Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
“Di atas puing puing pondasi pikiran dari rekam jejak hidupnya sudah tercatat dalam sejarah, menorehkan catatan sejarah hidupnya yang kelam, tetapi masih memimpikan jadi hero atau pahlawan”.
Masih juga menyimpan memori sukses masa lalu menyewa/rentalan survei untuk membius dan cuci otak rakyat, ingin mencetak kesan dalam pikiran rakyat bahwa akulah pemenang, akulah pahlawan.
Survei Litbang Kompas yang diselenggarakan pada 24 September-7 Oktober 2022 secara tatap muka. Tentang seberapa berdampaknya pengaruh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mendukung sosok calon presiden (capres) untuk maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hasilnya, hanya 15,1 persen warga yang yakin memilih sosok capres yang didukung Jokowi.
Sekiranya survei ini benar dan bisa dipercaya. Bagi rakyat yang berakal sehat pasti sadar bahwa kepemimpinan Jokowi, telah merosot.
Masyarakat pun mulai sadar bahwa Jokowi bukan pemimpin yang orisinil yang aman membawa kebaikan. Pikiran, pendirian, sikap, kepribadian dan kebijakannya selama ini terbuka dan terbongkar dari persembunyian, itu semua imitasi hanya produk remote dan panduan dari luar dirinya.
Diperparah akibat hubungan patron – klien selama ini, presiden dianggap dewa, penyelamat. Presiden dianggap tahu segalanya, hubungan telah bertransformasi dalam berbagai macam bentuk dengan berbagi variasi jenis eksploitasi dan penekanan terhadap pihak klien yang tentu selalu menjadi pihak yang bisa ditekan dan tidak punya banyak pilihan.
Lahirlah koalisi terpimpin beberapa partai besar,terbius sampai menjual diri kehormatan dan eksistensinya sebagai hamba presiden.
Sangat aneh jika ada yang berlomba lomba minta restu, petuah, saran, petunjuk, yang akan muncul hanya petaka dan kegelapan.
Fakta fakta ahirnya menunjukan Ia telah membawa malapetaka dan kehancuran bagi negara dan bangsa Indonesia di semua aspek kehidupan
Munculah kezaliman akibat, semua tenggelam dalam mental perbudakan. Menjadi ingat ucapan Ibnu Khaldun : “Andaikan mereka memberikan pilihan kepadaku antara memilih lenyapnya manusia yang bermental budak, pasti aku akan memilih tanpa ragu sedikitpun lenyapnya manusia bermental budak. Karena manusia manusia bermental budak itulah yang membuat langgeng adanya pemimpin zalim”.
Ada parpol mengendap endap, merunduk, meratap, seperti mengemis meminta restu, setiap waktu dan saat, tergambar wajah parpol sudah kehilangan akal sehatnya.
Prof. Amin Rais, mengatakan, masih ada partai menganggap “tuah” Jokowi itu akan membawa kebaikan, hal itu sangat keliru. Jika mereka saat ini tidak bisa melepaskan diri dari keterikatannya dengan rezim Jokowi, hampir dipastikan para pendukungnya akan eksodus ke partai-partai antitesa dari Jokowi”.
“Era Jokowi sudah habis, pamornya sudah pudar, kewibawaannya di hadapan rakyat terasa sudah hilang. Hanya para penjahat, koruptor, penjilat, buzzer bayaran, haters kebenaran, dan orang-orang yang dungu yang masih “menyembah – nyembah”.”
Kalau masih ada lembaga survey yang tetap mengunggulkan Jokowi mereka adalah lembaga survey rentalan atau sewaan. Saat ini rakyat tidak bisa ditipu lagi, tidak bisa dibodohi lagi, dan tidak bisa dibohongi lagi.
Rakyat Indonesia harus bisa keluar dari stigma sebagai bangsa yang tidak punya keinginan untuk membebaskan diri dari penindasan ibarat “a sheet of loose sand”. Bagaikan pasir yang meluruk dan rapuh. Tiada keteguhan, sehingga mudah ditiup ke mana-mana. Anehnya saat ini mental menindas justru muncul dari penguasa berwajah oligarki yang sedang berkuasa saat ini
Era Jokowi sudah padam, matahari sudah temaram, ihtiar Jokowi untuk mencari selamat di ahir masa jabatannya, biarlah itu urusannya. Tugas kita kedepan “selamatkan Indonesia”