Tokoh NU Banten KH Imaduddin Utsman Al-Bantani mengatakan, habaib di Indonesia sudah tidak ada. Kiai Imaduddin secara khusus menulis artikel berjudul “Terputusnya Nasab Habib di Indonesia.
Berikut ini tulisan Kiai Imaduddin Ustman Al Bantani:
Para habib datang ke Indonesia sekitar tahun 1880-an sampai sebelum kedatangan Jepang tahun 1943. ( Historiografi Etnis Arab di Indonesia, Miftahul Tawbah, Journal Multicultural of Islamic Education, volume 6, h. 132.) Sejak kedatangannya mereka dikenal (memperkenalkan diri) sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Mereka berasal dari keluarga Ba Alawi, yaitu keturunan Alawi bin Ubaidillah “bin” Ahmad Al-Muhajir bin Isa Al-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidli bin Imam Ja’far Al-Shadiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zaenal Abdidin bi Husen Bin Fatimah Azzahra bin Nabi Muhammad SAW. (https://sanadmedia.com/post/imam-muhajir-ahmad-bin-isa)
Di Indonesia, mereka kebanyakan tidak melakukan asimilasi dengan penduduk lokal, dari itu maka mereka dapat dikenali dengan mudah dari marga-marga yang diletakan di belakang nama mereka, seperti Assegaf, Allatas, Al-Idrus, bin Sihab, bin Smith dan lainnya.
Pertanyaannya, apakah nasab mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW itu dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan secara ilmiyah atau tidak? Tulisan sederhana ini akan berusaha membahasnya.
METODE MENETAPKAN NASAB
Para ahli nasab memiliki metode untuk menetapkan nasab seseorang atau suatu kelompok komunitas keluarga tertentu kepada yang diakuinya. Misalnya seseorang yang mengaku dirinya sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW yang ke-40 melalui Alawi bin Ubaidillah “bin” Ahmad bin Isa, kemudian ia menunjukan urutan 40 nama-nama mulai dari namanya sampai ke Nabi Muhammad SAW melaui jalur tersebut, maka cara untuk mengkonfirmasi kesahihannya adalah adalah dengan dua cara, pertama “looking up”, dan kedua dengan cara “looking down”.
“Looking up” atau meneliti ke atas adalah dengan cara mengkonfirmasi nama yang disebutkan mulai dari nama orang yang diteliti sampai nama Nabi Muhammad SAW. Untuk nama pertama, kedua dan ketiga bisa dengan cara mengkonfirmasi keluarga terdekat dari ayahnya, misalnya pamannya, apakah seseorang ini betul anak dari ayahnya? Dan apakah benar ayahnya itu adalah benar anak dari kakeknya? Sedang untuk nama ke-4 dan selanjutnya bisa dikonfirmasi melalui catatan silsilah dari keluarga buyutnya dengan di selaraskan dengan catatan keluarga besar buyutnya melalui anaknya yang lain selain kakeknya tersebut. Demikian untuk seterusnya.
Sedangkan yang dimaksud “looking down” adalah meneliti mulai dari atas yaitu dalam hal ini meneliti mulai dari Nabi Muhammad SAW sampai selanjutnya ke bawah. Misalnya mencari sanad dan dalil yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW betul mempunyai anak Bernama Siti Fatimah RA, lalu mencari sanad dan dalil bahwa Siti Fatimah mempunyai anak bernama Husain, lalu mencari dalil yang menunjukan bahwa Husen mempunyai anak bernama Zainal Abidin, lalu mencari dalil bahwa Zainal Abidin mempunyai anak bernama Muhammad Al-Baqir, lalu mencari dalil bahwa Muhammad Al-Baqir mempunyai anak bernama Jafar Al-Shadiq, lalu mencari dalil bahwa Jafar Al Shadiq mempunyai anak bernama Ali Al-Uraidi, lalu mencari dalil bahwa Ali Al-Uraidi mempunyai anak bernama Muhammad An-Naqib, lalu mencari dalil bahwa Muhammad An-Naqib mempunyai anak bernama Isa Al-Rumi, lalu mencari dalil bahwa Isa Al-Rumi mempunyai anak bernama Ahmad Al-Muhajir, lalu mencari dalil bahwa Ahmad Al-Muhajir mempunyai anak bernama Ubaidillah, lalu mencari dalil bahwa Ubaidillah mempunyai anak bernama Alawi dst.
Untuk mencari dalil-dalil tersebut, untuk Nabi Muhammad SAW sampai ke Ali Al-Uraidi sangatlah masyhur melalui hadits, sedangkan untuk generasi putra Ali Al-Uraidi yaitu Muhammad An-Naqib sudah bergeser hanya mengandalkan kitab-kitab nasab.
