Jokowi Benar-benar sudah Game Over?

Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Indonesia gagal menjadi tuan rumah perhelatan akbar Piala Dunia U-20 setelah FIFA secara resmi mencoret nama Indonesia karena berbagai alasan. Dan kemungkinan penyelenggaranya adalah Qatar, yang memiliki stadion-stadion yang indah dan megah.

Sebenarnya pencoretan nama Indonesia sudah bisa diduga kalau Indonesia akan dicoret sebagai Penyelenggara Piala Dunia U-20. Bukan lantaran polemik kehadiran Timnas Israel ke Indonesia, walaupun akan masuknya Timnas Israel membuka tabir para “pengkhianat” perjuangan Palestina untuk menjadi negara merdeka, tetapi yang jadi alasan FIFA justru bukan itu.

Padahal Jokowi sudah sangat optimis perhelatan Piala Dunia itu bisa digelar di Indonesia karena sudah mengutus Erick Thohir untuk melobi Presiden FIFA, Gianni Infantino di Doha Qatar. Ternyata “kehebatan” Erick sebagai Ketum PSSI di mata FIFA tidak dianggap sama sekali. Sungguh ini awal yang buruk bagi Erick dan akhir yang mengecewakan bagi Jokowi.

Paling tidak ada 3 alasan utama kenapa Indonesia gagal melobi Presiden FIFA dan Indonesia sudah tidak dianggap penting lagi oleh FIFA. Dan kegagalan ini sebagai gambaran Jokowi yang sudah mulai game over.

Ketiga alasan itu
adalah :

Pertama, posisi Timnas Indonesia yang dianggap kurang strategis dalam persepakbolaan dunia

Seandainya Timnas Indonesia memiliki posisi yang penting dalam peringkat dunia, sehingga memiliki posisi tawar yang tinggi, kemungkinan akan dipertimbangkan dan tidak dicoret begitu saja. Tapi karena Timnas Indonesia levelnya masih di bawah dan bisa masuk kompetisi karena give away sehingga tidak punya nilai tawar sama sekali.

Kedua, Kelalaian Pemerintah Indonesia dalam mengatasi tragedi Kanjuruhan Oktober 2022

Seperti apa yang telah dirilis oleh Fifa secara resmi bahwa Kasus Kanjuruhan sebagai alasan utama dibatalkannya Indonesia sebagai host Piala Dunia U-20. Ini artinya, penanganan kasus Kanjuruhan yang tidak komprehensif dan tuntas menyebabkan Indonesia harus menghadapi berbagai sanksi FIFA. Bisa jadi ke depan masih ada sanksi-sanksi yang lain. Ternyata penangan kasus Kanjuruhan ini tampak saling lempar tanggung jawab, seolah tidak ada pihak atasan yang harus bertanggung jawab, sehingga penyelesaian berlarut-larut dan tidak tuntas.

Ketiga, Pengaruh Jokowi di dunia internasional sudah sangat lemah

Kondisi di Indonesia yang carut marut dan tak kunjung teratasi bahkan makin terpuruk, membuat Posisi tawar Indonesia sangat lemah. Ini disebabkan kepemimpinan Jokowi yang lemah dan tidak berwibawa sehingga tidak mampu mengendalikan pemerintahan, semua jalan sendiri-sendiri bahkan terbentuk kubu-kubu.

Sekarang nasi sudah jadi bubur. Tragedi Kanjuruhan di mana lebih dari 200 orang terbunuh, rekam jejaknya akan terus menghantui ketenangan para (aparat) pembantai dan juga atasannya yang bertanggung jawab.

Dengan gagalnya Indonesia jadi tuan rumah Piala Dunia U-20, sempurna sudah kegagalan Jokowi menjadi seorang pemimpin yang bukan saja tidak mampu memberikan solusi bagi bangsa dan negara, tapi juga sudah tidak disegani baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Di dalam negeri Jokowi telah berhasil membuat para menterinya saling cakar-cakaran satu sama lain dan para pegawainya saling pamer kekayaan (hasil korupsi), di luar negeri nama Indonesia makin tenggelam ke dalam laut yang dalam.

Masih mau bertahan ? Kok masih ada wacana tambah jabatan ? Logika seperti apakah yang digunakan ?

Bandung, 8 Ramadhan 1444

Simak berita dan artikel lainnya di Google News