Perang Nir Militer di Indonesia sedang Berlangsung

Oleh: Memet Hakim

Sejumlah Purnawirawan TNI yang tergabung dalam FKP2B temui Rizal Ramli, Rabu, 19.08.2020. Mereka menyampaikan adanya ancaman, Sejumlah Purnawirawan TNI Temui Rizal Ramli di Jakarta (SINDOnews). Ancaman-ancaman non militer di bidang ekonomi, politik, ideologi dan berbagai bidang lainnya saat ini sangat terasa oleh bangsa ini. Saat ini, dirinya dan rekan-rekan sesama prajurit TNI AD merasa ada upaya untuk menjatuhkan dan meruntuhkan kedaulatan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Suaranasional.com, memuat berita dari Mayjen (Purn) Deddy S Budiman, 20/03/2021 : Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terancam bubar karena adanya ancaman non militer seperti penegakan hukum yang tidak berkeadilan. Sarang korupsi ada di partai politik tertentu, rencana makar ideologi dilakukan oleh partai politik tertentu. Gembong narkoba, perampok Bank, BPJS, Asabri, Jiwasraya adalah oknum anak cucu keturunan musang. Pertanyaannya, kenapa yang dimusuhi, dibubarkan, dikriminalisasi, dipersekusi dan dibunuh adalah ormas FPI ?

Perlakuan ketidakadilan ini dapat memicu kerusuhan masa, konflik horizontal dan vertikal, pada gilirannya dapat mengancam keselamatan dan keutuhan NKRI.

Terakhir Sorotbangsanews.com, 21.01.2023, juga memuat tulisan Mayjen (Purn) Deddy S Budiman kembali tentang “Ancaman Nir Militer Berimplikasi Terhadap Kedaulatan Berkembang Pesat di Era Jokowi”. Jendral TNI Purn GN bahkan meyakini 99% komunis telah menyusup ke berbagai lini di pemerintahan (https://youtu.be/e-L-uaT6T8Y).

Setiap tahun ahli strategi dan jendral pemikir ini mengingatkan kita semua akan adanya bahaya nir militer di negara kita.

Mantan Kepala Bais Letjen YS purn TNI pun seringkali menjelaskan hal tersebut. Sejalan dengan hal tersebut dalam berbagai diskusi Brigjen purn HP mantan petinggi BAIS, menjelaskan juga seperti itu.

Artinya para senior TNI ini walaupun telah purna bakti, mereka selalu mengingatkan adik2/anak2nya serta kita semua yang masih aktif agar tetap waspada dan berbuat sesuatu supaya apa yang dikawatirkan tidak terjadi.

Rupanya peringatan para senior TNI ini dianggap angin lalu aja, akhirnya perang asimetris atau perang nir militer terjadi juga di negara kita. Perang ini tengah berlangsung di Indonesia, RRC dengan partai komunisnya sudah lama mempersiapkan perang ini, lewat partai dan oknum para pejabat tinggi.

Perhatikan saja cara petinggi pemerintah “membunuh” rakyatnya secara pelan pelan, dengan mendatangkan jutaan tka, kemudahan mendapatkan ktp bahkan ada Second home Visa, tetapi pemulangan tka dalam rangka turn key project tidak pernah terdengar. Kasus pembelian senjata canggih polisi yang ditemukan oleh TNI, penemuan senjata di tempat non pri di Bandung, semuanya gelap. Omnibus law (Minerba, Cipta karya, Kesehatan) semuanya untuk pengusaha & asing. Kasus hukum, pilpres semua menekan rakyat. Ketimpangan kesejahteraan semakin jadi. Kedaulatan rakyat telah diambil alih oleh partai. TNI juga seperti sengaja dilemahkan, kepolisian diperkuat. Selain itu kita sering mendengar presiden sering berbohong, dibantu oleh para buzzer dan menterinya, perang di jagat maya dengan MCA (Muslim Cyber Army). Ini pertanda perang asimetris telah berjalan untuk menguasai RI dengan cara menggunakan oknum2 petinggi negara.

Ketidak adilan dibidang ekonomi contohnya adalah kasus Rafael Alun, secara tidak sengaja terbongkar, sehingga bisa heboh, akhirnya kekayaan para petinggi kemenkeu ini terbuka, walau belum semuanya. Kasus yang 349 trilyun di Kemenkeu hilang tanpa bekas, tetapi kasus BTS yang 8 trilyun malah menjadi lebih heboh.
Mereka yang menurut ukuran rakyat umumnya sudah kaya, kita kaget dan marah, karena uang pajak yg dikumpulkan ternyata digunakan untuk kemakmuran para pejabatnya.