METODOLOGI KONFIRMASI KITAB NASAB
Kitab nasab yang membahas tentang keluarga Ba Alawi cukup banyak lalu apakah kitab-kitab tersebut sudah menjadi dasar kesahihan nasab Ba Alawi kepada Nabi Muhammad s.a.w.?
Sebuah kitab nasab hanya dapat menjadi dalil kesahihan untuk nama-nama yang sezaman dengan kitab nasab itu ditulis. Misalnya kitab nasab Nubzat Lathifah fi Silsilati nasabil Alawi yang ditulis oleh Zainal Abidin bin Alwi Jamalul Lail, kitab Ittisalu Nasabil Alawiyyin wal Asyraf yang ditulis Umar bin Salim Al Attas juga pada abad 13 H, kitab Syamsu Dzahirah yang ditulis oleh Abdurrahman Muhammad bin Husein Al Masyhur yang ditulis juga pada pertengahan abad 13 H. kitab-kitab tersebut dapat menjadi dalil atau rujukan bagi nama-nama yang hidup pada abad itu, tapi tidak bisa menjadi dalil bagi yang hidup pada abad 12, 11,10 dan sebelumnya. Untuk mengkonfirmasi nama-nama yang hidup pada abad 12 H. kita harus melihatnya di dalam kitab nasab yang ditulis pada abad 12 H., begitupula nama-nama yang hidup di abad 11 H. harus dikonfirmasi ke dalam kitab-kitab nasab yang ditulis pada abad 11 H. dst.
METODOLOGI MENGKONFIRMASI ALAWI BIN UBAIDILLAH
Alawi bin Ubaidillah adalah datuk Ba Alawi di Indonesia, Yaman dan beberapa Negara di Asia Tenggara. Nasab lengkapnya adalah: Alawi bin Ubaidillah “bin” Ahmad Al-Muhajir bin Isa Al Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al Uraidi bin Jafar Al-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husain bin Fatimah Azzahra bin Nabi Muhammad s.a.w. dari nasab itu Alawi adalah urutan ke-12 dari nama-nama yang ada.
Untuk menetapkan menggunakan metode looking down kita harus dapat mencari dalil bahwa nama yang di atas mempunyai anak dengan nama di bawah.
DALIL BAHWA NABI MUHAMMAD S.A.W. MEMPUNYAI ANAK FATIMAH R.A.
ايْمُ اللَّهِ لو أنَّ فَاطِمَةَ بنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا. (رواه البخاري)
“Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, maka sungguh akan aku potong tangannya.” (H. R. Bukhari)
DALIL BAHWA SITI FATIMAH R.A. MEMPUNYAI ANAK BERNAMA HUSAIN R.A.
عن الحاكم النيسابوري بإسناده عن أبي حازم، عن أبي هريرة قال: رأيت رسول الله (صلى الله عليه وآله) وهو حامل الحسين بن علي (عليهما السلام) وهو يقول: (اللهم إني أحبّه فأحبّه).
Hadits kedua menyatakan bahwa Ali adalah suami Fatimah
قال علي رضي الله عنه: (تزوجت فاطمة رضي الله عنها، فقلت: يا رسول الله! ابْنِ بِي (اسمح لي بالدخول بها)، قال: (أعطها شيئاً) قلت: ما عندي من شيء، قال: (فأين دِرْعُكَ الْحُطَمِيَّة؟) قلتُ: هي عندي، قال: (فأعطها إياه) درعك الحطمية: منسوبة إلى بطن من عبد القيس يقال لهم حطمة بن محارب كانوا يعملون الدروع. رواه النسائي
Dari dua hadits itu disimpulkan bahwa benarlah bahwa Husain adalah anak dari Siti Fatimah r.a.
DALIL YANG MENYATAKAN BAHWA HUSAIN R.A. MEMPUNYAI ANAK ALI ZAINAL ABIDIN DAN SETERUSNYA SAMPAI KEPADA ALI AL-URAIDI
Di bawah ini ada suatu hadits yang terdapat dalam kitab Sunan Turmudzi yang dikarang pada abad ke-3 Hijrah:
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ أَخْبَرَنِي أَخِي مُوسَى بْنُ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِ حَسَنٍ وَحُسَيْنٍ فَقَالَ مَنْ أَحَبَّنِي وَأَحَبَّ هَذَيْنِ وَأَبَاهُمَا وَأُمَّهُمَا كَانَ مَعِي فِي دَرَجَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
Imam Turmudzi berkata: telah mengajarkan hadist kepada kami Nashor bin Ali Al Jahdlami, telah mengajarkan hadits kepada kami Ali (Al-Uraidi) bin Ja’far (Al-Shadiq) bin Muhammad al-Baqir bin Ali (Zaenal Abdidin), telah mengkhabarkan kepadaku saudara laki-laki ku Musa (Al-Kadzim) bin Ja’far (Al-Shadiq) bin Muhammad (Al-Baqir) dari ayahnya yaitu jafar bin Muhammad, dari ayahnya yaitu Muhammad bin Ali, dari ayahnya yaitu Ali bin Husain, dari ayahnya (Husain) dari kakeknya yaitu Ali bin Abi Talib, bahwa Rasulullah s.a.w. memegang tangan Hasan dan Husain lalu berkata: siapa yang mencintaiku dan mencintai dua orang ini dan ayah-ibunya maka ia akan bersamaku dalam tingkatanku di hari kiamat. Berakata Abu Musa (Imam Turmudzi) hadis ini ghorib kami tidak mengetahuinya dari hadits Ja’far bin Muhammad kecuali dari arah ini.
