Presiden Cawe-cawe, Kekuasaan yang Merusak

Oleh: Agung Mozin

Hai Presiden, tabiat kekuasaan itu telah merusak akal pikiran…kini saya ingin menjelaskan mengapa merusak.

Kekuasaan itu adalah godaan terbesar, karena godaan harta, kekayaan, hidup dalam kemewahan, dan berbagai macam kedudukan, semuanya itu berada dibawah wilayah kekuasaan.

Kekuasaan dapat mengambil harta orang-orang kaya, setelah mereka menghabiskan masa hidupnya dengan membanting tulang demi mendapatkan kekayaan tersebut, kemudian keluarlah keputusan yang ditandatangi oleh sang penguasa…. Dengan keputusan itu kekayaannya bisa berpindah kepada penguasa, sejarah telah menulis banyak contoh dan peristiwa seperti ini.

Tidak hanya itu dasyatnya kekuasaan, bayangkan kecantikan dan seks serta harta yang melimpah berada dibawah kemurahan kekuasaan itu, maka betapa banyaknya para sultan berpesta pora dengan gundiknya, maka “Romeo” dan “Don Juan” bertebaran diseputar kekuasaanmu hai Presiden

Sangat menggoda, ada juga orang yang ingin keluar dari pusat kekuasaan tapi sedikit sekali jumlahnya, karena mereka sudah dan selalu dikuasai oleh nafsu kekuasaan, hegemoni, perintah dan larangan. Hal inilah yang dapat dipersembahkan oleh kekuasaan melebih dari institusi manapun, karena memang itulah tabiat kekuasaan.

Jadi merusaknya kekuasaan itu karena sebagai titik temu semua godaan-godaan sampai tingkat dewa. “Arak” kekuasaan yang memabokan tidak dapat dihentikan oleh siapapun yang sudah berkecimpung didalamnya. Karena kekuasaan itu melemaskan fisik dan merusak otak.

Kekuasaan para tiran, hanya mengunggulkan otaknya daripada perasaanya, dan narsisme, serta sangat egois. Artinya kekuasaan ditangan orang-orang ini hanya untuk memenuhi keserakahannya, dan bahkan mungkin saja akan membinasakan dan memusnahkan musuh-musuhnya (kini sedang dipertontonkan penjegalan kandidat presiden) dengan istilah populer. Presiden “cawe-cawe”

Lebih dramatis lagi, Ketika terancam kekuasaannya, biasanya sang tiran memilih lebih baik mati. Akan tetapi, biasanya sang tiran tidak mau mati sendirian, namun akan menggandeng musuh-musuhnya untuk mati bersama seperti yang diucapkan oleh Abdulah Ibn Zubair:
Bunuhlah aku, hai raja
Niscaya engkau akan mati bersamaku

Hasrat untuk mendominasi dan arogansi dengan menundukan sekumpulan orang, bisa menjadikan sang tiran sebagai raja kehidupan dan kematian karier politik dan ekonomi orang-orang yang menjadi musuhnya, karena hak mengangkat derajat dan menghinakan siapa yang dikehendaki adalah hasrat yang paling kuat bersemayam dalam jiwa manusia yang berkuasa.

Mungkin ada ahli yang bisa membuktikan bahwa hasrat untuk meniadakan orang lain lebih kuat dari hasrat seks atau hasrat menumpuk harta berlimpah. Atau mungkin kalau bisa kita riset pada para diktator atau tiran seperti Hitler, Mussolini, Lenin dan Stalin dan lainnya, apakah mereka lebih berhasrat menikmati makanan, minuman, dan kenikmatan kemawahan, maka saya bisa menduga bahwa mereka akan memilih untuk menikmati nafsu kekuasaan

Kecintaan pada kekuasaan, maka presidenpun mau cawe-cawe (istilah penuh makna), bahkan dibelahan bumi lain, ada yang tega membunuh atau ikut andil membunuh tokoh lain, padahal dia tau tokoh seperti Anies Baswedan dan Prabowo subianto adalah orang-orang terbaik calon pemimpin bangsa

Jika kita semua mau membuka lembaran sejarah kekuasaan, kekuasaan manapun pasti tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali catatan diatas: yaitu catatan pembunuhan, suap-menyuap, tipu daya, rekayasa, kelicikan dan cawe-cawe (multi tafsir)

Jangan sampai ketika anak cucu kita membuka lembaran sejarah kekuasaan, maka disana ada nama seorang presiden yang cawe-cawe untuk memenuhi hasrat nafsunya pada kekuasaan, tertulis dalam lembaran hitam sejarah Indonesia sebagai penguasa tiran dengan cara cawe-cawe.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News