Di lain pihak kita tidak marah tatkala menyadari kekayaan non pri ini ini sangat besar ruaaar biasa. Sekelas Menteri Keuangan saja gak bisa menagihnya, aneh kan ? Kasus ketimpangan yg sangat luar biasa ini merupakan peristiwa sosial, yg suatu saat dapat meledak dan bisa merugikan semua pihak. Bayangkan bagaimana mungkin kekayaan 4 orang terkaya non pribumi sama dengan kekayaan 100 juta penduduk Indonesia termiskin*, dilain pihak ada 27 juta warga berpendapatan dibawah Rp535.000/kapita/ bulan.

Nah ketimpangan yg sangat jauh ini, gagal diperbaiki oleh pemerintah sekarang, bahkan ketimpangan semakin menjadi jadi. Artinya perang ekonomi sudah hampir dikuasai para konglomerat yang unumnya non pri.
Salah satu sumber ketimpangan itu adanya UU Omnibus Law, UU minerba dan Cipta kerja yang cacat konsitusi dan sangat menguntungkan investor (China).

Sangat diduga presiden beserta jajarannya bekerja sama dengan pengusaha non pri ini untuk memperkaya kelompok non pri, artinya para petinggi negeri ini telah berkhianat terhadap pribumi bangsa Indonesia*.

Di bidang hukum, ketidak adilan secara vulgar juga dipertontonkan. Yang terakhir kasus ijazah palsu misalnya, yang memiliki ijazah palsu masih tidak tersentuh, yang meneliti dan memviralkan malah dihukum berat. Kasus km 50, sudah terang benderang tapi tidak diselesaikan, tapi kasus kerumunan secara sigap ditindak lanjuti. Lewat para petugas hukum negara kita juga hampir 100 % dikuasai mereka.

Penduduk pribumi jumlahnya sekitar 95 % dan sekitar 87% adalah muslim yang mayoritas miskin, dilain pihak non pri yang hanya 1.5 – 3 % sebagian besar kaya raya. Indonesia mengalami “jurang ketimpangan antar etnis yang sangat serius”. Walau mayoritas rakyat pribumi umumnya miskin, tapi mereka tetap ingin merdeka dalam artian sesungguhnya. Semangat juangnya sanfat tinggi.

Kasus pilpres menunjukkan indikasi aslinya, Jokowi selaku presiden “memusuhi” capres berprestasi pilihan rakyat. Tanpa malu terus terang bahwa Jokowi tidak akan netral. Banyak pengamat memprediksi capres pilihan rakyat ini dihambat supaya tidak masuk kompetisi. Ini kan bentuk pernyataan perang terhadap rakyatnya sendiri.

Presiden mempunyai 2 capres pilihannya, dibantu oleh Mendagri dan jajarannya, para menteri terkait dengan jajarannya, kepolisian dan jajarannya, konglomerat/taipan pemilik dana, KPU penyelenggara pilpres, MK yang membuat keputusan konstitusi, DPR, MPR serta 6 partai koalisi penguasa. Mereka melawan rakyat yang memiliki 1 capres, hanya didukung oleh 3 partai dan relawan saja. Ini kan kompetisi yang tidak seimbang, tetapi tetap saja presiden berbuat apa saja agar pilihannya menang. Merubah aturan, melanggar aturan, melanggar etika bukan masalah yang penting menang. Ini merupakan indikasi kuat presiden sedang berperang melawan rakyatnya.

Tampaknya keadilan sosial baik, ekonomi, hukum maupun politik ini semakin jauh dari harapan. Sudah kondisinya begitu parah penguasa masih juga mengistimewakan investor asing (RRC), sehingga tidak salah jika kesan umum pemerintahan sekarang adalah pemerintahan yg tunduk pada keinginan RRC dan para pengusaha Nonpri.

Entah sampai kapan, perang besar nir militer ini akan berlanjut Jendral, rakyat berharap TNI segera ikut bergerak, sebelum terlambat.

Bandung, 7 Juni, 2023
Memet Hakim
Pengamat Sosial
Ketua Wanhat APIB.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News