Dari satu hadits ini dapat disimpulkan bahwa benar Husain mempunyai anak bernama Ali Zainal Abidin, dan benar bahwa Ali Zaenal mempunyai anak bernama Muhammad Al-Baqir, dan bahwa benar Muhammad Al-Baqir mempunyai anak bernama Ja’far Al-Shadiq, dan bahwa benar Ja’far Al-Shadiq mempunyai anak bernama Ali Al-Uraidi.
DALIL BAHWA ALI AL-URAIDI MEMPUNYAI ANAK BERNAMA MUHAMMAD AN-NAQIB
Untuk mencari dalil tentang anak Ali Al-Uraidi kita kesulitan mencarinya dari kitab hadits, maka kita berpindah kepada kitab nasab. Kitab nasab yang dipakai haruslah kitab nasab primer, yaitu kitab nasab yang ditulis saat tokoh yang dibahas itu hidup. Jika tidak ditemukan kitab primer maka kita menggunakan kitab sekunder (yang ditulis setelah masa tokoh itu wafat) yang tertua yang paling dekat masanya dengan hidupnya tokoh tersebut. Menurut kitab Syadzaratudzahab karya Ibnul Imad, Ali al-Uraidi wafat tahun 210 Hijrah pada awal abad ketiga Hijrah. Apakah ada kitab nasab yang ditulis pada masa itu? Penulis belum menemukan kitab nasab yang ditulis abad ketiga hijriah, yang penulis temukan kitab nasab yang ditulis oleh ulama yang hidup pada abad ke lima hijriah yaitu kitab Tahdzibul Ansab karya Al Ubaidili, dan kitab Al-Syajarah Al-Mubarokah yang ditulis Imam Al-Fakhrurazi ulama abad ke enam.
قال العبيدلي في تهذيب الانساب: والعقب من علي العريضي بن جعفر الصادق صلوات الله عليهم من اربعة نفر: وهم محمد بن علي والحسن بن علي وجعفر بن علي واحمد بن علي (تهذبي الانساب: 175)
“Al Ubaidili berkata dalam kitab Tahdzibul Ansab: anak yang berketurunan dari Ali Al-Uraidi bin Ja’far Al-shadiq s.a. ada empat mereka adalah: Muhammad bin Ali, Al Hasan bin Ali, Ja’far bin Ali, dan Ahmad bin Ali”. (Tahdzibul Ansab: 175)
قال الفخر الرازي في الشجرة المباركة: أما علي العريضي ابن جعفر الصادق (. فأولاده ثلاث فرق: الفرقة الأولى: الذين اتفق الناس على أنهم أعقبوا وهم ابنان: محمد الأكبر وأحمد الشعراني. (الشجرة المباركة: 124
“Imam Al Fakhrurazi berkata dalam kitabnya “ Al-Syajarah Al-Mubarokah”: Adapun Ali Al-uraidi bin Jafar Al-Shadiq maka mengenai anak-anaknya terdapat tiga pendapat: pendapat pertama yang seluruh orang sepakat bahwa mereka berketurunan, dan mereka itu ada dua anak saja yaitu: Muhammad al-Akbar (Al-Naqib) dan Ahmad Al-Sya’rani.” (Imam Al Fkhrurazi, Syajarah Al-Mubarokah)
Dari keterangan dua kitab di atas terkonfirmasi bahwa benar Ali Al-uraidi mempunyai anak bernama Muhammad.
