guna mengantisipasi sejumlah hal yang tidak kita inginkan. Salah satu sarana atau hal yang harus tersedia dalam proses antisipasi bencana adalah ketersediaan dana.
“Masalah dana adalah masalah yang cukup vital, mengingat setiap kali terjadi bencana selalu saja kita memerlukan akselerasi penanggulangan dan rehabilitasi kawasan yang setiap hari digunakan masyarakat, seperti jalan, jembatan dan sebagainya, termasuk rehabilitasi rumah warga yang menjadi korban. Akibat dari itu semua, maka soal bencana alam akhirnya menjadi bagian dari otonomi daerah, karena tak bisa berharap banyak dari bantuan pemerintah pusat,” ungkapnya.
Selama ini rakyat yang tertimpa bencana alam selalu berharap banyak pada pemerintah setempat, dan sangat jarang korban bencana alam menyebut-nyebut bantuan dari pemerintah pusat. Sehingga ketangguhan suatu pemerintah daerah yang saat ini dalam era otonomi daerah, juga diuji dari kemampuannya dalam menanggulangi bencana alam.
“Bencana alam yang tak bisa diprediksi adalah gempa bumi, sehingga menejemen bencana lebih terarah pada daya tahan atau mutu bangunan. Namun mengingat bencana di Nias, dan kondisi bangunan di Indonesia, maka hal yang terpenting dari menejemen bencana di era otonomi daerah adalah ketersediaan dana pemerintah daerah,” ungkapnya.