Film karya Arifin C Noer berjudul “Pengkhianatan G30S PKI” dinilai tidak fakta yang sebenarnya seperti adegan anggota PKI yang merokok. Padahal berdasarkan aturan, setiap anggota PKI dilarang merokok.
“Film G30S/PKI karya Arifin C Noer diperlihatkan di dalam ruangan pki asap rokok, padahal untuk menjadi anggota PKI dilarang poligami dan merokok tetapi sejarah diputarbalikkan dalam film tersebut,” kata Eks Wartawati Istana di Era Soekarno, Sri Sulistyowati dalam video yang beredar.
Sri mengatakan, sejarah yang beredar maupun film pemberontakan G30S/PKI menceritakan Gerwani menyelit dan mencukil mata para jenderal itu tidak sesuai fakta.
“Kurikulum sejarah diputarbalikkan, seperti Gerwani nyilet-nyilet, cukil mata para jenderal. Itu perbuatan siapa, apa ada wanita berbuat sekejam itu. Ini harus diteliti. kalau tidak, negara intervensi memutarbalikkan sejarah. menelorkan sejarah palsu. mohon diteliti,” jelasnya.
Sri mengungkapkan, ada skenario tujuh PSK penghuni Lembaga Pemasyarakatan wanita Bukit Duri yang disuruh mengaku menyilet dan mencukil mata para jenderal.
“Penghuni lembaga pemasyaakatan wanita di Bukit Duri adalah 7 orang psk yang sudah ada dalam skenario mengaku menyilet para jenderal dan mencukil mata serta melayani 400 tentara dalam semalam, pakai logika. jangan asal memutarbalikkan sejarah tidak pakai otak,” papar Sri.
Awalnya Sri adalah wartawati Warta Bhakti yang bertugas meliput isu-isu ekonomi. Dia sering menjelajah pasar-pasar untuk menulis soal harga kebutuhan pokok masyarakat. Namun di awal tahun 1965 Presiden Soekarno meminta Sri meliput isu-isu politik.
“Kamu tulis masalah politik, temani itu Soebandrio,” kata Presiden Sukarno kepada Sri. Soebandrio saat itu menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri I. Sri, yang oleh Presiden Sukarno biasa dipanggil Cenil pun meliput mulai menulis soal isu-isu politik.
Presiden Soekarno awalnya mengenal Sri sebagai penari di Istana Negara. Pada tahun 1951 dia sering membawakan tari topeng di hadapan presiden. Tak hanya tari, siswi salah satu sekolah menengah pertama di Cirebon, Jawa Barat itu juga mahir bermain angklung.
Dua kemahiran itu lah yang menyebabkan nama Sri begitu dikenal oleh Soekarno. Dia pun menjadi salah satu wartawati kesayangan Bung Karno. Bahkan Bung Karno yang biasanya ceplas-ceplos kalau bicara soal wanita, begitu ada Sri langsung mengalihkan pembicaraan.
“Awas-awas ada Cenil, kita ngomong yang lain aja,” kata Soekarno seperti ditirukan Sri kepada detikcom, di Kramat VII, Jakarta Pusat Sabtu (14/9) lalu.
Tak hanya di bidang kesenian, Sri juga aktif di Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia. Kegiatannya di bidang organisasi ini lah yang kemudian mempertemukan dia dengan Sukatno, Ketua Pemuda Rakjat. Mereka berdua akhirnya menikah.
Sukatno aktif di Pemuda Rakjat, sementara Sri disebut turut membidani lahirnya Gerwani cabang Jakarta. Setelah tragedi 1965 meletus, pemerintah Orde Baru menjebloskan pasangan suami istri itu ke dalam penjara. Sri yang dianggap pendukung setia Soekarno dimasukkan ke penjara Bukit Duri.
Sebelum ke Rumah Tahanan Bukit Duri, Sri ditahan di Gang Buntu, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di Gang Buntu ini lah Sri mengalami berbagai penyiksaan. “Ini gigi saya habis karena disiksa, pernah disetrum,” kata Sri.
Dari Gang Buntu, Sri dipindahkan ke Rumah Tahanan Bukit Duri, di Jakarta Selatan. Tak ada lagi penyiksaan tapi para tahanan diperlakukan secara tidak manusiawi. “Di Bukit Duri tak ada penyiksaan, tapi kami makan dengan pinset karena nasinya dicampur dengan beling dan pasir,” kata Sri.
Menurut dia, pemerintah Orde Baru memang ingin tahanan politik ini mati secara pelan-pelan. Tahun 1979 Sri dan semua tahanan politik dibebaskan.