Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak peduli perilakunya menabrak etika dan konstitusi dengan memberikan dukungan kepada Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.
“Presiden Jokowi sudah tidak peduli lagi dari perilakunya yang menabrak etika, moral bahkan melanggar konstitusi seperti hilang dari ingatannya,” kata Koordinator Kajian Politik Merah Putih Sutoyo Abadi kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (2/5/2023).
Kata Sutoyo, Jokowi merasa mempunyai kekuasaan sehingga tidak ada yang berani mempermasalahkan secara hukum ketika melanggar konstitusi.
“Terus menggunakan kewenangan dan pengaruhnya itu melanggar prinsip free and fair, terhipnotis, terbawa bayang sukses masa lalunya dengan rekayasa permainan kemenangan angka, di KPU atas kendalinya,” kata Sutoyo.
Jokowi sebagai presiden Indonesia, kata Sutoyo telah melanggar konstitusi dengan memberikan dukungan kepada Ganjar. Harusnya seorang presiden itu netral. “Apa yang dilakukan Presiden Jokowi yang saat ini masih menjabat sebagai Presiden RI melanggar konstitusi,” paparnya.
Rekaya kotor dan dilakukan dengan terang terangan memperdaya Moeldoko tentu dengan restu Jokowi untuk kudeta partai Demokrat. Moeldoko untuk bermain barter domino capres Ganjar dan Prabowo. Meski di depan publik, keterlibatan Jokowi dalam Pilpres 2024 selalu dibantah.
Realitas panggung belakang, kata Sutoyo Jokowi tetap aktif melakukan lobi di ruang tertutup dan menjalankan kerja politik yang nyata, serius membahayakan demokrasi berjalan sebagaimana mestinya.
“Rekayasa domino aman dua pasang capres untuk Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, tetap dalam ancaman Anies Baswedan yang sulit dibendung karena emosi pendukungnya identik dengan umat Islam yang selama ini merasa dimusuhi penguasa Jokowi, dengan LBP sebagai skenarionya,” jelas Sutoyo.
Kalau tidak ada yang bisa menyadarkan Jokowi menjadi petaka yang akan menimpanya jauh lebih mengerikan karena tidak akan ada penguasa bisa memenangkan pertarungan dengan rakyat kalau rakyat sudah marah dan muak dengan penguasa .
“Resiko-resiko diatas masih tersisa Jokowi tetap ada peluang akan dihentikan sebelum pelaksanaan Pilpres kejar kejaran dengan tuntutan masyarakat, negara kembali dulu ke UUD 45 baru dilaksanakan Pilpres,” jelasnya.
Sumber kekacauan negara tidak semata di pundak presiden tetapi juga menjadi tanggung jawab para petinggi partai yang merasa telah bisa mengambil alih kuasa rakyat.
“Kita berharap semua prediksi terburuk tidak terjadi dalam Pilpres, semua terpulang pada presiden Jokowi mundur netral pada Pilpres mendatang atau tetap nekad terlibat dengan resiko terburuknya,” pungkas Sutoyo.