Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
“Perasaan terindah dan mendalam adalah perasaan terharu merasakan kehadiran yang ghaib dan Kudus. Itu adalah kekuatan hidup yang sebenarnya”
“Menyadari yang tak bisa kita hampiri benar – benar ada. Menyatakannya sebagai kebijaksanaan tertinggi dan kita yang bodoh hanya bisa memahami, dalam bentuk sederhan. Perasaan dan kesadaran itu ada pada tingkat keimanan yang sejati ”
Masuklah bermuhasabah diri, apakah selama ini kita lebih takut kepada selain Sang Pencipta, atau kepada sesama manusia, sebagai hamba Tuhan yang lemah . Rasa takut hanya akan muncul jika kita menyadari bahwa hidup ini memiliki akhir.
Begitu banyak timbunan sampah batin dari mulai urusan hati yang tak tuntas, trauma yang belum sembuh, sampai segudang rencana karena ketakutan ketika kekuasaan yang akan lepas.
Beban ini, jika tidak pernah di kuras, akan muncul ke permukaan sebagai penyakit fisik, stres, paranoia, dan aneka fenomena lain yang kita sebut sebagai “problem keangkuhan dan kesombongan”
Apakah kita sementara harus masuk kesendirian dan keheningan diri, bukan untuk menghindari sebuah kenyataan tetapi semata menata dan membersihkan kekuatan diri yang selama ini terlalu tebal terinfeksi kabut ketololan diri dari cahaya ilahi
Menjadi orang yang selalu rame memang menyenangkan, mungkin lupa sang diri perlu sejenak dalam keteduhan diri. Kita begitu iri melihat orang lain yang tetap tenang dan berani, memancarkan kekuatan diri saat menghadapi semua guncangan, tekanan, ancaman pembunuhan sekalipun
Sejenak dalam kesendirian mendekat kepada Sang Kuasa akan tampak kelemahan dan kerapuhan kita. Kebiasaan apa yang kita lakukan, apa yang kita baca, apa yang kita tonton, bahkan apa yang kita pikirkan, semuanya itu akan berlomba- lomba datang menawarkan diri pada saat anda sendiri dan kesepian.
Muncul pilihan ada pada kita, tragisnya, tidak banyak yang mempunyai cukup kekuatan untuk memilih yang dikehendaki-Nya, tetapi tetap tersungkur pada nafsu apa yang disukai.
Lupa ingatan dan kesadarannya bahwa Allah tak pernah hilang, tak pernah ghoib, tak pernah berjarak, tak pernah bergerak atau diam, tak pernah berpenjuru atau bernuansa, tak pernah berbentuk dan berupa, tak pernah berwaktu dan ber-ruang.
Tak ada alasan apapun yang bisa menutup, menghijabi, menghalangi, menilai Allah dari dirimu, apalagi sekedar untuk “menyendiri bersamaNya” dalam hiruk pikuk dunia.
Tanpa harus melepaskan tantangan zaman, perjuangan, kegairahan melawan kezaliman, kita tak pernah merasa takut sedetik pun ketika kita menggelayut di “pundak-Nya” apalagi bermesraan dalam pelukan-Nya.
Hanya manusia Fir’aun yang merasa bahwa dunia ada dalam genggaman dan kuasanya. Rusak tatanan kehidupan ini. Ketika dan konon rezim ini jangankan manusia “Tuhanpun sudah tidak ditakuti”. Jauh dari rasa dan mengenal bahwa kekuatan ghaib dan kudus itu adalah kekuatan hidup yang sebenarnya, dan kekuasan hanyalah amanah akan lenyap tiba waktunya.