DALIL BAHWA MUHAMMAD AN-NAQIB MEMPUNYAI ANAK BERNAMA ISA
قال العبيدلي في تهذيب الانساب فالعقب من محمد بن علي العريضي في: ابي الحسين عيسي النقيب وفيه العدد ويحيى بن محمد والحسن بن محمد والحسين بن محمد وجعفر بن محمد. ص. 175
قال الفخر الرازي في الشجرة المباركة: وأما محمد الأكبر ابن علي العريضي، فله من المعقبين سبعة: عيسى الأكبر النقيب، و الحسن، ويحيى، ومحمد، وموسى، وجعفر، و الحسين. وأكثرهم عقبا عيسى والباقون أعقابهم قليلة. (الشجرة المباركة: 125)
“Imam Al Fakhrurazi berkata dalam kitabnya Al-Syajarah Al-Mubarokah: Adapun Muhammad Al-Akbar (Al-Naqib) bin Ali Al-Uraidi ia mempunyai tujuh anak yang berketurunan: Isa Al-Akbar An-Naqib, Al-Hasan, Yahya, Muhammad, Musa, Ja’far, Al-Husain, dan yang paling banyak keturunannya adalah Isa, sedangkan yang lain keturunannya sedikit.” (Imam Al-Fakhrurazi, Syajarah Al Mubarokah: h. 125)
Dari kitab di atas terkonfirmasi bahwa Muhammad An-naqib mempunyai anak bernama Isa.
DALIL BAHWA ISA BIN MUHAMMAD MEMPUNYAI ANAK BERNAMA AHMAD (Al-Muhajir)
قال الفخر الرازي في الشجرة المباركة:أما عيسى فله من المعقبين أحد عشر رجلا: محمد الأزرق، وجعفر، وإسحاق الأحنف بالري، وعبد الله الأحنف بالشام، والحسين الأكبر، وعلي، والحسن، ويحيى، وأحمد إلا بح، وعيسى، وموسى. (الشجرة المباركة: 125)
“Imam Al Fakhrurazi berkata dalam kitabnya Al-Syajarah Al-Mubarokah: Adapun Isa maka ia mempunyai sebelas anak yang berketurunan: Al Azraq, Ja’far, Ishaq Al-Ahnaf di Ray, Abdullah Al-Ahnaf di Syam, Al-Husain Al-Akbar, Ali, Al-Hasan, Yahya, Ahmad Al-Ibh, Isa dan Musa.” (Imam Al-Fakhrurazi, Syajarah Al Mubarokah: h. 125).
Dari keterangan kitab di atas maka terkonfirmasi bahwa Isa mempunyai anak bernama Ahmad.
Dari dalil-dalil di atas disimpulkan bahwa nasab Ahmad Al-muhajir bin isa sampai kepada Rasulullah Muhammad s.a.w. terkonfirmasi secara ilmiyah. Lalu bagaimana kesahihan Ahmad bin isa kepada “anaknya” yang bernama Ubaidillah yang merupakan ayah dari Alawi bin ubaidillah (datuk para habaib), apakah betul Ahmad bin Isa mempunyai anak beranama Ubaidillah? Kita lanjutkan penelitian sebagai berikut:
DALIL BAHWA AHMAD AL MUHAJIR MEMPUNYAI ANAK BERNAMA UBAIDILLAH?
قال الفخر الرازي في الشجرة المباركة:أما أحمد الابح فعقبه من ثلاثة بنين: محمد ابو جعفر بالري، وعلي بالرملة، وحسين عقبه بنيسابور (الشجرة المباركة: 127)
“Imam AlFakhrurazi berkata dalam kitab Al-syajarah Al-Mubarokah: Adapun Ahmad Al-ibh maka anaknya yang berketurunan ada tiga: Muhammad Abu ja’far yang berada di kota Roy, Ali yang berada di Ramallah, dan Husain yang keturunanya ada di Naisaburi.” (Al-Syajarah Al-Mubarokah: 127)
Dari keterangan Imam Al-fakhrurazi ini maka Ubaidillah sebagai anak dari Ahmad bin isa itu tidak terkonfirmasi. Dikatakan oleh Imam Al fakhurarzi bahwa Ahmad bin isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah.
KESIMPULAN
Penisbatan Ubaidillah sebagai anak Ahmad itu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiyah, karena kitab nasab tertua yaitu Tahdzib Al-Ansab (Abad kelima) dan Al-Syajarah Al-Mubarokah (abad keenam) menyatakan bahwa Ahmad tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah, sampai ditemukan kitab yang lebih tua yang berkata sebaliknya. Dengan demikian kedudukan Ubaidillah sebagai keturunan Nabi-pun tidak terkonfirmasi secara ilmiyah.
Adapun kitab-kitab yang ada pada abad-abad selanjutnya yang menyebutkan bahwa Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa, tidak bisa menjadi rujukan karena adanya inqitourriwayat (terputusnya periwayatan), yaitu tiba-tiba muncul sebuah nama baru pada abad sepuluh yang tidak disebutkan oleh kitab-kitab yang ada pada abad sebelumnya. Dengan demikian semua keturunan Ubaidillah berkedudukan yang sama yaitu bahwa nasab mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad s.a.w. tidak terkonfirmasi secara ilmiyah sampai ditemukan kitab yang lebih tua (yang ditulis abad ke empat atau ketiga hijriah) yang menyebutkan sebaliknya. Wallahu a’lam bishowab.