Puan Maharani makin terancam menjadi Ketua Umum PDIP setelah Ganjar Pranowo menjadi calon presiden yang diusung partai berlambang Banteng Moncong Putih.
“Siapa yang jamin kalau posisi Puan Maharani menggantikan Megawati akan aman? Dalam politik, tidak ada yang bisa memberi jaminan. Sebab, situasi sangat dinamis,” kata Pemerhati Bangsa Tony Rosyid kepada redaksi www.suaranasional.com, Ahad (30/4/2023).
Kata Tony, tidak ada MoU yang dijamin bisa sepenuhnya direalisasikan jika di kemudian hari ada kepentingan yang sulit bertemu. MoU hanya berlaku jika tidak ada kesempatan untuk melanggarnya.
“Kalau ada peluang, MoU tidak berlaku lagi. Itulah politik. Contohnya cukup banyak. Belajar dari PKS yang pernah jadi korban beberapa MoU. Belajar dari perjanjian Batu Tulis yang tidak terealisir,” ungkapnya.
Dalam konteks kesuksesan, kata Tony Jokowi mengungguli Megawati. Wajar kalau kemudian Jokowi merasa punya kans dan layak menggantikan Megawati sebagai ketum PDIP.
“Apa sih karir tertinggi seorang kader partai? Ya jadi presiden dan jadi ketua umum partai. Bersaing dengan Puan Maharani, Jokowi lebih berpeluang untuk menang di Kongres PDIP,” paparnya.
Apalagi, pasca pensiun dari jabatannya sebagai presiden, Jokowi belum memiliki kendaraan untuk eksis sebagai politisi. Maka, satu-satunya peluang yang paling mungkin adalah mengambil posisi ketum PDIP pasca Megawati. Itu juga kalau Jokowi berminat, bukan sesuatu yang terlalu sulit.
Kata Tony, saat ini Jokowi punya basis massa yang cukup kuat di PDIP. Boleh dibilang nomor dua setelah Megawati. Jokowi juga punya instrumen kekuasaan yang bisa digunakan, dan logistik yang lebih dari cukup untuk ambil PDIP.
“Ini bukan soal minat atau tidak minat. Ini bukan soal hasrat atau tidak hasrat. Ini soal kebutuhan dan kesempatan. Kebutuhan dan kesempatan itulah yang mendorong setiap orang, atau sekelompok orang untuk mengambil keputusan. Hanya perlu sedikit kesungguhan dan timing yang tepat, Jokowi bisa ambil PDIP. Sampai di sini, politik tidak mengenal istilah MoU dan balas budi. Ini berlaku untuk hampir semua politisi. Saatnya tiba, di mana situasi sudah matang dan kesempatan terbuka, maka konstalasi akan berubah seketika dan tidak bisa dikontrol oleh apapun, termasuk MoU dan etika balas budi. Contohnya teramat banyak,” ujarnya.
Ketika Megawati makin sepuh, lalu berniat melepaskan jabatannya sebagai ketum PDIP, tidak menutup kemungkinan akan ada sekelompok orang yang menginginkan terjadinya dinamika dan penyegaran melalui suksesi di luar Trah Soekarno. Kemungkinan seperti ini akan selalu ada. Dan orang yang paling besar peluangnya untuk didorong adalah Jokowi. Mungkin juga akan ada nama lain seperti Budi Gunawan dan lain-lain. Saat ini, Jokowi yang paling kuat peluangnya karena ia memegang kekuasaan. Siapapun penguasa, ia pegang kendali.
“Megawati adalah seorang politisi kawakan yang sarat pengalaman, pasti telah mengkalkulasi ini dengan cermat. Meski begitu, dinamika politik seringkali sulit ditebak arahnya dan uncontrolled,” pungkas Tony.